ART & CULTURE EVENT KOMUNITAS

Pameran Move On , Angkat Perempuan dan  Corona

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pameran dari rumah karya Yusuf Susilo Hartono ( YSH)  bertajuk “Move On”, yang didukung oleh  Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, digelar via Zoom, pada Jumat, 15 Mei 2020, pukul 11.00 WIB. Selanjutnya dapat dilihat pada kanal YouTube – budayasaya. Rencananya pameran ini diresmikan oleh Sri Hartini Sesditjenbud, mewakili Direktorat Jenderal Kebudayaan yang mendukung program ini. Dengan host meeting wartawan Indah Ariani.

Perupa Yusuf Susilo Hartono (YSH) melalui 70-an sketsa (pilihan 2002-2020) dengan subyek perempuan, ingin menyuarakan kebebasan, kasih sayang, tradisi, kebenaran dan kemanusiaan. Dihasratkan sebagai ekspresi sekaligus doa agar pandemic Corona COVID-19 segera berakhir, dan manusia di muka bumi bisa hidup dengan kesadaran dan cara baru, yang lebih manusiawi dan berkeilahian.

Menurut Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Citra Smara Dewi selaku kurator pameran ini menyatakan perempuan dalam karya YSH bukan semata memiliki spirit keindahan, kelenturnan dan dinamis, seperti tersirat pada seri karya Ballerina, namun juga memiliki spirit cinta kasih yang tulus melalui karya  ibu dan anak.

Dalam dimensi lain perempuan juga hadir dalam mengisi ruang-ruang psikologis melalui karya sketsa potret dengan berbagai eskpresi yang penuh misteri. Menggenapi karya sketsa YSH, tema-tema kemanusiaan yang terbalut dengan dimensi spiritual terlihat pada karya yang merespon fenomena global yaitu wabah COVID-19. YSH menyikapi fenomena tersebut melalui sosok perempuan dalam doa yang khusuk mengharap wabah cepat berlalu.

Tema-tema perempuan dalam sejarah perkembangan seni rupa merupakan tema klasik yang tetap relevan dimaknai dan diinterpretasikan kembali pada spirit jamannya. Bagi YSH,  perempuan tidak identik dengan stigma “yang lemah”, justru sebaliknya sebagai mahluk yang lebih kuat, indah dan istimewa.

Sebagai seniman multi talenta, yang sekaligus wartawan dan penyair, alam bawah sadarnya mempengaruhi konsep berkaryanya. Saat sketsanya mengkritisi berbagai peristiwa sosial, budaya, kemanusiaan,kadang terlihat kontemplatif, yaitu suasana sunyi yang jauh dari kebisingan, dengan menghadirkan seorang sosok/figur. Kadang tersirat keramaian melalui berbagai peristiwa yang dirangkai dalam satu bingkai karya bak reportase sebuah berita.

Citra menegaskan, “Sketsa-sketsa YSH menyiratkan kekuatan ‘estetika yang berbicara’ melalui keragaman bentuk ekspresi.  Sementara berbagai material, media dan eskpresi beragam yang menjadi pilihan YSH tentu bukan merupakan akhir dari sebuah pencapaian, karena kreativitas merupakan proses yang terus bergerak secara organik.”

Sebagian karya- karya sketsa Yusuf Susilo yang dipamerkan secara virtual berjudul Corona merah hati, 2020, Antara Hidup Mati? 2020, Bersabung do’a di taman korona, 2020 dan Perayaan dan Kenangan, 2019

Testimoni para sahabat

Beberapa sahabatnya memberi kesaksian atas karya dan perjalanan YSH di bidang seni. Budayawan Madura KH.D. Zawawi Imron, yang dikenal luas sebagai sastrawan, penyair dan pelukis, yang mengikuti sepak terjang YSH sejak 1980-an menyatakan, “ Yang saya hargai pada YSH ialah kesetiaannya berkarya di bidang sketsa selama 40 tahun. Ke mana saja ia pergi selalu membawa peralatan bikin sketsa. Belakangan ia melakukan eksperimen selingkar bentuk sehingga pada karya-karyanya terakhir ia menemukan sejenis deformasi yang unik dan estetik.”

Pengamat seni rupa Agus Dermawan T menambahkan, sebagai seniman multi minat dan multi bisa, YSH antusias merekam masa lalu, dan bersemangat mengangkat peristiwa masa kini yang berkonteks, misalnya kali ini wabah Corona. Karya-karya YSH, tambah koreografer Rusdi Rukmarata dari EKI Dance Company, menunjukkan keterikatan perasaannya yang sangat kuat dengan obyek yang akhirnya menjadi goresan-goresan indah tetapi dramatis.

“Goresan-goresan YSH dipantik oleh rasa,” tutur penari, aktris film dan Dosen IKJ Nungki Kusumastuti, yang mengenalnya sejak 1980-an. Goresan rasa tadi, juga dirasakan oleh salah satu tokoh balet Indonesia Maya Tamara LRAD-ARAD, dari Namarina Dance Academy.

“Simak sketsa ballerinanya. Garisnya tajam dan lentur. Seakan gerakan Ballet Achappe Pas de bourrée…Pose into Arabesque dan attitude Bersama ketukan musik Allegro, Andante, Vituoso. Itulah yang ada di kanvasnya,” tutur Maya.

Mantan guru yang pernah kuliah di  FKIP-IKIP ini dikenal sebagai perupa, wartawan budaya senior dan penyair, mulai berkarya sejak 1980 melalui jalur sanggar. Sampai sekarang  mantan Pemred Majalah Seni Rupa Visual Art, yang kini mengelola Majalah Galeri, pernah beberapa kali pameran tunggal antara lain di Balai Budaya (1990), Taman Ismail Marzuki (2010), Pusat Kebudayaan Jepang – Indonesia (2012) , Galeri Nasional Indonesia (2014),

Yusuf juga pernah Pameran Sketsa Keliling 3 kota : Jakarta, Bojonegoro, Surabaya (2013). Pameran bersamanya yang pernah diikuti antara lain bersama Daoed Joesoef, Ruliati dkk (1993),  “Manifesto” (2010), “Bayang” (2011), “Sketsaforia” (2019). Tahun 2000 menjadi Finalis Philip Morris Indonesia Art Awards, dan tahun 2001 finalis Indofood Art Award.

Di antara buku-bukunya tentang seni rupa, sastra dan jurnalistik, berjudul  “Menangkap Momen dan Memaknai Essensi (Moment and Essence)”, merupakan kumpulan 300 sketsa pilihan tahun 1982- 2013, terbit tahun 2013.

 

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)