DESA WISATA

Jumlah Desa Wisata di Bali Naik 124 Persen

DENPASAR, bisniswisata.co.id: Bali memiliki 110 desa wisata terbanyak di Indonesia. Perhitungan terakhir selama 2018, mengalami grafik kenaikan hingga 124% dibanding pendataan pada empat tahun lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) Bali juga mencatat jumlah desa dengan objek wisata naik 32% pada 2018. Perhitungan terakhir pada 2018, ada 162 desa dengan objek wisata yang sebelumnya pada 2014 hanya 122 desa wisata.

Kepala BPS Bali Adi Nugroho mengatakan data ini didapat lewat melakukan pendataan potensi desa (Podes) yang biasnya dilaksanakan tiga kali selama sepuluh tahun. Pendataan podes sebelumnya dilakukan pada 2014, dan saat ini kembali dilakukan sejak Mei 2018.

Dari data Podes 2018 dihitung Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan kategori tertinggal, berkembang, atau mandiri. Semakin tinggi IPD menunjukkan semakin mandiri desa tersebut.

Hingga perhitungan Podes 2018, tidak ada lagi desa dengan kategori tertinggal di Bali. Bali saat ini hanya memiliki dua kategori yakni desa mandiri dengan persentase 27,67% atau 176 desa dan desa berkembang sebanyak 72,23% atau 460 desa.

“Pendataan potensi desa pada tahun ini mencatat Bali memiliki 716 wilayah administrasi setingkat desa yang terdiri dari 636 desa dan 80 kelurahan, 57 wilayah administrasi setingkat kecamatan, dan 9 wilayah administrasi kabupaten atau kota,” kata Adi Nugroho seperti dilansir laman Bisnis.com, Kamis (3/1/2019).

Meski sebagian kecil desa berkategori mandiri, jumlahnya telah bertambah sebanyak 75% dibandingkan pendataan 2014 lalu. Sementara, desa berkembang berkurang sebanyak 70 desa atau sebesar 15,22% pada 2018 dibanding 2014. Selain itu, desa tertinggal yang sebelumnya tercatat ada empat pada 2014, telah berubah semuanya menjadi desa berkembang pada 2018, tambahnya.

Pengembangan wisata di desa telah menjadi sumber perekonomian baru dengan tetap memegang teguh warisan budaya. Pada umumnya, desa wisata di Bali memiliki tradisi dan budaya yang khas serta didukung oleh alam lingkungan yang masih terjaga.

“Rata-rata nilai Indeks Pembangunan Desa di Bali untuk dimensi transportasi adalah 82,48, dimensi pengelenggaraan pemerintahan desa 77,44, dimensi pelayanan dasar sebesar 70,16, dan dimensi kondisi infrastruktur 64,32, dan dimensi pelayanan publik 60,80,” katanya.

Dia memerinci ada 266 desa atau kelurahan di Bali yang memiliki kegiatan pelestarian lingkungan. Tercatat pula, ada 156 desa atau kelurahan yang melakukan kegiatan pengelolaan daur ulang sampaj maupun limbah.

Namun demikian, masih ada 450 desa lainnya yang tidak melakukan pelestarian lingkungan. Masih pula ada 560 desa lainnya yang belum melakukan pengolahan atau daur ulang sampah.

Kondisi tersebut menyebabkan desa atau kelurahan di Bali memiliki beberapa tantangan salah satunya bencana alam. Jenis bencana alam yang didata pada Podes 2018 adalah tanah longsor, banjir, gempa bumi, tsunami, gelombang pasang laut, angin puyuh, gunung meletus, kebakaran hutan, hingga kekeringan.

Adapun selama 2018 ada 190 desa atau kelurahan yang terdampak bencana tanah longsor, banjir sebanyak 95 desa atau kelurahan, gelombang pasang laut 24 desa atau kelurahan, kebakaran hutan 11 desa atau kelurahan, dan kekeringan 7 desa atau kelurahan.

Selain masalah bencana alam, tantangan lainnya adalah pencemaran lingkungan. Selama 2018, tercatat 130 desa atau kelurahan terdampak pencematan air, pencemaran udara 136 desa atau kelurahan dan 12 desa atau kelurahan mengalami pencemaran tanah.

“Jumlah desa dengan sistem peringatan dini bencana alam ada 613 desa, jalur evakuasi ada 169 desa, desa dengan perlengkapan keselamatan ada 144 desa, dan desa dengan sistem peringatan dini khusus tsunami ada 36 desa,” katanya. (EP)

Endy Poerwanto