BANJARMASIN, bisniswisata co.id: Mitos dan kutukan yang sudah tersebar dalam buku-buku kuno ternyata tidak menyurutkan niat Sandy Agustinus untuk mendalami proses pembuatan kain sasirangan Banjarmasin.
Anak SMA dari Kediri, kota di Jawa Timur ini ketika hijrah ke Banjarmasin mengikuti kedua orang tua yang berprofesi sebagai kontraktor, sudah langsung fokus pada kain tradisional khas Kalimantan Selatan , Sasirangan.
Apalagi Sasirangan yang berasal dari Kalimantan Selatan ini telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu dari 33 kain tradisional warisan budaya tak benda di Indonesia.
Sasirangan berasal dari kata sirang atau manyirang yang dalam bahasa banjar berarti menjelujur atau teknik menjahit menggunakan tangan. Motifnya dibuat dengan jahitan dengan teknik jelujur. Kainnya dari sutera, satin, santung, balacu, kaci, polyster, hingga rayon.
Di wikipedia tertulis bahwa awalnya, kain sasirangan diyakini dapat mengobati penyakit dan mengusir roh jahat sehingga pembuatannya dibatasi. Namun sekarang, produksi kain sasirangan sudah diperluas dalam berbagai kebutuhan, salah satunya adalah kebutuhan fashion meski secara umum, pembuatannya masih menggunakan cara tradisional.
Sejak tahun 2010, tradisi Sasirangan secara resmi diakui sebagai salah satu Warisan Budaya Tak benda khas Indonesia dalam bidang Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Sandy yang sudah mencintai wastra nusantara Indonesia langsung bertekad mengangkat sasirangan ke dunia internasional. Wastra nusantara adalah kain tradisional Indonesia yang kaya akan makna budaya. Batik adalah salah satu wastra nusantara yang sudah diakui dunia.
Anak kedua dari lima bersaudara ini setelah lulus kuliah sebagai alumni S1 FISIP Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin bahkan tidak kembali ke Kediri tapi terus menetap di Banjarmasin untuk mendalami proses pembuatan Sasirangan secara otodidak.
Ya betul, Sandy bisa dibilang belajar secara otodidak karena sebagai pendatang maka dia dianggap tidak berhak belajar tentang kain tradisional ini. Selain kain sakral untuk penyembuhan, dalam buku-buku lama yang dibacanya tertulis bahwa pendatang yang belajar sasirangan tangannya bisa ‘kuntung’ ( buntung).
Tak gentar dengan mitos dan kutukan, Sandy tetap ikhtiar bahwa pembuatannya tidak terbatas keluarga kerajaan di Kalsel itu. Pasti ada jalan untuk melestarikannya pada generasi penerus bukan hanya pada pemilik brand-brand sasirangan yang sudah ada.
Berbekal pada keyakinan itulah dia mulai keliling di 13 Kabupaten di Kalsel untuk melatih para perajin sasirangan menggunakan pewarna asli dari tumbuh-tumbuhan seperti Secang, Daun Pepaya, Daun Jati, Daun Rengat, daun Tarum, Kunyit, Pinang, kulit manggis, angsana dan akar mengkudu
Secang, kata Sandy, menghasilkan warna kuning kemerahan, daun jati warna ungu kemerahan dan abu-abu. Sedangkan manggis hasilkan warna biru, ungu, dan merah, daun pepaya untuk waprna hijau alami.
Daun rengat hasilnya hitam, daun tarum hasilkan warna biru, biasa digunakan untuk batik dan pewarnaan kain ulos juga. Untuk kayu angsana hasilnya adalah warna merah dan akar mengkudu jadi warna merah kecoklatan.


Saya pelajari ecoprint dan tekhnik pewarnaan alam . Dari dulu saya sudah suka berinteraksi sosial jadi saya ajarkan para perajin soal pewarnaan dengan bahan alami,”
Di usir dengan siraman air panas
Maksud hati ingin mengajarkan pewarnaan alam pada perajin tapi apa daya ada juga orang yang tidak suka diberikan informasi kebenaran. Di pedalaman dia bertemu dengan perajin sasirangan yang memakai pewarnaan kimia dan membuang limbahnya di sungai.
