PADANG, bisniswisata.co.id: Wisata bahari pantai di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) belakangan ini disorot. Sorotan itu terkait dengan tumpukan sampah yang di antaranya bersumber dari hulu sungai. Selain mengganggu keindahan, tumpukan sampah yang mengeluarkan aroma busuk sehingga mengusik kenyamanan wisatawan.
Salah satu titik yang dibanjiri sampah adalah Pantai Muaro Lasak, Kelurahan Rimbo Kaluang, Padang Barat. Lokasi ini merupakan muara dari Banjir Kanal atau Banda Bakali yang berhulu di kawasan timur Kota Padang.
Berbagai jenis sampah, mulai plastik, stereofoam, kayu, hingga bangkai ikan, menumpuk sepanjang sekitar 100 meter di pantai yang terkenal dengan Monumen Merpati Perdamaian itu. Tinggi tumpukan sekitar satu meter. Sampah juga mengapung di perairan tepi pantai.
Ita (48), pedagang di Pantai Muaro Lasak, mengatakan, sampah-sampah yang hanyut itu mulai menumpuk sejak Kamis (9/1) setelah hujan mengguyur deras. Pada Sabtu pagi, tumpukannya semakin banyak karena hujan deras kembali turun Jumat kemarin.
“Setiap hujan deras kondisinya selalu begini. Sampah dari hulu hanyut ke muara. Akhirnya, yang terdampak kami. Padahal, pedagang di pantai sudah berupaya menjaga kebersihan,” kata Ita.
Dilanjutkan, sejak sampah menumpuk di pantai, jumlah wisatawan berkurang drastis. Mereka tidak nyaman menikmati jajanan di tepi pantai. Selain mengganggu keindahan, sampah-sampah itu juga mengeluarkan aroma busuk.
Dampak kurangnya pengunjung akibat tumpukan sampah juga dirasakan Gusmaniar (52), pedagang lain. Sebagian pengunjung memilih pergi ketika tahu pantai di hadapan mereka penuh dengan tumpukan sampah. “Mereka terkejut pantai dipenuhi sampah,” kata dia.
Direktur Walhi Sumbar Uslaini mengatakan, selain dari hulu sungai, sebagian sampah juga berasal dari warga sekitar pantai, pengunjung, ataupun pedagang. Selain itu, ada pula sampah yang selama ini dibuang ke laut lalu pada musim pasang, terbawa arus ke pantai.
Dikubur
Sabtu pagi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mulai membersihkan pantai. Satu ekskavator milik Dinas PUPR dikerahkan.
Awalnya, sampah-sampah itu dikumpulkan dan dimuat ke truk kontainer untuk dibuang ke TPA Air Dingin, Koto Tangah, Padang. Namun, karena keterbatasan armada, tenaga, dan waktu, sampah akhirnya dikuburkan di tepi pantai.
“Tadi ada dua kontainer sampah yang kami angkut ke TPA Air Dingin. Selebihnya, kami kuburkan di tepi pantai karena tumpukannya terlalu banyak,” kata Kepala Bidang Pengolahan Sampah dan Kebersihan DLH Padang Syafrizal.
Syafrizal memperkirakan, jumlah tumpukan sampah itu mencapai 20 kontainer. Setiap kontainer rata-rata dapat mengangkut 4 ton sampah. Artinya, jumlah tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak diperkirakan sekitar 80 ton.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Arfian mengatakan, selain Pantai Muaro Lasak, obyek wisata pantai lain juga mengalami hal serupa, seperti Pantai Air Manis dan Pantai Pasir Jambak. “Hampir semua pantai yang ada muaranya mengalami ini. Sampah bukan bersumber dari pedagang atau pengunjung di pantai, tetapi kiriman dari hulu,” kata dia.
Menurut Arfian, menumpuknya sampah di pantai rutin terjadi setiap hujan deras. Hal ini tidak terlepas dari minimnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke bantaran sungai. Hal ini, diakuinya dapat berdampak pada berkurangnya jumlah wisatawan ke obyek wisata pantai.
Berdasarkan catatan dilansir laman Kompas, Sabtu (11/01/2020), kondisi serupa pernah terjadi di obyek wisata Pantai Padang pada 12 Oktober 2017. Kala itu, DLH Padang memperkirakan jumlah tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak mencapai 90 ton.
Di Pantai Muaro Padang, muara dari Sungai Batang Arau, jumlahnya sekitar 60 ton. Kini, di Pantai Muaro Padang, juga terdapat tumpukan sampah, tetapi tidak terlalu banyak.
Syafrizal mengatakan, kejadian ini terus berulang karena masyarakat sudah terbiasa membuang sampah ke sungai ataupun selokan. Butuh waktu untuk mengubah kebiasaan itu. Menurut Syafrizal, yang juga berdomisili di kawasan hulu, anak-anak sedari kecil diajarkan orangtua membuang sampah ke selokan.
“Jadi sejak kecil sudah tertanam di alam bawah sadar membuang sampah ke bandar (selokan). Ibu-ibu juga, habis menyapu, sampah dibuang ke bandar,” ujar Syafrizal.
Mengubah perilaku
Syafrizal menambahkan, butuh peran semua pihak untuk mengubah perilaku masyarakat. Ketua RT, RW, Lurah, hingga pihak sekolah perlu menyosialisasikan dampak buruk membuang sampah ke sungai serta cara pengelolaan sampah yang baik.
Uslaini berpendapat, permasalahan sampah di Padang sulit terselesaikan jika hanya mengandalkan pemerintah dalam menyediakan tenaga kebersihan dan tempat sampah. Perubahan perilaku masyarakat mengurangi produksi serta mengelola sampah sangat dibutuhkan.
“Aksi bersih-bersih sampah yang dilakukan pada waktu tertentu hanya akan jadi solusi sesaat jika tata kelola sampah dan perilaku masyarakat tidak diperbaiki,” kata Uslaini.
Ia juga mendorong Pemkot Padang untuk tegas dan konsisten menegakkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. Aturan itu jika ditegakkan secara baik bisa memberikan efek jera kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
Peraturan yang diterapkan sejak 1 Oktober 2015 itu salah satunya mengatur tentang hukuman tindak pidana ringan (tipiring). Siapa pun yang kedapatan membuang sampah sembarangan dikenakan hukuman tipiring berupa 3 bulan kurungan atau denda Rp 5 juta. Namun, sampai kini upaya penegakan hampir tidak terlihat. (*)