JAKARTA, bisniswisata.co.id: Rencana Induk Pariwisata Raja Ampat adalah wujudkan wisata ekologis dan di desain sebagai tujuan wisata eksklusif ” kata Yusdi Lamatenggo, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat Papua Barat, hari ini.
Untuk itu , Raja Ampat tengah bersiap memasuki era New Normal pariwisata. Pemda Raja Ampat menggelar webinar untuk mendapatkan masukan dari para stakeholder pariwisata sehingga saat wisatawan kembali datang ke Raja Ampat sudah ada kesepakatan bagaimana seharusnya mengelola kawasan.
” Masukan kami butuhkan agar pengelolaan pariwisata Raja Ampat lebih berkualitas karena hutannya merupakan hutan lindung dan lautnya adalah kawasan konservasi sehingga saatnya bersama para mitra kita pikirkan daya dukungnya,” kata Yusdi
Acara yang dipandu Riyanni Djangkaru ini juga menghadirkan Ikram M Sangaji, Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasionsl Kupang, Kementrian Kelautan dan Perikanan ( KPP)
Hadir pula sebagai nara sumber Mark Endman Phd, VP Marine Asia-Pacific Field Division Conservation International serta Ary Suhandi, Direktur Indonesia Ecotourism Network ( INDECON)
Yusdi menyampaikan setidaknya 3 poin utama perubahan pariwisata di Raja Ampat yaitu akan ada pengecekan wisatawan dengan protokol kesehatan di pintu masuk utama Raja Ampat baik di pelabuhan maupun bandara Waisai.
Kedua adalah setiap wisatawan juga wajib menunjukkan surat bebas COVID-19. Lalu yang ketiga, Raja Ampat akan melakukan digitalisasi pada sistem reservasi baik di hotel, restoran, maupun kawasan daya tarik wisata.
Berbagai hal akan disiapkan guna menyambut kembali datangnya wisatawan, baik lokal maupun mancanegara di tatanan baru yang disebut New Normal tapi bukan berarti Raja Ampat segera dibuka untuk wisatawan kembali, ujarnya.
Webinar yang diikuti 215 peserta a.l mantan menteri Fadel Muhammad yang terakhir jadi anggota DPR RI periode 2014-2019, Emmy Hafild, aktivis lingkungan, komunitas, para tour operator dan HPI ini sepakat pandemi global justru memberi hikmah pada kondisi alam yang setempat yang jauh lebih baik.
Ikram M Sangaji mengatakan tanpa ada COVID-19, perlakuan terhadap destinasi wisata memqng seharusnya menerapkan tatanan baru yang sekarang di sebut New Normal yang mengutamakan CHS.
” Karena obyek wisatanya, tuan rumahnya dan wisatawannya harus menerapkan higienutas dan keamanan maka tatanan baru ini harus disertai juknis ( petunjuk teknis) dan detil lainnya supaya penedapan di lapangan sesuai dengan protokol kesehatannya,”
Tak cukup sampai disitu karena dukungan politis, birokrat dan legislatif diperlukan jika mau New Normal berhasil diterapkan termasuk membangun wisata ekologis yang eksklusif dan lestari alam lingkungannya.
“Entry point ke Raja Ampat nantinya otoritas pelabuhan yang pegang peran penting apakah jaga jarak bisa diterapkan, apakah sistem satu pintu bisa diterapkan karena tim terpadunya dulu yang harus kompak,” kara Ikram.
Ary Suhandi mengungkapkan bahwa mengelola pariwisata di pulau kecil seperti Raja Ampat memang jauh lebih mahal karena akses dan terbuka dengan banyak kawasan sehingga kuncinya memang di lembaga pengelolanya.
” Rencana sistem satu pintu dan digitalisasi sudah baik tinggal bagaimana menata kalangan pebisnisnya karena dalam 20 tahun terakhir bagaimana daya dukung Raja Ampat dieksploitasi,” kata Ary.
Dia mengingatkan bagaimana manajemen pengunjung dalam 5-6 tahun terakhir ini. Pola perjalanan di kawasan ini harus ditata dsn ada rutenya yang jelas sehingga tidak ada lagi kasus-kasus kapsl menabrak terumbu karang dan lainnya.
Mark Endman juga mengingatkan pengelolaan Raja Ampat harys menghindari mass tourism dan fokus pada pengembangan pariwusara terbatas yang mengutamakan benefit pada masyarakat lokal.
” Pendatang tidak boleh merusak budaya lokal dan merusak alam yang merupakan warisan masyarakat Papua,” ungkap Mark yang tengah berada di New Zealand.
Dia mengkritisi izin liveaboard Raja Ampat, resort, homestay. Apakah tidak dibatasi banyaknya tamu di resort maupun di kapal, apa perlu diterapkan musim wisata alias menerima wisatawan hanya dalam 8 bulan saja.
” Apa sebaiknya dive spot selam yang popular ditutup sekian bulan dalam setahun untuk pemulihan terumbu karang dan keindahan spot itu ?,” kata Mark Endman dengan bahasa Indonesia yang cepat dsn sangat fasih.
Situasi laut Raja Ampat dengan adanya pandemi global justru semakin indah, masyarakat lokal kembali pada kesehariannya sebagai nelayan maupun sebagai ketahanan pangan, tambahnya mengingatkan.