NASIONAL

Medical Tourism, Kunjungan Turis Indonesia ke Singapura Turun

JAKARTA, Bisniswisata.co.id: Kunjungan wisatawan Indonesia yang melakukan Medical Tourism atau berobat ke Singapura menurun pada tahun 2017. Angka penurunan sekitar 15 hinggal 20 persen, akibat kondisi rumah sakit di Indonesia kini semakin bagus, para dokternya semakin berkualitas juga peralatannya semakin modern.

“Selain itu, ada anggapan rumah sakit di Singapura dianggap semakin mahal. Dengan berbagai faktor itu, orang Indonesia lebih banyak berobat di dalam negeri ketimbang harus ke luar negeri,” papar Arifin NG, Senior Vice President of Singapore Medical Group (SMG) yang ditemui Bisniswisata.co.id di Jakarta, Akhir pekan.

Selain itu, sambung Arifin, ada kecendurungan orang Indonesia ke Singapura bukan untuk berobat namun lebih banyak melakukan konsultasi dengan para dokter tentang penyakit yang dialaminya. Kemudian kembali ke Indonesia dan tidak menjalani rawat inap di Rumah sakit di Singapura. Sehingga terjadi penurunan yang tajam sejak dua tahun terakhir.

“Maaf soal data berapa warga Indonesia yang menjalani medical tourism di Singapura, saya tidak punya. Karena setiap rumah sakit di Singapura enggan membukanya dan merahasiakannya. Namun angka penurunan itu hasil perbincangan kalangan dokter di Singapura.

Namun demikian, lanjut dia, saat ini paling banyak yang melakukan medical tourism ke Singapura didominasi wisatawan dari Amerika Serikat. “Ya mungkin harga pengobatan di Amerika sangat mahal, sehingga larinya ke Singapura,” lontarnya.

Dilanjutkan, saat ini rumah sakit juga para dokter Singapura mulai menjemput bola mengantisipasi penurunan itu, dengan membuka cabang di beberapa negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, Indo China juga Indonesia dan hal ini akan terus berkembang ke bebarapa negara di kawasan ASEAN lainnya.

Karena itu, sambung Arifin, Singapore Medical Group (SMG) membuka The Cancer Centre, salah satu layanan klinik medis unggulan yang tergabung dalam Singapore Medical Group (SMG) membuka di Indonesia dan Vietnam. SMG merupakan sebuah grup dokter spesialis dan penyedia layanan kesehatan swasta di Singapura yang menawarkan beragam perawatan medis yang mendukung kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.

“Kami berdiri sejak tahun 2005 dengan jaringan layanan kesehatan yang melibatkan lebih dari 25 bidang spesialisasi medis, SMG memiliki sederetan klinik medis untuk mendukung kesehatan masyarakat, termasuk The Cancer Centre, yang merupakan salah satu layanan unggulan kami,” katanya.

Klinik ini didedikasikan untuk menyediakan konsultasi lengkap dan pengobatan terkini untuk berbagai penyakit kanker oleh tim ahli Onkologi, perawat dan konselor yang berkualifikasi tinggi, tambah Arifin.

Menurutnya Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia, dan nomor tujuh pembunuh di Indonesia. Tahun 2013, prevalensi penyakit kanker cukup tinggi, mencapai 0,14% (347.792 orang) dari total populasi penduduk. Juga berdasarkan prediksi World Health Organization (WHO), pada 2030 jumlah penderita kanker di Indonesia meningkat tujuh kali lipat.

Saat ini 3 dari 4 orang terdeteksi kanker, seperti Kanker paru, hati, usus, kolorektal, payudara dan serviks adalah beberapa jenis kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Tingginya penderita kanker menggerakkan The Cancer Center yang berpusat di Singapura memberikan solusi dalam menangani penyakit kanker.

Dr. Wong Seng Weng, ahli Onkologi dan Konsultan Spesialis dari The Cancer Centre menilai semua orang memiliki sel kanker di tubuhnya. Sel kanker dapat dibedakan dari sel normal berdasarkan sejumlah karakteristik morfologi, perilaku, dan genetiknya. Juga Sel kanker memiliki perkembangan yang abnormal, dapat menyebar dan menyerang sel normal lain layaknya teroris, dan sel ini tidak memiliki waktu tenggat hidup.

