Juan Pablo (kanan) foto bersama dengan salah seorang peselancar lokal, Minggu, 26 April lalu. (Foto: rizal adhi pratama/ tugumalang.id )
MALANG, Jatim, bisniswisata.co.id: Tidak bisa pulang dan tidak mau pulang adalah dua hal yang berbeda. Namun pandemi global COVID-19 yang kini melanda 215 negara dengan jumlah kasus 4,1 juta orang memang membuat wisatawan mancanegara yang tengah berlibur di Indonesia dihadapi dilema pilihan yang berat.
Di satu sisi ingin segera pulang namun pembatasan perjalanan dan lockdown yang diterapkan dinegara asal juga membuat mereka juga ‘terjebak’ di tempat-tempat eksotis sehingga akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal di Indonesia hingga pandemi berakhir dan menjadi berkah tersendiri bagi mereka.
Jupa, begitu warga Purwodadi Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang, akrab menyapa Juan Pablo, turis asal Spanyol yang tidak bisa pulang ke negaranya karena lockdown. Saat ditemui tugumalang.id, Jupa sedang bersantai di kemah, pinggir pantai Wedi Awu, sebuah pantai di Pelosok Purwodadi, Tirtoyudo, Kabupaten Malang.
Jupa sedang santai bermain saksofon, memainkan alunan lagu lokal Spanyol. Pria 56 tahun tersebut sudah berada di kawasan pantai Wedi Awu sejak 15 Januari 2020. Dia mengatakan, masuk ke Indonesia untuk berwisata di Bali.
“Setelah Bali memutuskan menutup pariwisata, teman saya mengajak ke sini (Tirtoyudo),” ucapnya dengan bahasa Inggris dan menambahkan bahwa dia sebenarnya sudah berniat pulang ke Spanyol.
Namun, dia dua kali terlambat pergi ke bandara. Pertama yaitu penerbangan ke Singapura, kedua penerbangan ke Thailand. Dari dua negara transit tersebut Jupa seharusnya sudah kembali ke Spanyol. “Ya sudah tiket saya melayang karena terlambat pergi ke bandara waktu di Bali,” jelasnya dengan ekspresi santai.
Namun, terjebaknya Jupa di Indonesia, menurutnya sebuah berkah yang luar biasa. Pasalnya, dia memang ingin berwisata di Bali. Meski akhirnya dia malah tinggal lama di Purwodadi, yang pantainya, menurut Jupa, tak kalah dengan Bali. Seolah Jupa jatuh cinta dengan pantai Wedi Awu dan suasana pedesaan yang asri dan sejuk.
“Di sini saya hidup sehat, no smoking no alcohol. Saya selalu menunggu ombak bagus, main surfing di sini (Wedi Awu), di pantai Lenggoksono. Saya juga mancing ikan buat makan,”
Jupa bercerita, keluarganya memang keturunan pelaut. Empat generasi keluarganya keturunan pelaut di Basque Country (wilayah otonom Kerajaan Spanyol). Indonesia menurutnya tidak beda jauh dengan Spanyol, karena banyak pelabuhan dan perahu.
Jupa sendiri sudah pernah datang ke Indonesia tahun 1985 lalu. Saat itu menurutnya, Bali masih bersih dan asri. Berbeda dengan saat ini yang sudah ramai dikunjungi para wisatawan. Namun pesona Bali kata Jupa, tetap menarik bagi turis mancanegara.
Untuk urusan komunikasi, Jupa ternyata sudah lama belajar Bahasa Indonesia, meskipun sedikit saja. Tidak banyak bendahara kata yang dia punya, tapi Jupa bisa mengatakan “aku cinta Indonesia”. Bahkan logatnya pun mulai medok, terkontaminasi logat penduduk lokal Jawa.
“Saya berkomunikasi English-Indonesia dan campur Bahasa Jawa,” kata dia sambil tersenyum bangga. Selama lebih 2 bulan tinggal di Purwodadi Kabupaten Malang ini, Jupa sangat jatuh cinta dengan pantai, terumbu karang dan ombaknya.
Bahkan seandainya ada kesempatan selama 3 bulan lagi untuk tinggal, Jupa akan bersemangat belajar Bahasa Jawa. “Senang sekali tinggal di sini. Saya pernah menangkap ikan besar selengan pakai tombak, ikan di sini luar biasa. Papan surfing saya ketika berselancar, pernah digigit sama hiu besar, dua kali,” Jupa bercerita dengan semangat.
Meskipun, rumah menurutnya adalah tempat pulang. Dia sudah ingin pulang, karena rindu dan khawatir dengan istri dan 3 anaknya di Spanyol. Saat ini, komunikasi yang mereka jalin hanya lewat pesan daring. Jupa berharap virus Corona segera musnah dan berhenti penyebarannya.
