Sumaira Issacs, CEO World Tourism Forum Institute.
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Kalangan milenial diyakini memiliki kontribusi unik untuk membangkitkan pariwisata dunia setelah terpuruk akibat pandemi global COVID-19 meskipun hingga saat ini belum nampak tanda akan berakhirnya penyebaran virus mematikan itu.
“Anak muda suka tempat-tempat wisata yang masih natural. Untuk memenuhi keinginan mereka maka yang berkembang pariwisata berkelanjutan atau yang akrab disebut sustainable tourism. Lagi pula hanya 20% negara didunia yang minta persyaratan visa jadi ke depan mereka lebih leluasa bergerak,” kata Sumaira Issacs, CEO Global Tourism Forum, brand dari World Tourism Forum Institute.
Pasca COVID-19, wisata domestik yang menjadi tujuan mereka tapi setelah itu dengan New Normal orang akan bepergian lagi. Apalagi kini banyak negara dengan alasan ekonomi mulai melakukan pelonggaran, pencabutan pembatasan perjalanan dan buka fasilitas publik. Indonesia nampaknya siap menerapkan New Normal, kata Sumaira yang juga Task-Force PM Pakistan.
Sumaira menjadi nara sumber kunci Webinar Internasional ke tiga yang diselenggarakan Sapta Nirwandar, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) yang membidani Indonesia Tourism Forum.
Hadir sebagai nara sumber lainnya adalah Dr Sanithara Pichai, Rektor College of Tourism & Hospitality Rangsit of University, Thailand dan Ken Wong, VP Sales & Distribution Accor Hotels, China.
Dari dalam negri hadir pula Rizki Handayani Mustafa, Deputi Bidang Produk Wisata & Penyelenggaraan Kegiatan ( Events), Adi Satria, VP Sales, marketing & Distribution Accor Hotels di Indonesia, Malaysia serta Singapura serta Safri Haliding mewakili Jakarta Tourism Forum serta Robin Engel, Adviser of Songline Yacht of Indonesia.
Webinar bertajuk COVID-19 Silver Lining and New Tourism Business Model yang dipandu Sapta Nirwandar ini didahului oleh sambutan dari Rizki Handayani Mustafa dimana intinya pihaknya telah siap menerapkan New Normal di bidang binaannya.
Rizki juga siapkan buku panduan, kampanye video dan pelatihan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan industri setempat untuk menerapkan program Cleanliness, Healthy and Safety ( CHS) di destinasi wisata.
” Untuk mendorong bangkitnya event Meeting, Incentive, Conference & Exhibition ( MICE) kami akan memberikan insentif tunai pada airlines dan travel agent yang membawa wisatawannya untuk meeting di Indonesia di samping menggerakan pertemuan di lingkungan domestik,” kata Rizki.
Dr Sanithara Pichai mengatakan Thailand tidak terburu-buru membuka diri untuk wisatawan asing, namun sekarang justru wisatawan domestik yang sedsng didorong untuk berwisata dengan harga voucher yang terjangkau.
” Sebagai warga Bangkok, kalau saya mau beli voucher paket wisata harus keluar daerah karena tujuannya untuk menggerakkan perekonomian daerah. Jadi kami di sini aktivitas sudah mulai normal dan bisa ke salon lagi atau ke spa,” kata Sanithara
Di negrinya, justru yang tidak ada turis asing karena hingga 30 Juni masih tertutup padahal tahun lalu wisman yang berkunjung ke Thailand capai 39 juta orang. Tentu saja sesuai protokol New Normal.
Menurut dia, pemerintah Thailand sedang menggerakkan wisata domestik dan tahun lalu pergerakan wisatawan nusantara ( winus) capai 77 juta orang. Selama pandemi banyak relaksasi kebijakan menyangkut hajat hidup orang banyak serta potongan-potongan tarif listrik misalnya.
” Selama tiga bulan ini juga rakyat diberi stimulus biaya hidup hingga tidak ada kasus baru COVID-19. Bulan Juni masa transisi apakah Juli nanti kami mau terima wisman. Tidak heran begitu masyarakat boleh keluar langsung 1,2 juta orang ketempat ibadah Grand Pagoda,” kata Sanithara.
