Pemerintah Siem Reap Resmi Larang Perdagangan Asu Untuk Konsumsi Turis

Anjing ( Asu) dilarang dikonsumsi di Angkor Wat Kamboja (foto: tourism observer)

PNOM PENH, bisniswisata.co.id: Berwisata ke Siem Reap, Kamboja tentunya adalah mengunjungi Angkor Wat, Candi yang namanya semakin mendunia setelah dijejaki Angelina Jolie di film “Tomb Rider”. 

Dibangun selama kurang lebih 30 tahun lamanya di era Raja Suryavarman II di pertengahan abad ke-12, Angkor Wat juga termasuk dalam daftar situs UNESCO World Heritage.

Siem Reap, sebuah provinsi di utara Kamboja yang terkenal dengan kompleks arkeologi Angkor Wat ini setiap tahun sedikitnya dikunjungi lebih dari dua juta wisatawan per tahun.

Kunjungan wisatawan mancanegara ke obyek wisata utama negri itu ternyata, berdampak pada naiknya permintaan daging anjing  ( Asu) di sana. Menurut catatan kelompok kesejahteraan hewan FOUR PAW, yang berbasis di Austria, Siem Reap telah diidentifikasi sebagai pusat perdagangan anjing di Kamboja. 

 Direktur Departemen Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Provinsi Siem Reap, Tea Kimsoth, permintaan terutama didorong oleh wisatawan mancanegara terutama asal Korea Selatan, yang paling gemar mengonsumsi daging anjung itu.

Akibat banyaknya  permintaan yang meningkat, banyak restoran di sana menyajikan masakan tersebut. Setiap bulan ada 2,900 anjing dikonsumsi yang tersaji di 21 restoran di Provinsi Siem Reap saja.

“Selama beberapa tahun terakhir, naiknya penjualan, pembelian dan pemotongan anjing untuk dikonsumsi telah berlangsung secara anarkis, dan itu telah menimbulkan keprihatinan besar,” tulis pengumuman dari pemerintah itu, seperti dilansir Kyodo.

Itulah sebabnya pemerintah setempat kini  mengeluarkan larangan memperdagangkan  dan menyembelih anjing untuk dimakan. Alasannya, karena hewan tersebut dianggap setia dan mampu menjaga properti, bahkan melayani militer. 

Selain itu, ada potensi risiko kesehatan jika praktek menu daging anjing itu terus dilanjutkan, apalagi ditengah situasi pandemi global COVID-19 seperti yang terjadi saat ini.

Situasi ini menurut mereka dapat menimbulkan penyebaran rabies dan penyakit lainnya, dari satu daerah ke daerah lain, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat.

“Daging anjing telah jauh lebih populer setelah kedatangan orang asing, terutama di antara orang Korea Selatan,” kata Tea Kimsoth kepada Reuters, dan menyebut bahwa perdagangan semacam itu semakin “mengkhawatirkan”.

Lebih jauh, otoritas setempat juga meminta agar pelarangan ini dimasukkan dalam UU Kesehatan dan Produksi Hewan sehingga ada sanksi bagi pelanggarnya. Menurut UU tersebut, mereka yang melanggar dapat dikenai hukuman penjara hingga 5 tahun, dan denda maksimal 50 juta riel atau setara 12.500 dollar AS.

Katherine Polak, kepala FOUR PAWS Stray Animal Care di Asia Tenggara, menyebut larangan yang dikeluarkan Provinsi Siem Reap sebagai bersejarah dan mencerminkan sentimen publik.

“Kami berharap bahwa Siem Reap dapat menjadi model bagi seluruh provinsi lain di negara itu,” katanya kepada Reuters.

 

Rin Hindryati