Sandy lalu mengajarkan pewarnaan alam agar si perajin tidak membuang air limbahnya ke sungai karena sungai dan segala makhluk ciptaan tuhan di dalamnya akan tercemar dari limbah tersebut.
“ Tiba-tiba saya diusir ketika menyampaikan kebenaran padahal sudah sehati-hati mungkin menjelaskan biota sungai dengan bahaya limbah kimia. Karena saya tidak langsung pergi, air rebusan sasirangan coba disiramkan ke saya,” kata Sandy yang bisa menghindar tapi sempat membuatnya syok dan sangat sedih karena menyadari niat baik saja tidak cukup.
Padahal niat melakukan personal social responsibility ( PSR) itu dilakukan dari niat hati yang tulus dan paling dalam secara mandiri. Tapi siraman air panas itu menantangnya untuk membuka usaha Kantan Sasirangan pada tahun 2015.
Tak hanya membangun start-up, Kantan Sasirangan, Sandy yang mendalami proses pembuatan lewat teori dan melakukan berbagai uji coba dengan mendobrak mitos dan ancaman kutukan hingga akhirnya terus mengembangkan karyanya. Melihat kiprahnya ini, salah seorang rekannya justru memaksanya untuk ikut kompetisi Pemuda Pelopor tingkat daerah dan dilanjutkan ke tingkat pusat.
Kemenangannya di daerah ini seolah membuka pintu-pintu keberuntungan lainnya dimana pada 2022 dia memenangkan lomba motif sasirangan memeriahkan harijadi Kota Banjarmasin ke 496 tahun 2022.
Saat Harijadi Kota Banjarmasin ke 497 tahun 2023 motif kain sasirangan karya Kantan Sasirangan mendapat kehormatan menjadi pakaian resmi para ASN Lingkup Pemko Banjarmasin.
Sesuai dengan kesepakatan yang menjadi juara 1 akan diambil oleh pemerintah kota menjadi seragam hari jadi kota Banjarmasin dan event event lain yang ada di pemerintah kota Banjarmasin. Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina yang menyampaikan langsung pada para undangan.
Kain sasirangan dengan menggunakan zat pewarna alam tersebut, dinyatakan juara 1 dalam lomba motif sasirangan dalam rangka memeriahkan harijadi Kota Banjarmasin ke 496 tahun 2022 dan setahun kemudian motif itu menjadi seragam resmi Pemkot Banjarmasin.
Saat itu, Ibnu Sina yang masih menjadi orang nomor satu di kota berjuluk seribu sungai ini menyatakan rasa bangga, dan apresiasinya atas maha karya yang telah diciptakan para pengrajin kain sasirangan Kota Banjarmasin.
“Lomba motif sasirangan kali ini mengambil tema dari ukiran di rumah Banjar. Luar biasa ukiran-ukiran yang ada di rumah adat Banjar ini, motif yang dipilih untuk dijadikan motif sasirangan diambil dari plang ataupun juga ukiran-ukiran lain yang ada di bangunan Banjar, kemudian dituangkan ke sehelai kain, “ kata Sandy mengutip ucapan Ibnu Sina.
Setelah lolos menjadi Pemuda Pelopor tingkat daerah, Sandy Agustinus, pemilik dari Kantan Sasirangan, kembali menorehkan prestasi di tingkat nasional.
Prestasi tingkat nasional Sandy nyambet juara 1 pemuda pelopor tingkat Nasional, bidang agama, sosial & budaya, Kemenpora, yang diselenggarakan di Jakarta, pada 16-18 Oktober 2023.
Sandy mengaku kemenangan-kemenangan itu menambah percaya diri untuk membuat sasirangan mendunia dan banyak mengajak gen Z yang mau melestarikan kain motif sasirangan.
