BATAM, bisniswisata.co.id: Hari kedua Kenduri Seni Melayu ( KSM) ke 20 tetap menjadi magnet warga Batam dan Kepulauan Riau lainnya untuk menonton beragam pertunjukan dari saudara serumpun di wilayah Asean dan penampilan mahasiswi Nanyang Technology University ( NTU), Singapura.
Wali Kota Batam Muhammad Rudi bahkan sudah duduk di panggung penonton setengah jam sebelum pertunjukan resmi dimulai pada jam 20.00 WIB. Orang nomor satu di Batam ini mengikuti berbagai persiapan di panggung hingga akhirnya peserta dari negri jiran yaitu Brunei Darussalam mengawali acara dengan penampilan lima orang penarinya di atas panggung.
“Malam ini tampilan dari peserta luar negri dan sekaligus jadi etalase terbaik seni budaya nusantara. Selain menjadi rangkaian dari HUT Kota Batam ke 189 pada 18 Desember mendatang, acara ini bagian untuk mencapai target kunjungan wisatawan 2018 yaitu dua juta orang ,” kata Wali Kota Batam, Muhammad Rudi.
KSM digelar tiga hari mulai 1-3 November 2018, total diikuti oleh 282 peserta dari berbagai negara. Selain Indonesia, ada 6 negara dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, dan India yang bergabung di panggung ini dengan total 52 penampil.
Rickendi, koreografer dari Brunei berusia 23 tahun mengatakan 6 penarinya hanya menampilkan satu tarian Welcome dance dari sanggarnya yaitu Candas Creative Company, Brunei.
Dia dan teman-temannya sudah tiga tahun berturut-turut ikut serta karena Kenduri Seni Melayu ( KSM) menjadi satu-satunya acara untuk menampilkan budaya Melayu. “ Saya setiap kali datang bisa belajar koreografi dari penampilan negara lain termasuk tim penampil dari Indonesia,” ujar Rickendi sambil berseloroh namanya ditambah keterangan anak bujang.
Dari Brunei juga ada pembacaan puisi dan menyanyikan lagu Melayu oleh Kris Karmila dan suaminya. Inti dari puisi dan lagu yang dinyanyikannya adalah motivasi bagi kalangan milenial di negaranya untuk terus mengukir prestasi di segala bidang.


Diselingi para penampil dari provinsi Bangka Belitung dan dari provinsi Kepulauan Riau ( Kepri), Tim Malaysia menampilkan 13 penari Zapin membuat penonton termasuk Wali Kota dan jajarannya bertepuk tangan terus.
Penampilan 5 mahasiswi Nanyang Technology University ( NTU), Singapura dari berbagai kebangsaan juga tergolong unik. Para penarinya ada yang dari Myanmar, India dan Yunan, China. Oleh sebab itu setelah menari bersama, salah satu penarinya tampil kembali seorang diri mewakili Yunan dan Myanmar.
Saat menari bersama, mereka menari dengan media payung kain mirip payung Tasik dan didukung video penyanyi pengiring dan sejumlah penari dengan gerakan yang sama sehingga di layar lebar yang terpampang di panggung seolah banyak sekali penarinya.
Peserta dari India tampil dengan dua penari saja namun gerakan, kostum maupun lagunya sudah mengikat semua indera penonton untuk menikmati tarian asal Gujarat itu, sebuah wilayah di India yang warganya sebagian kecil beragama Islam.
Dari para pedagang asal Gujarat itu pula teori masuknya Islam ke Indonesia. Jadi dari negeri asal pedagang-pedagang itulah yang menyebarkan Islam ke negri ini. Penari masing-masing menggunakan batang kayu kecil ( stick) lalu menari pula dengan dua lilin menyala di tangan mirip tari piring dari Sumatra Barat.
Kehadiran tiga penari cantik dari Thailand juga mendapat sambutan meriah dari para penonton. Didukung dua layar lebar di sisi kiri dan kanan panggung membuat senyum dan wajah cantik terlhat jelas. Penampilan mereka menjadi ulasan tamu VIP dan penonton lainnya dengan tepuk tangan meriah.

Monolog Laksamana Bentan boleh dibilang penampilan terbaik yang menghibur penonton , dibawakan Samson Rambah Pasir, sastrawan Melayu asal Batam yang tampil memikat di panggung besar KSM 2018 di Lapangan Engku Putri, Batam Center, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) ini.
Episode yang ditampilkannya Megat Sri Rama menjadi rasa baru diantara banyaknya tarian dan dendang lagu Melayu yang disajikan malam Minggu ini. Intonasi suara, ekspresi, dan gestur tubuh sang seniman menjadi paket terbaik monolog itu.
Sebelum sastra tulis berkembang, budaya Melayu sudah mengenal sastra lisan. Sastra lisan berkembang dalam budaya mendongeng. Namun oleh Samson Rambah Pasir yang tampil total dan profesional maka monolognya membawa penonton masuk ke dalam cerita dan berimajinasi dengan leluasa ibarat melihat kisah kehidupan kerajamaan di masa lalu.
“ Sastra Melayu tidak megenal monolog. Hanya saja, pekerjaan monolog ini memang ada. Monolog versi lama Melayu itu ditampilkan melalui mendongeng,” ungkap Samson Rambah Pasir.
Hampir semua produk sastra berkembang di Batam. Baik itu sastra lama dan modern. Monolog ini jadi sastra modern yang ingin menyampaikan tradisi. Konsepnya lebih kekinian, tambah Samson.
Kreasinya itu menjadi bagian sastra lama Melayu yang tampil lebih kekinian dan menjadi pilar budaya ‘baru’ yang terbukti semakin menguatkan diversitas Kenduri Seni Melayu (KSM) 2018.