Sementara Ken Wong dari China bercerita bahwa dia sudah melakukan pertemuan bisnis seperti biasa dan perjalanan dinas Beijing-Shanghai. Tentunya semua mengikuti prosedur kesehatan yang ketat.
” Di pesawat tidak ada pelayanan makanan/ minuman. Semua serba digital dan touchless. Sejak pertengahan Maret aktivitas publik dan bisnis mulai dibuka dan awal Juli penerbangan internasional mulai dibuka karena banyaknya permintaan dari negara-negara lain juga,” kata Jen Wong dari jaringan hotel Accors China.
Robin Engel, pemain lama yang berkontribusi pada perkembangan industri yacht di tanah air mengingatkan di era New Normal bisnis marina, kapal pesiar kecil kapasitas 20 orang, kapal cepat yang menghubungkan antar pulau juga berpeluang untuk mengakomodasi keinginan wisatawan di segmen ini.
” Kapal cepat dari Lombok-Bali ada, tapi dari Anambas-Riau misalnya tidak ada, padahal Indonesia negara kepulauan. Infrastruktur yang dibangun Presiden Jokowi jangan hanya jalan darat tapi investasi marina segera dan diikuti kebijakan lainnya seperti kemudahan barang import untuk marine industry,” kata Robin.
Adi Satria, VP Sales & Marketing Accors Indonesia, Singapura dan Malaysia mengatakan pihaknya beradaptasi dengan situasi pandemi dengan membuat bisnis model yang baru.
” Bersama Gugus tugas COVID-19 misalnya, kami menjadikan Hotel Pullman Jakarta Central Park tempat karantina bagi mereka yang baru datang dari luar negri dan perlu pemeriksaan lebih lanjut,” ungkapnya.
Pemilik jaringan hotel Accor Hotel di Bali yaitu Sofitel Bali investasikan alat pendeteksi tamu yang canggih untuk keamanan dan kenyamanan para staf dan tamu hotel di tengah pandemi. Digitalisasi dan investasi menuju era touchless telah dilakukan untuk menyambut tamu di era New Normal.
“Jadi model bisnisnya kita sesuaikan agar bisnis terus dijalankan guna menyelamatkan karyawan maupun para pemilik hotel,” kata Satria.
Safri Haliding dari Jakarta Tourism Forum mengatakan terkait bisnis model, pihaknya juga tengah merintis Kepulauan Seribu yang selama ini sudah menjadi tempat wisata benar-besar menjadi New Maldive untuk Indonesia mengekor Kepulauan di Maladewa yang mendunia.
Pulau Seribu juga cocok untuk sustainable tourism bahkan bagi yang ingin karantina diri. Namun bisnis MICE yang tetap jadi concern utama karena faktanya 60% wisman yang datang ke Jakarta adalah untuk pertemuan bisnis terutama MICE.
” Pemain industri MICE banyak tapi setahun hanya ada 300 event jadi harus ditingkatkan,” kata Safri Haliding.
Menanggapi hal ini, Rizki Amalia yang akrab disapa Kiki mengatakan Juli mendatang Aparat Sipil Negara ( ASN) akan di dorong untuk membangkitkan lagi aktivitas Travel & tourism dengan melakukan pertemuan di luar kantor dan ke daerah.
Sapta Nirwandar yang juga Wakil Menteri Pariwisata di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pariwisata akan terus menjadi motor penggerak ekonomi dunia.
” VITO (Visit Indonesia Tourism Officer) di Belanda dan Perancis tanya sudah ada paket musim panas yang dipasarkan belum karena ada saja turis dari sana yang ingin ke Indonesia,” kata Sapta.
Ucapannya itu sekaligus menjadi informasi positif meski pandemi belum jelas ujungnya dan kapan bisa berakhir, namun kegiatan pariwisata dengan New Normal sudah harus dijalankan seluruh dunia.
Menyesuaikan model bisnis juga menjadi penentu apakah suatu usaha industri wisata tamat riwayatnya atau terus hidup mengikuti perkembangan jaman.