JAKARTA, bisniswisata.co.id: Gerakan Berkebaya bagi perempuan Indonesia mendapat apresiasi dari Garuda Indonesia. Kini maskapai plat merah menghadirkan penerbangan bertema Kebaya Pertiwi Special Flight pada rute Jakarta-Semarang dalam nomor penerbangan GA 238. Konsep penerbangan Kebaya Flight diharapkan memberikan pengalaman baru dalam penerbangan.
Bahkan Spesial Flight ini, sebagai penghargaan dan memperkenalkan keindahan busana kebaya kepada penumpang Garuda Indonesia. Para pramugari yang melayani penerbangan tersebut menggunakan seragam berbeda dari biasanya, yakni Kebaya Pertiwi karya perancang asal Semarang, Anne Avantie.
Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara menyampaikan, Kebaya Pertiwi Special Flight merupakan bentuk komitmen Garuda Indonesia untuk turut menjaga dan melestarikan kebaya sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang menjadi identitas perempuan Indonesia hingga kini.
”Kebaya lebih dari sekadar busana wanita Indonesia. Kebaya mengandung pesan akan kekayaan serta keunggulan budaya dan kearifan lokal Indonesia yang sudah mendunia. Tersirat makna mendalam dari motif-motif yang ditampilkan pada pakaian tersebut sehingga diharapkan para wanita yang menggunakannya mampu mewakili pesan moral dari ragam motif kebaya,” kata Ari.
Pada penerbangan khusus ini, setiba di Semarang, para penumpang disambut langsung oleh Anne Avantie dengan memberikan selendang batik spesial dari Avantie Handycraft untuk semua penumpang GA 238 dan kesempatan berfoto bersama Anne Avantie.
”Melalui siluet kebaya berkerah Kartini sebagai wujud emansipasi wanita serta pemilihan motif ceplok sekar wangi yang memiliki warna lembut adalah simbol dari kelembutan dan keanggunan para pramugari dalam memberikan pelayanan kepada semua penumpang Garuda Indonesia,” kata Anne Avantie.
Budayawan peranakan Tionghoa, David Kwa, menerangkan, asal-usul kebaya dari busana pakaian dalam (lingerie) Portugis yang melebur di Nusantara. ”Asal katanya cabaija dan memang cocok untuk di daerah tropis sehingga akhirnya diadopsi. Lalu berkembang di berbagai komunitas, termasuk di masyarakat peranakan Tionghoa dikenal sebagai kebaya encim,” kata David Kwa seperti dilansir laman Kompas, Rabu (03/07)
Portugis dan Spanyol di jazirah Andalusia masa silam adalah wilayah pendudukan Kekhalifahan Barat Islam dengan kekuasaan terakhir di Granada. Percampuran budaya Islam dan Andalusia tersebut menghasilkan beragam seni budaya, termasuk busana cabaija yang kemudian menjadi kebaya di Nusantara seiring kedatangan Bangsa Portugis dan Spanyol ke kepulauan Nusantara pada tahun 1500-1600 Masehi.
Di Singapura, kebaya produksi Indonesia kembali populer lewat Drama Seri Little Nonya yang menampilkan cerita keluarga peranakan Tionghoa. Juga di Malaysia yang terpusat di Malaka dan Penang dengan keberadaan masyarakat peranakan Tionghoa. Mereka menggunakan kasut manek yang sebagian juga berasal dari Jawa Barat dan dikenal sebagai kelom geulis.
Sementara di Thailand selatan berkembang baju bandung yang juga mengadopsi kebaya dan berbagai perangkat busana asal Jawa berikut batik pesisir dari pantai utara Jawa. (NDY)