DENPASAR, bisniswisata.co.id: Ada banyak momentum bagi siapa saja untuk menemukan jati dirinya. Salah satunya seperti dialami seniman lukis asal Bali, Ida Bagus Putu Purwa yang menemukan jati diri dalam berkarya ketika putrinya terlahir dengan kondisi autis.
Saat menggelar pameran tunggal bertajuk “Awak” di Artspace, Artotel Sanur, Kota Denpasar, Bali mulai 23 Mei hingga 30 Juni 2019. Pelukis kelahiran Sanur Denpasar ini, memamerkan 23 karyanya dengan konsep karyanya diwujudkan melalui pencarian kebebasan yang berkesinambungan.
Purwa berkisah jika seluruh karyanya kini ditekankan pada mengelaborasi tentang diri. “Penekanannya lebih kepada tubuh. Tubuh buat saya adalah bahasa universal. Setiap apa yang kita rasakan bisa kita ketahui dari gerak tubuh,” kata alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
“Mengapa saya mengeksplor tentang tubuh? Hal ini berangkat dari ketika saya memiliki putri cantik. Dia punya kelebihan, dia autis. Dia tidak bisa berkomunikasi kala itu. Dari sana bahasa tubuh menghubungkan kita dalam keseharian. Setiap gerak yang tidak diutarakan kita bisa mengerti. Sekarang anak saya sudah bisa berkomunikasi,” lontar Purwa.
Sejak saat itu, Purwa mengaktualisasikan gerak tubuh sebagai bahasa komunikasi. Tak hanya kepada anaknya, namun juga kepada masyarakat luas. Ia pun akhirnya mengekspresikan apa yang dirasa, didengar dan dilihatnya melalui sentuhan cat di kain kanvas dalam bentuk gerak tubuh.
“Akhirnya tubuh saya anggap sarana membebaskan diri dalam konsep berkesenian. Uneg-uneg dan lain sebagainya saya lampiaskam dalam lukisan ini. Semua karya saya berkutat pada permasalahan utama yang saya hadapi tentang diri,” tuturnya.
Dalam berkarya, Purwa awalnya memvisualisasikan diri sendiri dalam kanvasnya. Namun kini ia meminjam tubuh orang lain yang tak lain adalah penari kontemporer. “Ini sebenarnya seperti curhat. Kanvas itu untuk curhat,” ungkapnya.
Meskipun subjek dalam lukisannya kadang-kadang mengambil bentuk atau postur tubuh yang berbeda, mereka sesungguhnya adalah ekspresi dari diri-sendiri. Karenanya, mereka bukan subjek yang benar-benar berbeda, tetapi hanya tubuh sebagai perwujudan dari subjek utama yang sama, yakni seniman itu sendiri.
Karya-karyanya adalah cerminan ekspresi dari pencarian kebebasan dan cerminan dari gerakan-gerakan serta penderitaan dari dorongan diri sang artis untuk menemukan mimpinya. Pameran seni lukis tersebut dikuratori oleh Windi Salomo. Sementara itu, General Manager Artotel Sanur Goya A. Mahmud mengatakan sesuatu kebanggaan pihaknya untuk bekerja sama dengan seniman lokal dari Sanur, Bali.
“Kami berharap pameran tunggal ini dapat dinikmati oleh para pencinta seni kontemporer Indonesia, khususnya yang berada di Pulau Dewata serta para tamu hotel kami,” katanya.
General Manager Artotel, Goya A Mahmud mengaku senang bisa bekerjasama dengan seniman lokal . ia memiliki alasan kuat memfasilitasi seniman untuk berkreasi di hotel yang dikelolanya. “Art itu soul kami. Kami sangat apresiasi lokal artis. Kami membuka ruang besar untuk artis lokal. Sejak kami berdiri, kami sering melaksanakan eksebisi,” ucapnya seperti dilansir Liputan6, Ahad (26/05). (NDY)