Ketua Departemen Pariwisata Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hilda Ansariah Sabri, melongok desa-desa wisata di kota Banjarmasin dan Banjar Baru sesuai program kerja pengembangan desa wisata organisasi profesi itu. Berikut laporan perjalanannya bagian ke lima ( terakhir).
BANJAR BARU, bisniswisata.co.id: Sejumlah petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Porang Makmur Sejahtera (PMS) tengah menanam bibit porang di tanah kavling milik PT Mah Sajajar Djaya sekitar 3 km dari bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin.
Menggarap lahan tanah kavling saja sudah membuat saya penasaran karena lahan yang sedang ditanami bibit itu seluas 2 ha. Tahap kedua di sampingnya ada 6 ha, tahap ke tiga tersedia 17 ha dan tahap keempat ada 117 ha.
Siapa sangka tanaman porang jadi naik daun ? Porang atau dikenal juga dengan nama iles-kiles adalah tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri.
Manfaat porang ini banyak digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, selain juga untuk pembuatan lem dan “jelly” yang beberapa tahun terakhir kerap diekspor ke negeri Jepang.
Umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air, biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental.
Porang bahkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang, demikian dilansir laman resmi Kementerian Pertanian.
Tak heran budidaya tanaman porang sangat populer pada sektor pertanian Indonesia dikarenakan tingginya permintaan ekspor atas tumbuhan ini.
Pasar ekspor porang sendiri meliputi Jepang, Taiwan, Korea, China serta beberapa negara Eropa. Oleh karenanya pemerintah melalui Kementerian Pertanian berencana untuk meningkatkan produksi pengolahan porang yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Membina Kelompok Tani PMS
Adalah Harun Broto Abd Rahman, tenaga ahli dari perusahaan pengembang properti yang kini membina kelompok tani Porang Makmur Sejahtera (PMS).
Tidak tanggung-tanggung, para petani penggarap lahan ini terjamin dalam beberapa tahun kedepan statusnya bukan lagi sebagai petani penggarap tapi menjadi pemilik lahan pertanian porang.
” Soalnya sebagai petani penggarap lahan milik PT Mah Sajajar Djaya kami membimbing para petani yang menggarap lahan kavling ini dengan bagian 30% dari hasil panen. Hak pemilik lahan 50% dan sisanya adalah bagian perusahaan terdiri dari Koperasi Mahligai, tim marketing dan operasional perusahaan,” ungkap Harun.
Pihaknya membina kelompok tani Porang Makmur Sejahtera ( PMS) dengan konsep Agriqultural Maintain System ( AMS) yang merupakan konsep syariah dibawah Koperasi Mahligai. Sudah bukan rahasia lagi, permasalahan krusial yang biasa dialami oleh petani Indonesia adalah dipermainkan oleh tengkulak.
“Ketika panen raya tiba, banyak petani di Indonesia yang menjual hasil panen pada pengepul atau tengkulak. Karena menjual secara individu dan hampir sebagian besar memiliki jenis atau komoditas yang sama mengakibatkan tengkulak bertindak semena-mena. Mereka dengan sengaja membeli dengan harga murah,” kata Harun
Petani Indonesia yang kebanyakan kurang mengetahui kabar pasar dengan mudahnya masuk dalam permainan tengkulak. Dari kejadian ini petani mendapatkan harga jual yang relatif rendah dan banyak kasus diantara mereka mengalami kerugian karena biaya produksi yang tidak sebanding dengan hasil panen.
Koperasi adalah jalan yang tepat untuk para petani agar bisa meningkatkan harga jual hasil panennya. Jika petani-petani membentuk satu kelompok dengan beranggotakan minimal 20 orang lalu menjual hasil panen mereka secara kolektif pastinya akan terkumpul dalam jumlah yang sangat besar.
“Nah disinilah para petani bisa bertindak sebagai price maker dan tingkat harga yang mereka dapatkan dapat lebih tinggi. Poktan PMS bisa menjual lebih efektif yaitu dengan memotong rantai pemasaran,” jelas Harun.
Pasalnya, para petani yang telah bergabung dalam suatu koperasi tidak harus menjual ke pengepul atau tengkulak, tetapi mereka langsung menjual ke pedagang besar. Nah disitulah harga yang mereka dapatkan jauh lebih tinggi dibanding dengan dijual ke tengkulak.
Lokasi tanam di wilayah Cindai Alus Kabupaten Banjar ini terdapat dua lokasi, yakni Pondok Mekar Sari, serta Pondok Indah Sari. Dari 10 grup lokasi itu, tanah di kawasan Kilometer 17 merupakan yang pertama atau terlama, tepatnya sejak 2001 saat usaha masih dimiliki perseorangan.
Kini, owner PT. MAH Sajajar Group, Ali Hasni yang bergerak di bidang penjualan tanah kavling telah menjual tak kurang pada 13.000 orang nasabah perusahaan yang mulai berbadan hukum sejak 2008.
Tanah kavling merupakan beberapa bidang tanah dalam satu kawasan yang sengaja dilakukan pemecahan sertifikatnya, baik oleh perorangan maupun badan usaha yang sah seperti Mah Sajajar Grup, berasal dari sertifikat induk hasil penggabungan maupun satu sertifikat induk biasa.
Sebenarnya tak ada perbedaan membeli tanah kavling dalam satu kawasan dengan membeli tanah kavling biasa bidang per-bidang milik penduduk pada umumnya. Persyaratan dan ketentuan jual belinya sama, ungkap Harun.
Asal melibatkan subyek hukum (penjual dan pembali) yang sah, objek tanahnya pun sah untuk diperjualbelikan, dan menggunakan mekanisme jual beli yang sesuai dengan ketentuan perundangan, maka transaksi jual beli tanah tersebut sah.
