NEWS

IITCF Terus Kampanyekan Wisata Halal pada Para Vendor

Priyadi Abadi, Ketua IITCF di depan Grande Mosque de Paris. ( Foto: dok pribadi

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Muslim menjadi segmen konsumen yang pertumbuhannya sangat cepat di dunia. Oleh karena itu kini Muslim traveller sudah punya banyak pilihan fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan mereka, mulai dari menu makanan di restoran, fasilitas tempat ibadah dan destinasi wisata yang Muslim Friendly. 

“Halal sekarang sudah menjadi trend di beberapa negara non Muslim. Oleh karena itu IITCF terus meyakinkan para vendor dan negara non-Muslim bahwa halal tourism pasarnya besar,” kata Priyadi Abadi, Ketua  Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF), hari ini.

Negara non Muslim seperti Jepang, Korea, Thailand, Taiwan sudah lama mendeklarasikan sebagai tujuan wisata ramah Muslim atau Muslim Friendly, tambahnya.

Priyadi mengatakan pihaknya lebih dari 10 tahun lalu sudah menggarap paket wisata halal karena kebutuhan Muslim bukan hanya ibadah Umroh dan Haji. Oleh karena itu IITCF banyak mengedukasi travel agent untuk menyusun paket wisata halal,

” Muslim suka bepergian ketempat-tempat populer seperti Menara Eiffel. Namun mereka juga punya kebutuhan untuk melaksanakan ibadah ditengah kegiatan wisatanya, juga harus menyantap makanan halal, ” kata Priyadi

Bicara halal bukan bicara persoalan SARA tapi tambahan pelayanan ( extended service) yang diberikan pada peserta tour yang beragama Islam. Dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen , seorang Muslim traveller juga harus dilindungi kewajibannya untuk shalat, mendapat jaminan makanan halal dan sebagainya.

“Itu sebabnya umat Islam punya hak untuk menjalankan atau mendapatkan kebaikan dari sesuatu yang halal sebagai upaya memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani saat travelling pula” katanya.  

Data GMTI (Global Muslim Travel Index) 2019 menunjukkan bahwa hingga tahun 2030, jumlah wisatawan Muslim  diproyeksikan akan menembus angka 230 juta di seluruh dunia. 

Meski pastinya ada dampak dari pandemi COVID-19, diyakininya hanya bersifat sementara saja Muslim Traveller menunda perjalanannya.

Menurut Direktur Utama Adinda Azzahra Travel & Tour ini, pihaknya tidak surut langkah dalam mengemas paket wisata halal sehingga dalam tour ke Paris misalnya, banyak travel agent dari Indonesia membuat  rencana perjalanan misalnya dari Menara Eiffel dilanjutkan ke Sacre-Coeur.

Basilika Hati Kudus atau Basilique du Sacré-Coeur adalah salah satu landmark Paris yang agung, berdiri tinggi di atas kota di Butte Montmartre kubah-kubahnya berkilau dengan detail dekoratif yang menyerupai hiasan. Sedikitnya ada 300 anak tangga untuk masuk ke dalam bangunan gereja gaya Romawi dan Bizantium ini.

Keindahan Grande Mosque de Paris yang banyak dikunjungi wisatawan Halal Tour dari Indonesia.

Bagi Azzahra Tour yang dipimpinnya, paket wisata halalnya, pilihannya bukan ke gereja itu tapi menyambangi Grand Mosque de Paris atau Mesjid Raya Paris yang terinspirasi dari Masjid Al-Hambra di Spanyol.

” Generasi milenial keturunan Yahudi di Perancis  harus tahu bahwa saat Perang Dunia ke I, banyak lekuhur mereka, orang Yahudi diburu pasukan Jerman dan mereka selamat karena berlindung dan memang dilindungi oleh saudara Muslimnya di Mesjid Raya Paris ini,” kata Priyadi.

Masjid ini didirikan setelah berakhirnya Perang Dunia I sebagai tanda terima kasih Prancis kepada komunitas Muslim di sana yang ikut melawan pasukan Jerman.

Dalam sebuah pertempuran yang berlangsung di daerah perbukitan utara Kota Verdun-sur-Meuse di wilayah bagian utara-timur Prancis pada 1916 sekitar 100 ribu tentara Muslim tewas, ungkap Priyadi Abadi.

Lebih dari sekadar tempat sholat, Masjid Agung Paris juga memiliki hammam, ruang teh, dan restoran. Pengunjung akan dapat memperoleh suvenir  dengan tersedianya toko suvenir serta fasilitas lainnya.

Bangunannya juga indah dan jika menilik lebih jauh setiap detail bangunannya, sarat dengan gaya arsitektur Al-Hambra yang banyak mengadopsi arsitektur bangsa Moor.

Untuk mempertegas gaya Moor, Pemerintah Prancis memerintahkan sejumlah seniman asal Afrika Utara untuk mendesain Grande Mosque de Paris. Komunitas Muslim yang bermukim di Kota Paris pada masa itu merupakan para imigran asal Afrika Utara.

Masjid dengan gaya Spanyol-Maroko itu memiliki menara setinggi 33 meter. Dari atas menara inilah, suara azan berkumandang memanggil orang-orang untuk menunaikan shalat lima waktu. Suaranya membahana di keempat penjuru langit Prancis. 

Menara yang berbentuk segi empat dan dilapisi keramik hijau toska ini mengadopsi kaidah Mazhab Maliki. Pada keramik-keramik tersebut, dapat dilihat kerumitan tatanan dinding yang berwarna abu-abu.

Di dalam bangunan menara, terdapat sebuah tangga menuju bagian puncak menara. Dari kejauhan, bentuk menara ini mirip dengan menara Masjid Hassan II di Casablanca, Maroko.

Oleh karena itu pihaknya selalu mengajak peserta tour untuk beribadah di Mesjid Raya Paris ini dan sejenak menyelami sejarahnya sehingga peserta juga mendapat wawasan luas mengenai perkembangan Islam di Eropa Barat itu.

Di sinilah setiap tahun diumumkan tanggal mulai Ramadhan di Prancis oleh karena itu menjadi tempat beribadah yang penting bagi Muslim Perancis yang jumlahnya terus bertambah seperti halnya di Inggris.

Dalam meyakinkan para vendor sebagai mitra kerjanya, IITCF juga melakukan kunjungan ke beberapa kedutaan terkait program kampanye IITCF tentang wisata halal di Eropa dan Asia.

Bahkan IITCF menebar perangkat sholat di masjid-masjid di Eropa, sebagai bentuk kepedulian dalam menyiapkan fasilitas umat Islam dalam shalat.

” Alhamdulilah IITCF terus berkampanye agar wisatawan Muslim mendapatkan layanan yang minimal Muslim friendly dan menjaga ibadah-ibadahnya tepat waktu,” katanya.

 

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)