DAERAH

Sayang, Festival Danau Toba Tak Mampu Pikat Turis Datang

MEDAN, bisniswisata.co.id: Festival Danau Toba (FDT) digadang-gadang bisa memikat wisatawan mancanegara (Wisman) maupun nusantara (Wisnus). Danau Toba dengan predikat destinasi superprioritas dan memiliki reputasi dunia, ternyata tak mampu mengangkat popularitas Festival Danau Toba.

Bahkan pejabat dari tingkat kabupaten hingga Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, kerap salah sebut nama FDT. Hal itu dikeluhan Edy saat membuka Festival Danau Toba 2019 di Open Stage Parapat, Kabupaten Simalungun. Bahkan masyarakat di Sumatera Utara tak banyak yang tahu ada perhelatan FTD.

Edy Rahmayadi dalam sambutannya beberapa kali salah menyebut Festival Danau Toba dengan Pesta Danau Toba. Hal yang sama juga dilakukan beberapa pejabat. Masyarakat yang ada di sekitar Danau Toba juga banyak yang salah sebut dan salah arti. Mereka rancu membedakan pesta dan festival.

“Ini ada yang orang suka rancu, kapan pesta kapan festival. Kalau sudah festival, ada pesta di dalamnya. Tapi kalau sudah pesta, belum tentu festival. Inilah festival, kegiatan pesta besar yang bersyukur kepada Tuhan, pesta rakyat dengan gegap gempita, dengan suka cita, dengan bergembira, itulah namanya festival,” kata Edy, Senin, 9 Desember 2019.

Edy lalu mengajak semua orang bersyukur atas keindahan alam Danau Toba. Ada lima destinasi pariwisata prioritas di Indonesia, dari ke limanya, “Prioritas nomor satu yang super-super priority adalah danau terbesar di Asia Tenggara ini. Banggalah rakyat Sumatera Utara,” seru dia.

Ia menegaskan akan mengevaluasi pelaksanaan FDT, agar benar-benar menjadi festival. Bila telah menjadi festival, ia mengajak rakyat Sumatera Utara untuk mengundang seluruh dunia datang ke Festival Danau Toba.

Dari sisi nilai kesejarahan dan pengetahuan, Danau Toba mengubah lanskap dunia saat masih berwujud gunung purba raksasa. “Saat Gunung Toba meletus sehingga membunuh dan mematikan makhluk Tuhan. Pasca-letusan, empat profesor dari Australia, Jepang, London dan Amerika menemukan tanah di Kutub Utara yang bertahun-tahun dicari asalnya tidak ditemukan,” ujar Edy.

Diceritakan, peneliti memperkirakan tanah tersebut dari letusan gunung tertinggi di Jepang, namun tanahnya tidak sama. Setelah 16 tahun berkeliling, ditemukan tanah tersebut di Pulau Samosir. “Inilah sejarah dunia. Makanya kalau kita tahu benar ini, orang dunia akan datang ke sini. Saudara-saudara, orang datang untuk melihat danau karena danau yang membuat sejarah. Jadi jangan dirusak danau kita.” pesan dia.

Kalau ada bangunan-bangunan yang menutupi danau, menurut Edy haris dipinggirkan. Menurut Edy perhatian pemerintah pusat kepada Danau Toba sangat besar. Ia menaruh harapan besar kepada delapan bupati yang wilayahnya mengelilingi danau untuk bertanggungjawab. Begitu juga pihak aparat dan stakeholder terkait, diajaknya bersama-sama menjaga keamanan dan lainnya.

“Mari sama-sama kita jaga sehingga kita tidak malu berteriak horas..! Kalau kita tidak bisa menjaganya, percuma ada gordang sembilan (sembilan bedug), ada tortor yang begitu bagus. Tak kalah dengan Bali, hanya kita perlu belajar. Kita masih kalah dengan Bali,” kata Edy seperti dilansir laman Tempo, Rabu (11/12/2019).

Dalam kesempatan yang sama, Bupati Simalungun JR Saragih yang juga didaulat memberikan kata sambutan, memastikan bahwa acara yang dihadirinya adalah festival. “Ini adalah Festival Danau Toba bukan Pesta Danau Toba, makanya kami ajak Pak Wali Kota. kebetulan kami mewakili seluruh kabupaten yang ada di Danau Toba, jadi kami undang Pak Wali Kota untuk memberikan kata sambutan,” ucapnya.

Wali Kota Pematangsiantar, Hefriansyah Noor yang berdiri di samping JR Saragih langsung memberi kata sambutan, namun dia salah menyebut festival dengan pesta. “Horas! Memang di mana-mana, horas juga yang menyatukan kita. Yang saya banggakan, para undangan yang begitu antusias mengikuti pelaksanan Pesta Danau Toba, Festival Danau Toba,” katanya cepat meralat ucapan.

Dia mengajak para pengunjung pembukaan FDT memeriahkan acara dan berjanji akan memberikan pelayanan terbaik, hospitality kepada tamu yang berkunjung. Festival Danau Toba 2019 diklaim akan digelar lebih meriah dan menarik. Acara digelar di tepi Danau Toba, Parapat mulai 9 sampai 12 Desember 2019. Mengusung tema “Inspiring Danau Toba”, acara dibuka Gubernur Sumut yang langsung mengatakan akan melakukan evaluasi.

Hal yang sama juga dikatakan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah sebelum FDT 2019 berlangsung. Menurut Musa, FDT bisa jadi ajang promosi pariwisata dan produk-produk unggulan Sumut seperti kopi, andaliman, dan teh. Agar pelaksana tidak sepele dengan hal-hal kecil seperti petunjuk arah, detail kegiatan, parkir yang bisa mengganggu kenyamanan pengunjung, “Penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya harus menjadi bahan evaluasi,” kata Musa.

Seorang pengunjung dari Kota Medan yang sedang bekerja di Parapat mengatakan, tidak ada yang menarik dengan festival itu. Iwan, begitu dia biasa dipanggil, melihat Parapat seperti tidak ada acara apa-apa. “Hanya sedikit ramai-ramai, kebanyakan pejabat yang datang. Turis sama orang lokal sepi, ada yang tak tahu pas ditanya festival ini,” kata warga Jalan Gaharu Medan.

Penyelenggara sejatinya telah bekerja keras agar FDT kian menarik. Salah satunya dengan pemecahan rekor Museum Republik Indonesia (MURI), berupa 1.000-an orang mengenakan kain tenun bulang sulappei — yang dijadikan penutup kepala warga Simalungun.

“Tidak hanya sekadar dipakai, nanti ada atraksi seni melipat bulang sulappei,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Ria Telaumbanua, dalam konferensi pers pelaksanaan FDT 2019 di kantor gubernur Sumut pada Kamis, 5 Desember 2019.

Acara lain, yang menurut Ria tidak kalah menarik adalah, lomba Ucok-Butet, koor raksasa, tari kolosal saoan, tari kolosal multi etnik, pelepasan balon dan lampion, hiburan rakyat, lomba paduan suara, lomba solu bolon, pameran UKM, dan lainnya. Sayangnya, usaha keras tanpa promosi yang kencang membuat festival penutup tahun ini tenggelam. Semoga tahun depan kian baik dan makin mempopulerkan Danau Toba.

Endy Poerwanto