ART & CULTURE

Sawahlunto Menuju Kota Warisan Budaya Dunia UNESCO

DEPOK, bisniswisata.co.id: Sawahlunto pada tahun 2018 ini sedang dalam proses penilaian kota industri batu bara masa lalu sebagai warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO. Terkait hal ini, ada tiga area di dalamnya sebagai pendukung dalam kota industri batu bara masa lampau,k0ata Wakil Wali Kota Sawahlunto, Zohirin Sayuti, hari ini.

Berbicara pada Seminar dan Pameran Sawahlunto Menuju Kota Wisata Tambang Berbudaya di Universitas Indonesia, Zohirin Sayuti menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Sawahlunto terus menjaga kelestarian warisan sejarah dan budaya yang ada di wilayahnya.

Kegiatan ini diselenggarakan  Fakultas Ilmu Penegetahuan dan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Bekerjasama dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseum (Dit.PCBM) Kemendikbud RI dan Komunitas LUAR KOTAK.

Menurut Zohirin Sayuti, beberapa warisan yang direvitalisasi antara lain adalah Komplek Dapur Umum atau Rumah Ransum (Museum Goedang Ransoem) dan Lubang Tambang Mbah Soero.

Pendukung dalam kota tersebut adalah tambang batu bara, sarana prasarana yang ada di Sawahlunto, serta transportasi perjalanan rel kereta api untuk pengangkutan batu bara.

Selain itu, daerah di sekitar Sawahlunto yang menjadi daerah pendukung industri seperti Kabupaten Tanah Datar, kota Padang Panjang, dan Kabupaten Padang Pariaman termasuk daerah distribusi batu bara hingga Teluk Bayur juga menjadi pendukung industri batu bara masa lampau.

Sementara itu, Kepala Seksi Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto, Rahmat Gino Sea Games menjelaskan visi dan rencana pengelolaan warisan budaya tersebut.

Dia mengatakan, warisan budaya akan dilindungi dan dilestarikan sebagai pernyataan luar biasa yang mendunia.
Di dukung tiga himpunan teknologi sistem industri yang saling terhubung berupa lokasi pertambangan, perkeretaapian dan fasilitas pelabuhan untuk penambangan dan distribusi batu bara sumber energi paling penting pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Rahmat mengatakan, atribut yang merepresentasikan tiga himpunan teknologi itu diintepretasikan dan dapat dijangkau oleh generasi masa kini dan masa depan. Hal ini dilakukan agar seluruh masyarakat dapat memahami kejeniusan melalui bukti sejarah yang unik di wilayah Sumatera Barat dan signifikansinya bagi perkembangan teknologi tambang dunia.

Sawahlunto adalah daerah di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar. “Di tahun 1858, ditemukan deposit batu bara dalam jumlah besar oleh De Groot dan dilanjutkan WH De Greve di Cekungan Ombilin, Sawahlunto, Sumatra Barat,” kata Zohirin.

Penemuan ini menarik minat Pemerintah Belanda karena mereka melihat potensi dan nilai yang sangat besar dari sumber batu bara tersebut. Pemerintah Belanda merancang proyek terintegrasi yang disebut ‘Tiga Serangkai’, yaitu kota tambang, jalur transportasi, dan pelabuhan.

Zohirin menggambarkan sebelum penambangan, daerah Sawahlunto merupakan hamparan persawahan di tengah lembah dan mengalir Sungai Lunto. Pada 1894 penambangan dilakukan seiring dengan pembangunan infrastruktur kota.

“Pembangunan infrastruktur kota sebagai penunjang proses tambang sejak tahun 1894 hingga lengkap sebagai sebuah kota pertambangan pada 1930,” kata Zohirin.


Hingga saat ini, tercatat 119 cagar budaya di Kota Sawahlunto. Sebanyak 68 cagar budaya ditetapkan pada tahun 2007, enam cagar budaya ditetapkan tahun 2014, dan 45 cagar budaya ditetapkan tahun 2017.

Acara yang dibuka oleh Dekan Dr. Adrianus Laurens Gerung Waworuntu di Auditorium Gedung I Fakultas Ilmu Penegetahuan dan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Adrianus optimistis dengan Latar belakang Kota Sawahlunto sebagai salah satu kota wisata.

Kota yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang ini, di kelilingi oleh tiga kabupaten, yaitu kabupaten Tanah Datar, kebupaten Solok dan kabupaten Sijunjung yang telah mengangkat keragaman etnis, adat, seni dan budaya sehingga menjanjikan pertumbuhan destinasi wisata menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia.

Ketua Departemen Arkeologi, Dr.Ninie Susanti mengatakan melalui perjalanan panjang dan berat kota Sawahlunto dalam sejarah industri batu bara menjadi perhatian besar.

“ Apalagi Sawahlunto tahun 2018 ini sedang dalam proses penilaian kota industri batu bara masa lampau sebagai warisan budaya dunia yang di akui UNESCO jadi berbagai pihak patut mendukung termasuk kalangan akademisi,”.

Kota Sawahlunto memiliki luas 273,45 km2 yang terdiri dari empat kecamatan dengan jumblah penduduk lebih dari 54.000 jiwa. Namanya sendiri diambil dari kata “sawah” dan sungai “lunto”. Dahulunya daerah ini adalah daerah persawahan yang subur.

Yusuf Roneo