Data IATA: 4,5 juta penerbangan di seluruh dunia batal dan estimasi kerugian perusahaan penerbangan hingga Juni 2020 capai US$ 318 triliun. ( sumber : IATA)
HONGKONG, bisniswisata.co.id: Asosiasi Transportasi Udara Internasional ( IATA) menolak aturan jaga jarak (phsyical distancing) di kursi pesawat karena dinilai kurang efektif dibandingkan kebijakan lain untuk pencegahan penularan virus corona di pesawat.
” Soal jaga jarak di kursi pesawat kurang efektif. Sebab, sebagian besar otoritas merekomendasikan jarak 1–2 meter, sementara jarak rata-rata kursi pesawat kurang dari 50 cm,” ujar Alexandre de Juniac, CEO IATA, dalam rilisnya hari ini.
Jaga jarak di kursi pesawat juga dianggap akan membuat maskapai penerbangan merugi. Muatan maksimum pesawat akan terpotong menjadi 62% Hal tersebut berada jauh di bawah rata-rata yaitu 77 %
Aturan yang dianjurkan IATA yakni penggunaan masker, pemeriksaan suhu penumpang, pekerja bandara dan pelancong, pengurangan kontak dengan penumpang atau kru pesawat dalam proses naik dan turun penumpang. Membatasi pergerakan dalam kabin sepanjang penerbangan. Selain itu pembersihan kabin yang lebih sering dan mendalam. Prosedur katering yang lebih sederhana. Terakhir, pergerakan kru pesawat dan interaksi dengan penumpang dikurangi.
Kalau jaga jarak diberlajukan maka biaya akan meningkat, karena kursi hanya sedikit terjual. Dibandingkan tahun 2019, tarif pesawat harus naik secara dramatis hanya untuk menutup biaya. Tarif diprediksi naik antara 43%–54% tergantung wilayah.
“Maskapai penerbangan berjuang untuk kelangsungan hidup mereka. Menghilangkan kursi tengah akan meningkatkan biaya. Jika itu bisa diimbangi dengan tarif yang lebih tinggi, maka era perjalanan dengan biaya terjangkau akan selesai,” kata Juniac.
Di sisi lain, apabila maskapai tidak bisa menutup biaya dengan tarif yang lebih tinggi, maka maskapai akan bangkrut,” lanjutnya. Alasan lain IATA tidak mendukung jaga jarak di kursi pesawat karena tidak ditemukan dugaan transmisi antara penumpang.
Survei Informal
IATA hanya menemukan tiga cara dugaan transmisi virus corona di pesawat, di mana semuanya berasal dari penumpang ke kru. Temuan ini didapat dari Survei informal IATA terhadap 18 maskapai penerbangan besar pada Januari–Maret 2020.
Survei ini hanya mengidentifikasi tiga cara dugaan transmisi virus corona saja. Semuanya berasal dari penumpang ke kru. Sementara empat cara lain merupakan laporan transmisi jelas dari pilot ke pilot yang bisa saja terjadi saat sebelum, dalam, atau sesudah penerbangan termasuk saat pemberhentian en route (layover).
Tidak ada perumpamaan dugaan transmisi virus corona dari penumpang ke penumpang. Pemeriksaan yang lebih terperinci oleh IATA dalam pelacakan kontak 1.100 penumpang dalam periode yang sama. Para penumpang tersebut terkonfirmasi virus corona setelah melakukan perjalanan udara.
Namun, pemeriksaan tersebut juga tidak menemukan transmisi sekunder di antara lebih dari 100.000 penumpang dalam penerbangan yang sama. Hanya dua kemungkinan kasus yang ditemukan di antara anggota kru.
Terdapat beberapa alasan yang masuk akal mengapa virus corona yang terutama disebarkan melalui tetesan pernapasan (droplet respitory) tidak menghasilkan transmisi dalam pesawat yang lebih banyak. Penumpang menghadap ke depan dengan interaksi tatap muka yang terbatas. Kursi menyediakan penghalang untuk transmisi ke depan atau ke belakang (aft) bagian pesawat.
Aliran udara dari atap ke lantai semakin mengurangi potensi transmisi ke depan dan ke belakang bagian pesawat. Terlebih lagi, laju udara tinggi dan tidak kondusif bagi tetesan untuk menyebar dengan cara yang sama dalam ruang lingkup lainnya. Filter High Efficiency Particulate Air (HEPA) dalam pesawat modern membersihkan udara kabin menjadi seperti kualitas dalam ruang operasi di rumah sakit. Filter tersebut juga selanjutnya dibantu dengan sirkulasi udara segar yang tinggi.
Juniac juga menuturkan, mereka harus mendapatkan solusi yang memberi penumpang rasa percaya untuk terbang kembali, dan menjaga agar biaya penerbangan tetap terjangkau.
“Lingkungan kabin secara alami membuat penularan virus sulit karena berbagai macam alasan. Ini membantu menjelaskan mengapa kami melihat sedikit sekali adanya transmisi dalam penerbangan,” kata Juniac.
Dia juga menuturkan, dalam jangka waktu dekat, tujuan mereka adalah membuat lingkungan kabin lebih aman dengan langkah-langkah yang efektif agar penumpang dan kru bisa kembali melakukan perjalanan dengan percaya diri.
Screening (suhu tubuh), penutup wajah, dan masker merupakan beberapa dari banyak tindakan yang direkomendasikan IATA. Namun mereka tidak merekomendasikan pengosongan kursi tengah.
“Kami membutuhkan vaksin, paspor imunitas, atau tes Covid-19 efektif yang bisa diberikan dalam skala yang besar. Semua hal itu sangat menjanjikan. Namun, tidak ada yang akan direalisasikan sebelum kami harus memulai kembali industri penerbangan,” kata Juniac.
Maka dari itu, pihaknya harus siap dengan beberapa langkah. Kombinasi yang akan mengurangi risiko penularan dalam pesawat yang sudah rendah, ujarnya.