BALI, bisniswisata.co.id:” WEEKEND pulkam yuuuk?” Ajakan teman saya ini adalah tantangan. Dia asli dari Bali Utara, desa Bengkala Buleleng. “Explore babi hitam asli Bali”, lanjutnya. Nah, ini dia, explore babi hitam ditengah semaraknya pemberitaan virus Novelcorona dan African Swine Fever (ASF) —penyebab kematian ternak babi di Bali—.
Pemberitaan dan sebaran medsos tanpa menyebutkan babi jenis apa yang terserang virus ASF. Babi- babi yang tewas tersebut apakah di peternakan besar, kecil, menengah, atau babi peliharaan rumahan? Tanpa menyebutkan jenis babi, jenis kandang dan pakan babinya. Dan sampai saat ini, Balai Veteriner Bali menegaskan status virus ASF di Daerah Bali masih suspect, belum positif. Akibatnya permintaan babi dan daging babi, di perkotaan “terjun bebas”, tetapi masyarakat di desa- desa tidak sepanik masyarakat perkotaan.
“Paparan hoax relatif minim, maklum daerah blankspot, signal up and down, jadi sepentingnya saja berlayar di dunia maya, ” ungkap teman di Rumah Intaran Gede Kresna.
Hal explore babi hitam yang identik dengan kebutuhan upacara di Bali, bukan reaksi atas virus corona atau ASF.
“Mencari solusi menurunnya minat masyarakat untuk beternak babi hitam. Khewan yang diperlukan sebagai pelengkap upacara. Dan beberapa dekade yang lalu beternak babi hitam adalah sebuah gaya hidup rumah-rumah, di desa-desa di Bali,” ungkap Ketua Koprasi Pangan Bali Utara, Tobing Crysnanjaya.
Koprasi Pangan Bali Utara menggelar lokakarya “Beternak Babi Hitam Rumahan”, Sabtu, 15 Februari 2020. Lokakarya dipandu langsung oleh Ketua Koperasi Tobing Crysnanjaya, menghadirkan dua narasumber yaitu Ketut Erawan dari Desa Julah yang beternak babi di pekarangan rumahnya. Dan Jend Oktavianus May, seorang arsitek muda asal Ende, Flores, NTT yang masa kecil dan masa remajanya peternak babi di rumahnya. Mereka adalah orang-orang yang sangat mengerti bagaimana memelihara babi mulai dari mengerti kebiasaan dan ketidaksukaan babi, merawat kandangnya, makanan kesukaannya, pantangan-pantangan dan sebagainya.
Lokakarya ini terbuka untuk umum yang berniat menambah pehaman, seperti biasa, kegiatan di koperasi adalah kegiatan social, tidak berbayar. Semua peminat wajib mendaftar pada Dudek Biroe Saputra agar tuan rumah mempersiapkan diri dan mempersiapkan konsumsi yang cukup. Peserta boleh membawa jajanan atau minuman khas desanya.Dengan catatan tanpa pengawet, tanpa pemanis buatan, tanpa pewarna buatan, tanpa MSG, tanpa kemasan plastik. Atau boleh membawa bibit-bibit otentik untuk dipertukarkan.
.
Babi yang Bahagia
Di tengah derasnya isu virus yang menyerang babi di Bali, kampanye konsumsi daging babi ala Pemrov Bali dan himbaukan “pengingat” masyarakat Bali untuk mepatung (urunan untuk membeli khewan sembelihan). Pengurus Koprasi Pangan Bali Utara, terdorong untuk menyampaikan bagaimana nenek moyang masyarakat Bali yang Hindu, memelihara babi hitam di Bali Utara.
“Babi- babi peliharaan itu, bahagia. Makanannya sehat, hanya dari bahan-bahan alami dan direbus hingga matang. Organik dan vegan. Kandangnya bersih, babi-babi juga dimandikan setiap hari,” ungkap Gede Kresna.
Harus diakui, isu tentang virus ASF ini begitu dahsyatnya sehingga permintaan babi menjelang hari raya Galungan menurun. Padahal babi-babi hitam yang diternakkan oleh masyarakat di rumah-rumahnya dengan cara-cara yang sehat tidak terkena dampaknya. Untuk itu Koperasi Pangan Bali Utara mengajak masyarakat Bali, kembali beternak babi hitam dengan cara-cara yang sehat.
“Konsumsi daging babi sudah kita lakukan sejak dulu dan terekam di dalam DNA kita. Kita tidak mesti meninggalkan tradisi ini, hanya karena pengaruh aliran atau isu global warming yang justifikasinya diambil entah dari mana,” tegas Tobing Crysnanjaya mengingatkan.
Jika dikaitkan dengan program ASEAN Gastronomy Tourism, Bali identik dengan Babi Guling, Lawar, be Tutu dengan base genep nya. Dan ini kudapan yang digandrungi wisatawan RRT, Jepang, Korea dan sejumlah etnis di kawasan ASEAN. Kekhasan olahan dapur anggota (10 negara se ASEAN) tersebut memperkaya khasanah Gastronomy Tourism ASEAN. Memperkaya pilihan, memenuhi selera lidah, paham budaya, respek tradisi.