NEWS

Budi Isman: Paket Sekoci Solusi Win-win di Tengah Pandemi

Budi Satria Isman ( kiri) bersama Anton Thedy dalam New Normal Seri di Instagram Live

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Meski bisnis travel & tourism yang paling pertama terpukul dengan pandemi global COVID-19, para pelaku usahanya masih tetap optimistis di tengah kondisi pemasukan nihil alias nol dengan keyakinan  kondisi ini hanya bersifat sementara dan jangka pendek.

” Teman-teman saya di bisnis travel yang umumnya kategori UMKM tetap optimistis kondisi sekarang ini bukan ‘kiamat’ tapi hanya serangan ‘badai’  yang pasti berlalu meskipun dari sisi cash-flow hanya tinggal hingga Juni,” kata Anton Thedy, pendiri TX Travel di Instagram Live, hari ini.

Bersama tamunya, Budi Satria Isman yang pernah menjabat posisi CEO dan posisi kunci lainnya di beberapa perusahaan multi nasional, Anton membahas Leadership in Crisis dan langkah apa yang harus dilakukan ke depan karena pandemi global COVID-19 sudah melanda 215 negara dan ada 4,18 juta kasus.

Budi Isman yang lebih suka disebut Angel Investor, Pengusaha dan Pelatih Eksekutif (Executive Coach) mengatakan sejak lahir kedunia dia sudah melewati krisis tingkat nasional maupun dunia dan semua bisa dilewati dengan selamat.

” Waktu kecil ada gerakan G 30 S PKI, lalu tahun 1973 perang minyak pertama, lanjut perang minyak ke dua tahun 1978-1979, setelah itu tiap 10 tahun sekali ada siklus krisis, misalnya hancurnya saham dunia pada 1987- 1989, Krisis moneter 1997-1998 serta tumbangnya rezim Presiden Soeharto, lanjut global krisis lagi 2007-2008,” kata Budi santai

Meski sebenarnya sudah pengalaman menghadapi krisis, tapi memang belum pernah terjadi pembatasan perjalanan dan pergerakan orang secara serentak di seluruh dunia sehingga akhirnya berdampak langsung pada perekonomian yang tumbuh minus dan menimbulkan krisis baru.

” Krisis-krisis sebelumnya, perusahaan besar colapse tapi tertolong oleh UMKM dimana usaha ini justru yang memperkerjakan 97% rakyat Indonesia. Di krisis pandemi global saat ini dua-duanya banyak colapse, ” jelas Budi Isman.

Oleh karena itu, untuk yang menggeluti bisnis travel & tourism dan meyakini bisnisnya masih bisa bangkit lagi pasca COVID-19 maka identifikasilah dan buat skenario bisnis dulu untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Perbarui model bisnis dan kalau cash-flow sudah tidak bisa dipertahankan maka ibarat makanan bekukan saja dulu masuk freezer.

” Mau pakai teori apapun yang jelas dalam jangka pendek ini, bisnis penghasilannya nol. Jadi pengusaha maupun karyawannya cari cash flow dengan mengerjakan bisnis yang masih bisa bertahan untuk bisa mempertahankan hidup,” ujarnya blak-blakan.

Bagi yang masih memiliki uang cadangan jangan lupa terus menggemakan brand  di media sosial seperti yang dilakukan Anton Thedy dengan Instagram Live tiap hari dan program lainnya agar orang tidak lupa untuk berwisata.

Meski tidak ada THR, bahkan terima gajipun hanya 25%, tetaplah kreatif dan cari peluang untuk bisa menghasilkan cash-flow yang seimbang. Jutaan orang kini sudah dirumahkan, cuti tanpa gaji, banyak pula yang sudah benar-benar kehilangan pekerjaan.

” Jadi simpelnya ganti haluan dulu meski tidak cocok dengan bisnis kita karena semua orang harus bisa bertahan hidup.Kalau perlu jual aset-aset untuk bisa survive ditengah ketidakpastian kapan pandemi ini berakhir,” sarannya.

Bisnis yang cocok dengan kondisi sekarang tentunya E-commerce, makanan sehat, E-learning, home entertainment, jamu dengan kemasan modern, bisnis nutrisi, E-Magazine, pengiriman logistik dan lainnya.

” Pokoknya karena orang banyak di rumah maka kalau perlu produk branded Versace keluarkan seri daster nyaman buat di rumah. Kalau saya pilih E-Learning misalnya karena mau cari pahala yang banyak. Kursus sistem daring biaya jadi murah dan yang ikut bisa banyak orang,” kata Budi tergelak.

