DESA WISATA FASHION

Asyik, Belajar Batik di Desa Wisata Gemawang

SEMARANG, bisniswisata. co.id: Desa wisata Gemawang semakin berkembang. Perkembangannya bukan hanya meningkatnya kunjungan wisatawan, namun juga minat untuk belajar membatik grafiknya naik. Bukan hanya itu, Desa wisata di Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini juga memiliki obyek wisata unik yakni Gunung Watu merupakan tumpukan batu vulkanik raksasa yang membentuk lorong gua.

Belajar membatik di desa wisata ini, memang mengasyikkan. Karena metode belanjarnya menmggunakan peralatan tradisional plus pewarna alami. Ada dua jenis batik yang diproduksi yakni batik tulis dan cetak. Pembuatan batik melalui beberapa proses yakni dicetak, dijemur, kemudian diwarnai.

Ada dua jenis pewarnaan batik antara lain warna sintetis dan alam. “Kalau warna alam lebih lama proses pencelupannya yaitu satu bulan sedangkan warna sintetis bisa 1 hari,” kata Alfiah, perajin batik gemawang sambil menambahkan pilihan batik warna alam yakni mahoni, jalawe, brambang, teger, dan masih banyak lagi.

Motif batik gemawang pun berbeda dari batik pada umumnya. Ada motif biji kopi, klinting, bambu, lintang, trenggono, gedong songo, dan lain-lain. “Tapi yang paling khas (biji) kopi karena itu kan seperti masyarakat Desa Gemawang yang sebagian besar petani kopi,” katanya.

Proses pembuatan batik memakan waktu sekitar satu minggu, mulai menggambar, mencanting, mewarna, menjemur, watergrass, hingga melorot kain. Satu kain batik dibanderol harga Rp 150 ribu hingga Rp 1,5 juta. Untuk batik tulis harga terendah berkisar Rp 600 ribu. Dan, proses pewarnaan batik berlangsung paling lama setengah hari bergantung dengan tingkat kerumitan motif batik.

Pemilik batik gemawang Ahmad Kholiq Fauzi menjelaskan mulanya usaha ini dipasarkan di Magelang. “Awalnya saya memasarkan di Kota Magelang. Saya tidak berani masuk Kabupaten Semarang karena ada batik yang lebih dulu dibina oleh dinas Tapi akhirnya ketika mereka tidak bisa memenuhi permintaan, tahun 2009 saya baru masuk Kabupaten Semarang,” tutur Ahmad.

Berdiri sejak 2006, kini permintaan Batik Gemawang terus meningkat 10-20 persen per tahun. Kesuksesan Batik Gemawang hingga saat ini tak luput dari tantangan yang dilewati oleh Ahmad.

Ia menjelaskan tantangan terberat adalah membuat batik gemawang dikenal dan tidak mati oleh kota-kota lain yang dikenal sebagai kota batik. “Tantangannya bagaimana kita bersaing, bukan untuk menyaingi tapi tidak mati begitu saja dengan kota yang dikenal sebagai sentra batik,” tutur Ahmad dikutip laman Kompas.

Karena itu, inovasi dan kreasi terus dikembangkan dengan cara pemilihan motif yang berbeda. Pewarna alam murni juga dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi konsumen. Warna-warna yang digunakan untuk kain batik menggunakan pewarna indigofera, tarum atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan Tom. Tom adalah jenis tumbuhan polong yang tumbuh sebagai gulma bagi tanaman kopi.

Desa wisata Gemawang memang paling dicari wisatawan, saat berada di Semarang. Desa wisata ini boleh dikatakan desa wisata yang paling lengkap. Selain industri batik yang keren, juga pariwisatanya menjanjikan juga perkebunan, pertanian, hingga industri. Karenanya, nggak heran kalau desa ini kerap memenangkan kejuaraan desa terbaik sampai tinggkat nasional.

Dari segi pariwisata Desa Gemawang dikenal sebagai labsite pemberdayaan masyarakat dan lokawisata budaya. Keberadaan Gunung Watu dan Batik Gemawang menjadi magnet yang menarik banyak orang untuk datang ke desa tersebut. Gunung Watu merupakan tumpukan batu vulkanik raksasa yang membentuk lorong gua. Pada 8 Agustus 2017, wisata alam tersebut dibuka untuk umum usai diresmikan Bupati Semarang Mundjiri.

Karenanya tidak heran Belakangan, Gemawang memang banyak dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, untuk sekadar one day travel atau live in selama beberapa hari. Sejumlah paket wisata juga mulai dibuat di tempat yang masih asri dan sejuk tersebut. Mau Coba? (*)

Endy Poerwanto