ART & CULTURE

Sempat Vakum, Tari Gandrung Klungkung Bangkit di Pesta Kesenian Bali

DENPASAR, bisniswisata.co.id: Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41/2019, dikejutkan dengan kehadiran Tari Gandrung yang dibawakan Sekaa (kelompok) Gandrung Smara Ratih dari Banjar (Dusun) Pande, Kabupaten Klungkung. Tari tradsional inni kembali setelah bertahun-tahun sempat vakum.

“Sekaa ini dibuat tahun 1987. Setelah masa kejayaan Gandrung di Klungkung mencuat, gandrung pun mengalami kemerosotan regenerasi hingga vakum bertahun-tahun,” kata Penggarap Tari Gandrung Ni Wayan Sueni di sela-sela pentas gandrung, di Taman Budaya Provinsi Bali, di Denpasar, Sabtu (22/6/2019).

Sebenarnya, Tari gandrung bukan hal yang baru di Klungkung. Kemunculannya diketahui di Klungkung sekitar tahun 1934. Gandrung merupakan sebuah tari pergaulan yang dilakukan oleh penari laki-laki yang diilustrasikan sebagai perlambang kesuburan dan keselamatan.

Tari ini dipakai sebagai kaul saat masyarakat diserang wabah penyakit. Gandrung pun merupakan tarian yang sakral dan pementasannya saat itu dipuput (dipimpin) oleh Ida Pedanda dari Gria Pidada Klungkung.

Seiring berjalannya waktu, tari pergaulan ini berjaya di Kabupaten Klungkung pada tahun 1970an sampai memasuki tahun 1990an. Bahkan di tengah-tengah masa kejayaannya, muncul Sekaa Gandrung Semara Ratih pada 1987.

Sanggar Semara Ratih coba kembali bangkit dengan Tari Gandrung-nya pada PKB tahun ini. “Jadi ada salah satu seniman lingsir (tua) yang berinisiatif untuk merintis dan mengingat-ingat kembali gandrung tabuh yang lama,” ujar Sueni.

Tak adanya geliat gandrung di Klungkung menurut Sueni dipengaruhi oleh dua hal yakni karena para seniman yang mengetahui (tari dan tabuh) sudah meninggal dan sudah tua-tua, kemudian dia tidak memberikan pelatihan pada kaum yang muda, maka tidak ada regenerasi. “Selain itu dari penari juga terkadang kalau diajak seperti latihan joged, jadi terkadang enggan,” katanya.

Meski demikian, di tengah keterbatasan, Sekaa Gandrung Smara Ratih dan para warga Bajar Pande turut saling bersinergi. Meski Tari Gandrung termasuk tarian sakral, penampilannya kali ini bukanlah yang disakralkan. Biasanya, sebelum menarikan Tari Gandrung, penari harus melakukan pantangan dan juga pemilihan penari yang berpijak dari ritual, sambungnya.

“Karena saya belum bisa dan juga para penari berani, jadi saya membawa konsep palegongan, hanya untuk menghibur masyarakat,” ucapnya sembari mengatakan tetap berpijak pada pakem gandrung terdahulu.

Menurut dia, dulu itu ada satu jenis gerakan saja, namun sekarang divariasikan, dan komposisi penari tetap seperti dahulu yakni empat orang penari laki-laki yang diawali dengan tarian Gandrung Pengendag dan ada ngibing-nya.

Kadek Dodi Junia Putra, salah satu pemuda Banjar Pande yang ditunjuk sebagai penari gandrung pun mengaku harus melakukan berbagai adaptasi. “Biasanya ‘kan saya menarikan tarian cowok, tapi sekarang cewek ya harus lemuh (luwes) dan mencoba gerakan-gerakan lain,” ucap Kadek yang sudah dihias bak penari wanita.

Menginjak umur 16 tahun, ini adalah pertama kalinya Kadek menarikan tari gandrung. Ditanya mengenai perasaan, Kadek hanya tertawa. “Bangga karena bisa ikut melestarikan,” katanya seperti dilansir Kompas Cyber Media, Ahad (23/06/2019)

Pentas Tari Gandrung ini pun dipadati penonton, mereka antusias untuk menonton penampilan gandrung perdana dari Sekaa Gandrung Smara Ratih. Jadi siapa bilang tari Gandrung hanya dari Banyuwangi? (NDY)

Endy Poerwanto