“Dua bulan lalu kita semua masih bisa bercanda tentang Corona, tapi saat ini kita harus sopan dengannya. Di Kuala Lumpur, Australia dan Amerika, corona sudah jadi masalah besar, ribuan orang meninggal,”
Tetap aman di Bali
Anastasia Strelevske, wanita Ukraina, yang tiba di Bali bersama ibunya Larysa pada Januari 2020, adalah salah satu dari sedikit wisatawan yang tersisa di pulau Dewata dan memilih tidak mau pulang ke negaranya.
Dia telah membayar $ 240 per bulan untuk tinggal di hotel mewah baru di tepi pantai Kuta dan mereka tidak memiliki rencana untuk pergi. “Tinggal di sini baik, saya tidak ingin kembali ke negara saya. Ini bagus,” katanya.
Sementara toko dan bar bekerja dengan jam terbatas atau ditutup, kehidupan belum sepenuhnya terhenti di Bali dan bisnis lokal masih bersaing untuk mendapatkan permasukan dari beberapa wisatawan yang masih tertinggal.
Anastasia bercerita, dia mengambil bagian dalam kelas yoga reguler bersama dengan 50 orang dan berjalan-jalan di sepanjang jalan pantai bersama ibunya. “Tetap di sini baik, aku tidak ingin kembali ke negaraku.” kata Anastasia Strelevske seperti dikutip dari Sydney Morning Herald.
Kebetulan dia bekerja di Dubai dan Arab Saudi, di sana sangat ketat dibandingkan dengan Bali. “Jadi saya tinggal, saya senang di sini, itu bagus. Saya akan tinggal sampai selesai.”
Dia pragmatis tentang risiko kesehatan yang terkait dengan tetap di Bali. “Jika saya menjaga jarak, tetap sehat, menjaga [sistem kekebalan] saya kuat, bahkan jika saya sakit, saya akan menjadi lebih baik.”
Dari Denpasar, Agence France-Presse atau AFP melaporkan bahwa ratusan wisatawan China yang gemar berwisata di Bali telah memperpanjang izin tinggal sampai situasi di negaranya benar-benar aman.
Mereka berupaya untuk tidak pulang karena khawatir terinfeksi virus korona atau Covid-19 yang justru berawal dari Wuhan, China, negara asal mereka. Indonesia telah menutup semua penerbangan menuju dan dari China sejak Februari.
Pemerintah China sebenarnya telah menjemput warga mereka di luar negeri, termasuk Indonesia, namun hanya puluhan orang yang memanfaatkannya. Penolakan pulang itu setidaknya disampaikan Li, turis China yang bekerja di sebuah perusahaan Eropa.
Dia mengaku seperti pengungsi yang bertahan di negeri orang untuk menghindari dampak buruk di kampung halaman. “Saya seorang pengungsi internasional. China seperti penjara besar, semua kota diisolasi,” kata pria yang hanya menyebutkan nama keluarga itj.
Li mengaku tak percaya dengan jaminan Pemerintah China bahwa virus korona telah berhasil dikendalikan. Meski demikian Li mengaku punya kekhawatiran. Istri dan dua anaknya yang masih kecil ditinggal di kampung halaman sampai menunggu krisis kesehatan di negaranya berakhir.
Selain itu dia juga mengkhawatirkan pekerjaannya. Sebagai manager perusahaan multinasional, dia tetap harus menggerakkan anak buah. “Saya seorang manager, tidak bisa meminta anak buah melanjutkan bekerja sementara saya sembunyi di sini,” katanya.
Sekitar 1,2 juta turis China mengunjungi Bali setiap tahun, kelompok pendatang terbesar kedua setelah Australia. Turis China menghabiskan ratusan juta dolar AS bagi perekonomian lokal Bali.
Dua wisatawan asing asal Italia juga tidak bisa keluar dari Raja Ampat, Papua Barat. Mereka tidak bisa kembali ke negara asalnya karena penerbangan dari Indonesia menuju Italia ditutup di tengah wabah virus corona.
Ceo wisatawan asal Italia di Pelabuhan Falaya Waisai, ibukota kabupaten Raja Ampat, medio Maret lalu seperti dikutip Antara mengatakan dia belum tahu sampai kapan penerbangan ke Italia ditutup. Namun dirinya dan sahabatnya masih tetap tinggal di Kabupaten Raja Ampat sampai habis masa berlaku visa izin berwisata.
“Saya dan seorang sahabat sudah berada di Indonesia khususnya di Raja Ampat sebelum wabah virus corona melanda negara kami hingga akhirnya penerbangan ditutup. Kami menikmati keindahan alam sampai habis masa berlakunya visa, baru mencari jalan pulang ke Italia,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa dirinya takut terinfeksi virus corona yang saat ini melanda belahan dunia dan mengakibatkan banyak orang meninggal dunia. Bahkan takut pulang ke negaranya sendiri.
Dia berharap setelah masa berlakunya visa berakhir pemerintah Indonesia masih memberikan izin untuk tinggal sampai virus corona di negara asalnya berakhir.
“Kami berharap masih diberikan izin tinggal di Indonesia sampai virus yang menghebohkan dunia ini berakhir. Mari kita berdoa agar Indonesia dan Italia cepat pulih dari virus corona,” tambahnya.