JAKARTA, bisniswisata.co.id: Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui kenaikan harga angkutan udara sebagai fenomena yang tidak biasa, jika dibandingkan pola tahun-tahun sebelumnya. Inflasi harga tiket pesawat ini tidak biasa karena berdasarkan pola tahun lalu, kenaikan angkutan udara hanya di bulan-bulan tertentu.
“Kontribusinya dominan, tetapi bukan yang utama. Harga tiket pesawat biasanya menyumbang inflasi saat libur Lebaran dan Natal saja. Namun kini mengalami hal yang tak biasa,” tegas Kepala BPS Suhariyanto, di gedung BPS Jakarta, Senin (1/4/2019)
Sebenarnya, lanjut dia, Inflasi bukanlah hal yang aneh dalam ekonomi Indonesia. Andilnya bisa disumbang oleh bahan makanan, makanan jadi hingga sandang. Namun sejak November 2018 ada hal yang tak biasa terkait mahalnya harga tiket pesawat yang menjadi biang kerok dalam menyumbangkan inflasi.
Dipaparkan, pada November 2018 hingga Maret 2019, tiket pesawat menyumbang inflasi masing-masing 0,05 persen (November) 0,19 persen (Desember), 0,02 persen (Januari), 0,03 persen (Februari) dan 0,03 persen (Maret). BPS mencatat, terjadi kenaikan harga tiket pesawat di sejumlah daerah pada Maret 2019.
Di Tual terjadi kenaikan harga tiket pesawat sebesar 32 persen, Bungo 27 persen, dan Ambon 21 persen. Sementara di Tangerang, Maumere, Semarang kenaikannya 16-17 persen. Kenaikan tiket pesawat juga terjadi di beberapa daerah namun angkanya di bawah 15 persen.
BPS berharap dengan adanya aturan baru yang di keluarkan Kementerian Perhubungan akhir pekan lalu bisa membuat harga tiket pesawat turun sehingga tak terus menerus mendongkrak inflasi.
Kemenhub telah mengeluarkan aturan baru terkait penetapan tarif tiket pesawat, pada Jumat (29/3/2019). Aturan tersebut tertuang dalam Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 dengan turunan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 72 Tahun 2019.
Permenhub 20 adalah mengatur tata cara perhitungan tarif, sedangkan besaran tarif batasannya ada di Kepmen 72. Dalam aturan baru ini, Kemenhub menetapkan batas bawah tiket pesawat sebesar 35 persen dari tarif batas atas.
Melalui KM Nomor 72 Tahun 2019 ini, Menhub menetapkan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri untuk setiap rute penerbangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang tercantum dari Keputusan Menteri itu.
Besaran tarif batas atas sebagaimana dimaksud, menurut Keputusan Menteri ini, belum termasuk pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran wajib dana pertanggunan dari PT Jasa Raharja (Persero), biaya tambahan, dan Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).
“Penetapan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dijadikan pedoman bagi Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal menetapkan tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi pada rute yang dilayani setelah mendapatkan persetujuan izin rute,” bunyi diktum KETIGA Keputusan Menhub itu.
Dalam Keputusan Menhub itu diatur juga bahwa tarif batas bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi dengan ketentuan paling sedikit 35% (tiga puluh lima persen) dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan yang ditetapkan.
Menurut Keputusan Menhub ini, Badan Usaha Angkutan Niaga Berjadwal dalam memberlakukan tarif untuk penumpang pelayanan ekonomi harus memperhatikan: masukan dari asosiasi pengguna jasa pengguna jasa penerbangan, perlindungan konsumen, perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, melakukan publikasi, yaitu menyebarluaskan tarif yang diberlakukan melalui media cetak dan elektronika dan/atau dipasang pada setiap tempat penjualan tiket pesawat udara.
“Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam Keputusan Menteri ini, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi diktum KEENAM Keputusan Menteri ini.
Dalam Lampiran Keputusan Menteri itu dicantum tarif batas atas dan tarif batas bawah dari angkutan niaga berjadwal, di antaranya (untuk pesawat dengan penumpang lebih dari 30 seats) yaitu:
1. Ambon – Gorontalo Rp2.107.000 (batas atas), Rp737.000 (batas bawah);
2. Ambon – Makassar Rp2.828.000 (batas atas), Rp990.000 (batas bawah);
3. Balikpapan – Denpasar Rp2.374.000 (batas atas), Rp831.000 (batas bawah);
4. Balikpapan – Makassar Rp1.516.000 (batas atas), Rp531.000 (batas bawah);
5. Balikpapan – Surabaya Rp2.410.000 (batas atas), Rp844.000 (batas bawah);
6. Banda Aceh – Batam Rp3.009.000 (batas atas), Rp1.053.000 (batas bawah);
7. Banda Aceh – Medan Rp1.364.000 (batas atas), Rp477.000 (batas bawah);
8. Banda Aceh – Pekanbaru Rp2.435.000 (batas atas), Rp852.000 (batas bawah);
9. Bandung – Jakarta Rp420.000 (batas atas), Rp147.000 (batas bawah);
10.Bandung – Denpasar Rp2.480.000 (batas atas), Rp868.000 (batas bawah);
11.Bandung – Surabaya Rp1.965.000 (batas atas), Rp688.000 (batas bawah);
12.Banjarmasin – Jakarta Rp2.591.000 (batas atas), Rp907.000 (batas bawah);
13.Banjarmasin – Makassar Rp1.740.000 (batas atas), Rp609.000 (batas bawah);
14.Banjarmasin – Surabaya Rp1.561.000 (batas atas), Rp546.000 (batas bawah);
15.Batam – Jakarta Rp2.544.000 (batas atas), Rp890.000 (batas bawah);
16.Batam – Padang Rp1.390.000 (batas atas), Rp487.000 (batas bawah);
17.Bengkulu – Jakarta Rp1.757.000 (batas atas), Rp615.000 (batas bawah);
18.Bengkulu – Palembang Rp1.061.000 (batas atas), Rp371.000 (batas bawah);
19.Denpasar – Jakarta Rp2.692.000 (batas atas), Rp942.000 (batas bawah);
20.Denpasar – Semarang Rp1.699.000 (batas atas), Rp595.000 (batas bawah);
21.Jakarta – Padang Rp2.608.000 (batas atas), Rp913.000 (batas bawah);
22.Jakarta – Pontianak Rp2.054.000 (batas atas), Rp719.000 (batas bawah);
23.Jakarta – Surabaya Rp1.857.000 (batas atas), Rp650.000 (batas bawah); dan
24.Makassar – Surabaya Rp2.310.000 (batas atas), Rp809.000 (batas bawah).
“Keputusan Menteri mulai berlaku tanggal ditetapkan,” bunyi diktum KEDELAPAN Keputusan Menhub (KM) Nomor 72 Tahun 2019 Tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, yang ditetapkan 29 Maret 2019.
Kini era tarif murah tiket pesawat memasuki babak akhir, yang ditandai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20/2019. Era sekarang ini konsumen akan menikmati tiket pesawat berdasar real cost atau tarif yang sebenarnya dan bukan tiket pesawat dengan tarif murah yang selama ini menjadi ajang perang tarif dan menjurus pada persaingan tidak sehat. (ENDY)