ART & CULTURE

Planet Sebuah Lament, Karya Garin Jadi Pembuka ASIA TOPA di Australia

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Setelah sukses menggelar pentas tari “Planet Sebuah Lament” karya Garin Nugroho di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pertengahan Januari 2020. Garin mendapat kesempatan menampilkan karya pentas tarinya pada pembukaan ASIA TOPA (Asia-Pacific Triennial of Performing Arts) di Melbourne, Australia, pada Februari 2020.

“Ini kesempatan emas bisa tampil di ASIA TOPA Melbourne nanti. Kami akan menyajikan lebih bagus lagi seperti fasilitas teknis akan lebih lengkap. Contohnya dari plastik, kita akan pakai yang bagus daripada di sini,” kata Garin Nugroho dalam keterangan resminya, Senin (20/01/2020).

Pementasan ini menggabungkan teater, film, dance dan lagu, mengusung perpaduan budaya dari Indonesia Timur (Melanesia) yang begitu kaya dengan kekayaan tari dan lagu serta tema lingkungan. “Saya mengambil referensi tablo jalan salib yang ada di Larantuka, Flores Timur. Tiap babak dinarasikan melalui paduan suara dan lagu-lagu ratapan pada transisinya,” lontar Garin yang juga sutradara film layar lebar.

Penari yang terlibat adalah Boogie Papeda, Douglas D’Krumpers, Pricillia EM Rumbiak, Bekham Dwaa dari Papua, dan Rianto dari Solo. Tidak hanya itu, sebagai konsep visual, pertunjukan ini juga berkolaborasi dengan perupa asal Yogyakarta, Samuel Indratama.

Menurutnya, Karya terbaru ini merupakan hasil tim kerja dari berbagai negara yang disusun oleh Arts Centre Melbourne untuk Asia TOPA 2020 ini juga dijadwalkan akan dipentaskan di Dusseldorf, Jerman dan Amsterdam, Belanda.

Garin Nugroho mengungkapkan membutuhkan waktu tujuh tahun untuk mewujudkan pementasan bertajuk “Planet Sebuah Lament”. “Proses persiapan dari dua setengah tahun tapi proses terhadap Lament sudah dari tujuh tahun lalu. Idenya menemukan sebuah cerita sederhana tapi membawa simbol tentang kehidupan,” jelasnya.

Menurut dia, lagu-lagu ratapan yang dimasukkan dalam pementasan ini terbilang sangat langka. Selain itu, tidak mudah untuk mencari referensi mengenai lagu-lagu tersebut. “Kalau anda lihat tadi ada berbagai pilihan lagu dari wolayah Papua dan NTT. Lagu ini langka bukan diatonis yang diangkat di dunia musik kita,” kata dia.

Dalam pentas tari “Planet Sebuah Lament”, Garin Nugroho memberikan hiburan menarik dan kritis. Gagasannya telah banyak digarap menjadi film penuh kesan seperti Cinta Dalam Sepotong Roti (1991), Daun di Atas Bantal (1998), Opera Jawa (2006), hingga yang belum lama ini ramai diperbincangkan, Kucumbu Tubuh Indahku (2018). Tahun 2017, Garin bahkan sukses menggarap film bisu Setan Jawa yang menyertakan penampilan live orchestra dan tayang di Jepang hingga Melbourne.

Garin sengaja mempersembahkan pertunjukan tari di awal tahun 2020 untuk menyorot isu rusaknya lingkungan sebagai realita yang harus dihadapi. Tema ratapan alam soal bencana, teknologi yang diperbaharui, dan energi pangan yang menjadi isu global siap diangkat dalam pentas kali ini.

Tidak cuma itu, gambaran keserakahan manusia yang menghancurkan alam, bumi yang dipenuhi benda perusak lingkungan juga akan diperlihatkan. Semakin mengiris hati, lantunan 5 lagu lament (ratapan) oleh paduan suara Mazmur Chorale dari Kupang yang pernah menyabet juara utama di World Choir Games 2014 di Latvia juga turut ditampilkan. (end)

Endy Poerwanto