Dia mengingatkan bahwa di setiap krisis pasti juga ada tipe orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Nah banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan sehingga meskipun aset bagus terpaksa harus dijual oleh pemiliknya dengan harga miring.

“Kalau harga idealnya Rp 100 bisa-bisa dijual dengan harga Rp 25. Tak heran di tengah krisis ini para investor pemakan ‘bangkai’ istilah untuk mereka yang mengincar perusahaan bagus dengan harga miring akan mencari perusahaan colapse dengan harga serendah-rendahnya,” kata Budi Isman.

Dia bercerita dari kalangan investor yang banyak membuka restoran di mall -mall begitu ada pandemi dan saat terjadi karantina, PSBB dan mall ditutup mereka juga langsung menutup bisnisnya untuk dibekukan selama setahun minimal.

” Buat investor yang juga menjalankan uang orang lain,  keputusan cepat menutup bisnis triliunan rupiah memang mudah saja karena begitu kondisi pulih dan orang mulai ke restoran lagi tinggal re-start. Nah buat yang kategori UMKM tentu sangat berat dan umumnya ingin mempertahankan karyawannya yang loyal dan profesional,” kata Budi.

Karyawan yang loyal dan profesional harus dipertahankan karena menjadi aset penting yang menjalankan perusahaan. Oleh karena itu untuk perusahaan kategori UMKM saat harus terjadi pengurangan karyawan maka mereka yang sudah mau pensiun, punya performa kurang bagus dan karyawan lepas maka merekalah yang didahulukan keluar untuk mengurangi fix cost.

Leader in crisis memang harus jaga cash flow, mengurangi fix cost tetapi tetap harus manusiawi dalam melepas karyawannya untuk berbagai skema yang disepakati karena PHK di saat krisis juga memakan biaya yang besar.

Anton menjelaskan bahwa bisnis TX travel adalah bisnis franchaise yang rata-rata jumlah karyawan cabang maksimal 20 orang. Perusahaan biro perjalanan wisatanya ini ada 200 cabang lebih di seluruh negri dengan kantor pusat yang memiliki 150 karyawan.

Apa yang disarankan Budi Isman telah dijalankan bahkan dia juga mendorong para karyawannya untuk mendapatkan penghasilan dari sektor lain misalnya ada yang jualan ranginang, makanan tradisional yang banyak disajikan masyarakat Betawi kala Lebaran.

Budi Isman pada kesempatan itu juga berbagi program paket sekoci yang dijalankannya ketika terjadi krisis  moneter global dan tengah memimpin perusahaan multinasional Coca Cola. Dia harus memangkas 8000 tenaga sales dari 20.000 karyawan yang ada.

” Sekoci itu perahu penyelamat, jadi kalau kita harus menyelamatkan perusahaan carilah program yang win-win solution. Kami jual truk-truk pengangkut minuman kepada karyawan yang harus di PHK. Mereka bisa beli cicil dan jadi distributor mandiri dan tetap mendistribusikan soft drink yang jadi produk kami,”

Dari sisi perusahaan, ujarnya status 8000 karyawan yang dilepas itu tetap jadi sales dari usaha mereka sendiri dan tidak menjadi beban fix cost yang harus ditanggung  perusahaan.

Saat pandemi Corona sekarang ini, salah satu perusahaan kue dengan 1000 karyawan yang menjadi klien Budi juga mengurangi pegawai tetapnya dengan jalan menerapkan paket sekoci. Sebagian dari mereka tidak bekerja lagi tapi menjadi agent dari produk kue yang selama ini diproduksinya.

” Karyawan yang berubah jadi mitra ini aktif menjual produk bahkan ada yang bisa menjual 3000 boks/ hari. Dengan demikian pabrik terus beroperasi sementara berkurangnya fix cost menyelamatkan cash flow sehingga perusahaan bisa bertahan,” urainya.

Budi yang aktif sebagai pembicara di berbagai seminar, pelatih business di perusahaan besar dan asing, penasehat perusahaan dan pegiat sosial, berpesan mengorbankan 100 orang untuk mempertahankan 900 orang lainnya adalah program sekoci yang manusiawi.

Pria asal Sungai Penuh, Kerinci, Jambi yang mendirikan Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Mandiri atau lebih dikenal ProIndonesia ini juga mengingatkan untuk mencari pahala sebesar-sebesarnya di saat pandemi.

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)