JOGJAKARTA, bisniswisata.co.id: Para pengelola desa wisata di Jogjakarta berharap peningkatan fasilitas infrastruktur dari dan ke kota Gudeg itu akan memberikan dampak berganda yang luas bagi desa-desa wisata, kata Doto Yogantoro, pengelola Desa Wisata Pentingsari, Kabupaten Sleman, DIY, hari ini.
“Pengembangan pariwisata bergantung pada 3 A, Aksesibilitas, Atraksi dan Amenities.Tuntutan askesbilitas untuk pergerakan dan kemudahan masyarakat dan wisatawan sangat penting untuk menuju titik wisata,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Doto, pihaknya sangat mendukung pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang sedang dikebut pembangunannya. Daerah istimewa ini juga akan mempunyai underpass (jalan bawah tanah) yang akan menjadi yang terpanjang di Indonesia.
Soalnya jalan underpass yang akan terhubung ke bandara baru tersebut panjangnya 1.305 meter.Proyek underpass ini dibangun tepat di bawah bandara NYIA yang direncanakan rampung Desember 2019 mendatang.
Selain itu direncanakan underpass ini masuk di ruas Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Dimana menghubungkan Purwokerto dan Yogyakarta. Dirjen Bina Marga, Kementrian PUPR, Sugiyartanto, dalam beberapa kesempatan menyatakan akan mengusung kearifan lokal sepanjang ruas underpass, seperti ornamen batik khas Yogyakarta di sisi kiri dan kanan dindingnya.
Menurut Doto, adanya bandara dan underpass baru akan menjadi tantangan bagi para pengelola desa wisata untuk meningkatkan atraksi dan akomodasi supaya lebih bervariasi dan berkualitas sesuai segmen tamu yg datang.
“ Desa Pentingsari sebenarnya tidak memiliki obyek wisata unggulan namun sejak tamu datang, beragam atraksi dan kegiatan dilakukan dalam program Live in sehingga untuk membuat acara dan menginap di Pentingsari daftar tunggunya cukup panjang,”
Banyak sekolah hingga kalangan universitas dari berbagai daerah terutama Jakarta mengirim siswanya ke Pentingsari untuk belajar kearigan lokal, leadership dan kehidupan ala desa, tambahnya. Wisatawan mancanegara juga senang menginap di beragam homestay yang ada di desa.
“Bertambahnya akses menjadi peluang besar bagi kami untuk membuat standar yang lebih baik lagi namun tetap menjual budaya dan kearifan lokal sebagai produk utama pariwisata dan desa wisata,” kata Doto Yogantoro.
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Sugeng Handoko, pengelola desa wisata Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Jogyakarta yang juga menawarkan program Live in Meski lokasi bandara yang baru membuat jarak ke desa wisatanya dari New Yogyakarta International Airport (NYIA) menjadi lebih jauh tapi justru memberikan peluang besar.
“Saya melihat Langgeran adalah salah satu desa yang saat ini berkembang. Ini masih bisa dioptimalkan dan dikembangkan lagi karena potensinya sangat besar,” ujarnya
Desa yang dikenal dengan Gunung Api Purba Nglanggeran ini puncaknya berada diketinggian 700 mdpl dan menjadi salah satu spot moment sunrise yang sering diburu para pecinta alam. Apalagi hanya membutuhkan waktu sekitar 50-60 menit untuk bisa sampai ke spot foto ini.
Wisatawan dalam dan luar negri bisa menikmati bentang alam yang mengelilingi embung, salah satu magnet wisata di sana. Nglanggeran yang tahun 2018 dinobatkan sebagai salah satu Desa Wisata Terbaik se-Asean ini terus dikembangkan salah satunya melalui program-program wisata yang berbasis edukasi dan budaya.
“Kehadiran NYIA akan sangat membantu kepariwisataan DIY. Jadi kami sangat mendukung kehadiran fasilitas bandara baru di Jogja yang akan semakin baik,” kata Sugeng.
Kehadiran bandara dan underpass yang dijadwalkan beroperasi akhir tahun 2019 ini disikapi dengan meningkatkan kompetensi masyarakat desa terutama para pengelola untuk meningkatkan pelayanan.
“Jadi kami pengelola Desa Wisata Nglanggeran juga harus terus melakukan inovasi mengembangkan diri sebagai desa wisata 4.0 dengan penggunaan digital dan IT untuk meningkatkan pelayanan,” jelasnya.
Dengan Industri 4.0 maka produk Desa Wisara Nglanggeran harus berorientasi pada pelanggan. Orang dan objek / perangkat pintar harus dapat terhubung secara efisien melalui Internet untuk membuat produk berdasarkan spesifikasi pelanggan.
“Wisatawan yang datang semula kalangan milenial tingkat lokal dan nasional tapi dengan berbagai penghargaan kini yang datang juga naik kelas dari tingkat ASEAN bahkan tingkat Dunia. Oleh karena itu kami harus meningkatkan diri di era digitalisasi,” tegas Sugeng.