“Jika sel teroris ini sudah menyebar ke organ-organ lain, pemberantasan penyakit kanker secara tuntas sangat sulit dicapai. Jadi deteski lebih dini memang diperlukan agar kanker tidak menyebar,” papar Dr. Wong.

Dilanjutkan, pengobatan kanker umumnya ditentukan berdasarkan stadium kanker dan penyebarannya di dalam tubuh. Secara garis besar, terdapat empat tipe pengobatan kanker: Operasi, terapi radiasi, kemoterapi dan terapi hormon. Kemoterapi sangat umum dilakukan pada pasien kanker karena terapi ini sangat ampuh dalam menyasar sel kanker yang sudah menyebar.

Namun, kemoterapi dapat ikut membunuh sel normal yang sehat selain sel kanker sehingga menimbulkan efek samping tertentu, seperti Alopecia, Neutropenia dan dalam beberapa kasus langka, Cardiotoxicity. Immunotherapy dan Targeted Therapy, jelasnya.

Menurutnya, Immunotherapy adalah pengobatan terbaru yang dapat mengungkap sel kanker – yang sering kali terselubung di antara sel normal yang sehat – untuk kemudian membidik dan menghancurkannya. Terdapat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terapi ini dapat mengurangi risiko perkembangan penyakit atau kematian sebesar 50%, sebuah kemajuan dibandingkan tindakan kemoterapi.

Kelangsungan hidup seorang pasien, sambung dia, tidak ditentukan semata-mata oleh kekuatan sistem imun mereka. Sistem imun tidak dapat menyerang kanker bukan karena lemah, melainkan karena ia tidak memiliki kemampuan untuk mengenali kanker. Dan Immunotherapy tidak digunakan untuk memperkuat sistem imun, namun untuk membantunya mengidentifikasi sel kanker sehingga dapat menyerangnya.

Dengan kata lain, Immunotherapy bekerja untuk mengungkap penyamaran sel kanker yang mengacaukan sistem imun. Ada sistem pemberi sinyal yang digunakan oleh sel normal untuk memberi tahu sistem imun agar tidak menyerang mereka. Sebaliknya, sistem pemberi sinyal yang sama juga digunakan untuk mengidentifikasi dan menyerang sel kanker, lontarnya.

Pengembangan teknologi Immunotherapy memberikan harapan baru untuk pengobatan kanker, terutama kanker yang mudah kambuh seperti kanker paru. Efek samping dari pengobatan ini pun memiliki risiko yang lebih kecil, yaitu ruam kulit ringan yang akan hilang kemudian. Immunotherapy juga dapat melengkapi efek yang dihasilkan dari kemoterapi jika keduanya dilakukan bersamaan.

Sementara, Targeted Therapy merupakan pengobatan yang menggunakan obat yang didesain khusus untuk mengenali dan menghancurkan sel kanker dari jenis kanker yang spesifik – di level molekuler – dengan ‘mematikan’ sinyal pertumbuhan sel kanker yang dapat memicu perkembangbiakan sel.

“Pengobatan ini dinilai efektif karena obat yang digunakan hanya terfokus pada sel yang teridentifikasi memiliki potensi kanker, sehingga sel normal yang sehat tidak terkena dampak dari kemoterapi. Hasilnya, pengobatan ini dapat membantu memperpanjang kelangsungan hidup para penderita kanker payudara dengan status ‘HER2 Positif’ sampai dengan 5 tahun,” jelasnya.

Dr. Wong juga menjelaskan beberapa tipe Targeted Therapy seperti erlotinib dan gefitinib bekerja lebih baik pada pasien Asia, wanita dan non-perokok. Pasien yang menjalani terapi ini juga mengalami efek samping yang lebih rendah, menjadikannya ideal sebagai terapi perawatan jangka panjang untuk mengontrol sel kanker.

Dengan edukasi yang meluas mengenai perkembangan teknologi pengobatan yang revolusioner ini, diharapkan masa depan pengobatan penyakit kanker akan semakin cerah dan semakin banyak nyawa di dunia dapat terselamatkan dari penyakit ini, sambungnya. (NDHYK)

Endy Poerwanto