Oleh H. Koko Sujatmiko
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Rencana semula destinasi wisata Bali awal Desember tahun 2020 ini sudah bisa membuka diri untuk kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Namun, situasi pandemi COVID-19 yang belum mereda, juga menunggu vaksin ke seluruh negara di dunia, membuat rencana itu menjadi urung.
Dipastikan kerugian pariwisata Bali, yang rata-rata mencapai Rp 9,7 triliun per bulan, akan semakin membesar. Terpuruknya pariwisata Bali ini menggambarkan keterpurukan pariwisata secara nasional yang diprediksi akan memakan waktu cukup lama untuk pulih kembali.
Badan Pariwisata Dunia (UNWTO) memprediksi dampak pandemi COVID-19 membuat perjalanan turis dunia turun hingga 44 persen. Sementara dalam kondisi normal atau sebelum pandemi pertumbuhan pariwisata dunia rata-rata sekitar 3-4 persen per tahun.
Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili mengisyaratkan, masyarakat dunia menginginkan pemulihan pariwisata pasca-pandemi dapat berjalan cepat dan berkelanjutan mengingat dampak COVID-19 membuat jutaan tenaga kerja di sektor pariwisata kehilangan mata pencarihan.
“Koordinasi yang kuat diperlukan untuk mempercepat pencabutan pembatasan perjalanan dengan cara yang aman dan tepat waktu, untuk meningkatkan investasi dalam sistem, mendukung perjalanan yang aman,” kata Pololikashvili pekan lalu.
Sementara itu organisasi Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) dalam kajiannya lewat World Travel and Tourism Council (WTTC) menyebukan dampak pandemi dapat memangkas 50 juta pekerjaan dalam industri perjalanan dan pariwisata di seluruh dunia.
Untuk memulihkan kondisi tersebut membutuhkan waktu hingga 10 bulan setelah wabah selesai. “Pemulihan tergantung berapa lama epidemi berlangsung,” kata Direktur Pelaksana WTTC Virginia Messina.
Lalu, berapa lama prediksi pemulihan pariwisata di Indonesia? Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio mengharapkan pariwisata Indonesia lebih cepat pulih.
Mengacu pada hasil kajian UNWTO, prediksi pariwisata dunia akan pulih di tahun 2022, dalam kajian lainnya bisa mencapai 7 tahun, pariwisata Indonesia diharapkan akan lebih cepat karena sudah melakukan program recovery dan normalisasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada September 2020 mengalami penurunan drastis sebesar 88,95 persen dibandingkan periode yang sama pada September 2019 yang lalu.
Sedangkan secara kumulatif (Januari–September 2020), jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 3,56 juta atau turun sebesar 70,57 persen jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun 2019 yang berjumlah 12,10 juta kunjungan.
Data BPS menunjukkan dampak pandemi membuat sektor pariwisata tahun ini kehilangan 8 juta wisman dengan nilai belanja sebesar US$ 8,8 miliar dengan perhitungan rata-rata US$ 1.100 per orang per kunjungan.
Sementara itu dalam kondisi normal atau sebelum ada pandemi, pertumbuhan wisman pada 5 tahun ratakhir (2015-2019) rata-rata 13,6%. Tahun 2015 jumlah kunjungan wisman sebesar 10,23 juta, kemudian naik menjadi 11,52 juta pada 2016. Tahun 2017 naik menjadi 14,04 juta dan 15,81 juta pada 2018. Tahun 2019 jumlah wisman sebesar 16,11 juta.
Dengan kata lain, untuk menaikkan kunjungan wisman sebesar 5,88 juta (dari semula tahun 2015 sebesar 10, 23 juta menjadi 16,11 juta pada 2019) dibutuhkan waktu 5 tahun. Kondisi pariwisata dalam masa pandemi saat ini sekitar 4 juta, untuk menuju angka nomal seperti semula 16 juta, diprediksi membutuhkan waktu lebih lama.