KAMBOJA, bisniswisata.co.id: Anda penikmat manisnya madu? Sudah pernah melihat atau justru ikut memanen madu? Tahu juga kah Anda bahwa populasi lebah di seluruh dunia menurun tajam, sejalan dengan kerusakan ekosistem dunia.
Tentu kehilangan populasi satu jenis khewan dalam ekosistem membawa konsekuensi signifikan bagi mata pencaharian di banyak komunitas terkait khewan tersebut. Lebah contohnya, akan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat pemanfaat produk non kayu di hutan.
Kemudian, apa yang bisa dilakukan untuk membantu lingkungan?
Stop penggunaan produk kimia dalam aktivitas sehari- hari. Di kebun halaman Anda misal, gunakan pupuk, festisida alamiah saja, sehingga khewan yang menguntungkan lingkungan tetap hidup dan berkembang.
Lantas bagaimana dengan madu dan lebah? Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa madu dari lebah liar lebih berkualitas dibanding madu hasil lebah yang dibudi daya pada rekayasa kebun bunga berfestisida, dan fertilizer kimia.
Berkaitan dengan produksi madu lebah liar, UNESCO mengeluarkan laporan hasil survey cepat berjudul Beekeeping Ecosystem at Tonle Sap Biosphere Reserve (Beekeeping Ecosystem di Cagar Biosphere Tonle Sap) dalam upaya mempromosikan pengembangan peternakan lebah yang berkelanjutan. Survey dilaksanakan bekerja sama dengan Civil Society Alliance Forum (CSAF/ Forum Aliansi Masyarakat Sipil) Dewan Menteri, dalam kemitraan dengan Asian Cultural Council (Dewan Kebudayaan Asia) dan Asian Vision Institute (Institut Visi Asia).
Laporan ini merupakan studi pertama tentang ekosistem perlebahan, praktik produksi madu dan status lebah serta aktivitas lebah di Cagar Biosfer UNESCO Tonle Sap. Merupakan praktik baru dengan potensi tinggi dan memberikan rekomendasi serta panduan untuk pengembangan peternakan lebah berkelanjutan di wilayah tersebut.
Laporan ini secara langsung melengkapi Proyek Cagar Biosfer Tonle Sap— sedang berlangsung dari UNESCO–, didanai oleh UE, untuk memperkuat konservasi dan mata pencaharian yang berkelanjutan.
Dalam siaran pers, UNESCO mengatakan lebah memainkan peran sentral sebagai penyerbuk, dalam mempertahankan lingkungan alam. Sangat penting, melestarikan lebah dan ekosistemnya dengan mempromosikan pendekatan inovatif untuk pembangunan ekonomi yang sesuai secara sosial, budaya dan berkelanjutan secara lingkungan.
Namun, populasi lebah di seluruh dunia sedang menurun, yang menyebabkan konsekuensi signifikan bagi mata pencaharian di banyak komunitas, terutama mereka yang bergantung langsung pada sumber daya alam seperti hasil hutan non-kayu.
Setelah peluncuran laporan tersebut, UNESCO bekerja sama dengan pemerintah dan mitra pembangunannya, mempromosikan dialog kebijakan untuk mendorong ekosistem peternakan lebah yang berkelanjutan dan pengembangan komunitas praktik peternak lebah di Kamboja. Dan kewajiban pemangku kepentingan terkait dalam upaya ini, memberikan pelatihan pedagogis, dukungan pengetahuan dengan kampanye peningkatan kesadaran untuk menyadarkan peternak lebah dan pemburu madu tentang praktik peternakan lebah dan perburuan madu yang berkelanjutan.
Sardar Umar Alam, perwakilan UNESCO untuk Kamboja, mengatakan bahwa rantai nilai madu liar menyediakan sumber penghidupan penting bagi banyak masyarakat Kamboja yang bergantung pada sumber daya alam. Kamboja memiliki potensi tinggi dalam mengembangkan rantai nilai madu liar dan meningkatkan akses ke pasar bernilai tinggi dari negara lain.
Wakil Perdana Menteri Yim Chhaily, yang juga Ketua Komite antar Kementerian, Koordinator pelaksana proyek Techo Village 100, mengatakan laporan tersebut menjadi dasar untuk konservasi dan pengembangan peternakan lebah di Kerajaan Kamboja.
“Fokus dalam laporan ini merupakan kontribusi berharga bagi pemanenan madu liar yang berkelanjutan dan industri perlebahan liar di Kamboja dan untuk pengembangan lebah liar lokal,” katanya.
Boleh juga kita belajar tentang perlebahan di Cagar Biosfer Tonle Sap, Kamboja.