Seiring dengan naik daunnya tanaman porang sebagai komoditi ekspor, kini oleh induk perusahaan PT Mah Sajajar Grup, para pemilik kavling ditawarkan untuk memanfaatkan lahan kavling tidur untuk budidaya porang.
” Responsnya bagus karena para pemilik kavling bisa searching di internet semua informasi mengenai potensi porang. Kami juga menjual kavling-kavling baru plus budidaya porang dan gratis perawatan untuk tanah seluas 200 M seharga Rp 50 juta dalam bulan promosi karena harga normalnya adalah Rp 60 juta,” kata Harun.
Lewat konsep Agricultural Maintain System ( AMS) secara Syariah, ke depannya para petani yang biasanya menjadi obyek alias jadi sapi perah, akan menjadi subyek yaitu pemilik usaha dan sekaligus pemilik tanah.
” Oleh karena itu Mah Sajajar Group yang selama ini bergerak di bidang pendidikan, property, Wisata (tour and travel) maupun dibidang budidaya porang ini juga akan mendorong para petani mengelola agrowisata di lahan Cindai Alus ( Pondok Mekar Sari) dan membentuk Kelompok Sadar Wisata guna membangun desa wisata Porang,” jelas Harun.
Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis) PMS
Mendengar penjelasan Harun dari A-Z membuat saya optimistis tahun depan Poktan Porang Makmur Sejahtera ( PMS) sudah bisa membentuk Pokdarwis dan mengembangkan agrowisata Porang.
Apalagi porang yang ditanam musim penghujan di awal bulan 11 dan 12 ini sudah bisa menghasilkan dalam 6 bulan ke depan sehingga kunjungan ke lokasi tanah kavling dan melihat semangat para petani menanam bibit yang akan merubah nasib mereka membuat saya optimistis desa wisata Porang akan terwujud.
Kalau desa wisata Umbul Ponggok di Klaten, Jateng bisa menghasilkan Rp 10,3 miliar/ tahun. Bukan tidak mungkin Poktan PMS di Banjarbaru, Banjarmasin ini kelak juga bisa menjadi desa binaan PWI Pusat dan berkontribusi bagi PAD Pemko Banjarbaru yang menghasilkan miliaran rupiah dari aktivitas wisatawan yang singgah.
Maklum dalam pengembangan desa-desa wisata binaan PWI pusat diharapkan jarak tempuh dari dan ke bandara atau ke ibukota Kabupaten ataupun Provinsi berkisar satu jam saja dan bisa menjadi tempat tujuan untuk wisata kuliner, beli souvenir dan melakukan aktivitas unik sebelum kembali ke kota atau negara asal.
Kawasan Cindai Halus berpeluang dikembangkan sebagai kampung wisata edukasi porang. Apalagi lokasinya hanya sekitar 2,5 – 3 km sebelum Bandara Syamsudin Noor, bahkan menara kontrol pesawat bisa terlihat.
Petani setempat selain bisa mengedukasi masyarakat untuk budidaya Porang dan tanaman tumpang sari lainnya juga bisa memperkenalkan kuliner dari bahan baku porang.
Untuk kuliner kekinian dan menjadi makanan sehat adalah Shirataki dan Konyaku dari Jepang. Tak heran negeri Sakura itu menyerap banyak hasil porang dari Indonesia untuk menjadi bahan baku makanan sehat.
Lewat pelatihan para petani juga akan mahir membuat Shirataki dan Konyaku itu. Di Jepang itu, ada 5 jenis Konnyaku. Namanya adalah Ita Konnyaku, Tsuki Konnyaku, Tama Konnyaku, Ito Konnyaku, dan juga Nejiri-ito Konnyaku.
Ita Konnyaku adalah jenis yang paling sering ditemui di pasar-pasar yang ada di Jepang. Bentuknya balok, jadi bisa dipotong sendiri sesuai selera. Tsuki Konnyaku adalah Konnyaku yang bentuknya seperti mi, tapi tebal dan pendek-pendek.
Biasanya, Tsuki Konnyaku ini lebih sering digunakan untuk masakan-masakan yang ditumis atau digoreng. Kalau Tama Konnyaku bentuknya bulat dan biasanya digunakan untuk masakan-masakan berkuah, seperti sup dan udon.
Nah, kalau yang biasanya dikenal sebagai Shirataki adalah Ito Konnyaku, bentuknya memang seperti mi, dan di Jepang biasanya juga dipakai di masakan-masakan berkuah. Sedangkan Nejiri-ito Konnyaku adalah Shirataki yang dipuntir, sehingga lebih mudah digigit.
Sesuai namanya, penampilan mi Shirataki memang tipis, bening dan memiliki tekstur lembut yang unik. Shirataki merupakan komponen utama dari Sukiyaki, yaitu masakan Jepang yang berkuah dengan daging (biasanya sapi) yang diiris tipis dan berbagai macam sayuran.
Kalau nanti para ibu petani yang tergabung dalam Pokdarwis bisa mengolah masakan kekinian berbahan Shirataki dan Konnyaku dari porang ini maka penghasilannya akan luar biasa.
PT Mah Sajajar Group, PT Angkasa Pura I, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia ( PHRI), Beragam perusahaan tambang dan perusagaan besar lainnya di Banjar Group perlu memiliki kepedulian yang sama untuk membina pokdarwis ini.
Dengan demikian pokdarwis dan agrowisata porang bisa menjadi identitas baru mengangkat citra daerah ini kedunia internasional.
Bukan tidak mungkin Banjar Baru dan provinsi Kalsel ke depan justru ramai dikunjungi oleh investor dari dalam dan luar negri. Namun yang jelas Pokdarwis adalah basis pengembangan pariwisata berbasis dari masyarakat untuk masyarakat. Siapkah ?