“Tahun 2023 itu menjadi tahun terbaik dari tahun sebelumnya, yang mana dapat membanggakan untuk warga Kalsel di tingkat nasional,” ucapnya.
Bagaimana tidak di tahun itu khususnya Oktober 2023 Kantan Sasirangan berkibar dan berada di tujuh event berbeda dalam waktu yang bersamaan, mulai dari pameran Apeksi di Ternate, Inacraft di Jakarta, South Borneo Expo di Surabaya, juara pada Dekra Show di Banjarmasin, terpilih dalam A Thousand Masterpiece of Art di Milan, Italia.
“Lolos ke program di Milan membanggakan sekali karena ada 3 kota yang terpilih dari Indonesia untuk show di Italia. Kita harus sediakan 10 kreasi fashion sasirangan, dua kali di kurasi hingga akhirnya ditampilkan fashion show di Milan,” ungkapnya.
Karena acara di Milan bentrok dengan penyerahan penghargaan sebagai Pemuda Pelopor maka karya-karya sasirangan yang ditampilkan di Milan dipasrahkannya pada Dekranas Kalsel. Baginya mimpinya sasirangan mendunia sudah mulai terwujud.

Pilihannya tepat karena Sandy berharap dengan menjadi Pemuda Pelopor maka dia bisa menjadi pemuda yang berkapasitas, berkarakter dan berdaya saing, sehingga karya kepeloporan tersebut akan berdampak pada meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat serta upaya menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kesadaran bernegara.
Upaya sasirangan mendunia
Saat dunia mengalami COVID 19, Sandy justru mencurahkan idenya untuk memadukan sasirangan dengan ecoprint.
Ecoprinting adalah sebuah teknik cetak dengan pewarnaan kain alami yang cukup sederhana namun dapat menghasilkan motif yang unik dan otentik.
Prinsip pembuatannya adalah, melalui kontak langsung antara daun, bunga, batang atau bagian lain yang mengandung pigmen warna dengan media kain tertentu. Teknik ini merupakan hasil perkembangan dari teknik ecodyeing, yaitu pewarnaan kain dari alam.
“Ecoprint sudah lebih dulu mendunia, ada orang namanya Indiana Flint pada tahun 2006 mengembangkannya menjadi teknik ecoprint. Ketika itu, Flint menempelkan tanaman yang mempunyai pigmen warna dan menempelkannya pada kain yang berserat alami.”
Sandy ingin membuat Sasirangan mendunia oleh karena itu dia padu padankan tekhnik ecoprint dengan kain Sasirangannya sehingga bisa menyatu dan saling melengkapi dengan warna-warna yang indah.
“ Ini hikmah dibalik musibah, di saat COVID menjelma menjadi wabah dunia, saya malah bisa mendapatkan ide -ide ini sehingga produk kain ini kami sebut Sacoprint ( sasirangan ecoprint),” jelas Sandy yang kini sudah menjadi mualaf bersama adik bontotnya.
Ketika seseorang mampu memaknai musibah adalah salah satu bentuk ujian yang diberikan Allah kepada manusia. Musibah berlaku pada orang-orang yang lalai dan jauh dari nilai-nilai agama maupun orang-orang yang bertakwa.
Bahkan, semakin tinggi kedudukan seorang hamba di sisi Allah, maka semakin berat ujian dan cobaan yang diberikan Allah. Karena Dia akan menguji keimanan dan ketabahan hamba yang dicintai-Nya.“Percayalah hidup kita bisa berarti untuk umat dan selama kita pantang menyerah selalu ada jalan keluar, “ ungkapnya.
Pemuda pelopor ini punya perjalanan panjang untuk mencintai Sasirangan dengan mendobrak mitos dan kutukan hingga akhirnya berbuah kreativitas dan penghargaan yang terus mengalir. “ Apa sudah punya jodoh Sandy ?,” tawanya langsung berderai sambil berucap “ belum cariin dong, “.