JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) menilai pemerintah kelihatannya setengah hati menurunkan tarif tiket pasawat. Mengingat, sampai saat ini belum ada reaksi positif dari maskapai penerbangan. Sehingga harga tiket pesawat masih sangat mahal.
“Disisi lain gembor-gembor harga tiket pesawat bakal turun di saat kondisi low seasons, sehingga kebijakan tiket pesawat dimurahin. Lucunya penurunan menunggu akhir pekan. Nah ini menunjukkan tidak ada keseriusan dari pemerintah,” lontar Ketua Umum ICPI Azril Azahari kepada Bisniswisata.co.id di Jakarta, Senin (24/06/2019).
Sebenarnya, lanjut dia, dampak kenaikan harga tiket pesawat mencekik adalah wisatawan nusantara (Wisnus). Karena niat untuk melancong di dalam negeri terpaksa dibatalkan maupun ditunda. Sehingga wisnus akan lebih memilih outbound lantaran biaya flight ke luar negeri lebih murah ketimbang harga tiket pesawat di dalam negeri.
“Menurut hemat saya, ini pertanda tidak bagus. Karena kalau wisatawan Indonesia berwisata ke luar negeri maka dana tersedot ke luar yang seharusnya ada pemerataan ekonomi di dalam negeri malah terganjal hanya gara-gara tiket pesawat mahal,” jelasnya.
Sebaliknya bagi wisatawan mancanegara (Wisman) tidak terpengaruh, karena mereka sudah memperhitungkan lebih dulu flight cost hingga sampai dengan destinasi akhir yang akan dikunjungi. “Asalkan destinasi wisata Indonesia memiliki daya tarik yang mengacu kepada -Keunikan (uniqueness) serta Keontentikan (authenticity). Kami sarankan selalu kampanyekan daya tarik, sehingga dapat mengangkat daya saing destinasi Pariwisata Indonesia,” lontarnya.
Sebelumnya pengamat penerbangan Ziva Narendra mengemukakan pemerintah terlalu membutuhkan waktu lama untuk mengambil keputusan penurunan harga tiket pesawat rute domestic dalam jadwal dan rute tertentu. Namun, keputusan ini ternyata bisa menimbulkan dampak negatif jika ditetapkan dalam jangka waktu panjang. “Saya bilang ini enggak bisa dipertahankan juga, mungkin satu dua bulan masih bisa. Tapi nggak bisa jangka panjang,” jelasnya.
Ziva menjabarkan penurunan tarif dengan jadwal dan rute tertentu berpotensi menimbulkan ketimpangan dan kesan diskriminatif dari para konsumen. “Konsumen pasti melihat, loh kenapa hanya rute tertentu. Bagaimana dengan kami yang mungkin rute yang lebih panjang, tapi kebutuhan kami tinggi,” paparnya.
Karena itu, ketimpangan ini yang menjadi alasan keputusan penurunan tarif pesawat domestik hanya bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam waktu pendek. “Jangka panjang nggak bisa, 99 persen ini tidak bisa dipertahankan jangka panjang,” ungkapnya (NDY)