KUTA BALI, bisniswisata.co.id: Peringati Hari Kartini di Bali, benar-benar berbeda. Umumnya di pelosok nusantara diperingati dengan pawai, fashion show, talkshow hingga mengenakan busana tradisional Indonesia, kebaya. Namun sejumlah wisatawan wanita dari beberapa negara mengenakan busana kebaya berselancar di Pantai Kuta Bali dalam event bertajuk Kartini Go Surf.
Kebaya dengan beragam ukuran serta warna dan papan selancar disiapkan oleh panitia. Setiap peserta bisa memilih secara bebas papan selancar yang tersedia. Wajib mengenakan kebaya karena untuk mengenalkan kebaya kepada para peselancar luar negeri dan memperkuat kembali nilai-nilai sosial dari Kartini tentang ketangguhan.
Para peserta yang ikut pun tidak diharuskan peselancar profesional. Melainkan, terbuka bagi setiap perempuan yang minimal bisa berselancar. Sejumlah peselancar perempuan dari Rusia, Wales Inggris, Korea Selatan, Jepang, Australia dan tuan rumah Indonesia berpartisipasi memperingati Hari Kartini dengan melakukan fun surfing.
Peselancar asal Wales, Cerys Evans tak henti-henti mengembangkan senyumnya bersama sejumlah peselancar perempuan lainnya. Pasalnya, Evans dan sejumlah peselancar perempuan itu akan melewati hari yang spesial. Mereka bermain di atas ombak dengan berbusana kebaya sebagai bagian dari peringatan Hari Kartini.
“Saya senang bisa merayakan Hari Kartini ini bersama para wanita Indonesia. Ini simbol pemberdayaan wanita di Indonesia. Kalau di selancar, itu berarti bahwa pemain selancar wanita juga bisa sejajar dengan peselancar pria,” ujar Evans seperti dilansir Antara, Ahad (21/04/2019).
Biasanya ia berselancar mengenakan swimsuit atau busana renang yang memudahkan pergerakannya mengontrol papan selancar, kini pakai kebaya diakui sangat sulit. “Memang sedikit susah. Kalau [atasan] kebaya tak ada masalah, tapi bawahan kebaya ini membuat lebih susah bergerak dan berdiri di atas papan selancar, apalagi dengan kondisi ombak hari ini yang lumayan besar,” lontar Evans.
Pengalaman yang sama juga dirasakan peserta asal Korea Selatan, Mina Jo. Menurutnya berselancar menggunakan kebaya memiliki kesulitan dan tantangan tersendiri. “Ini sulit sekali. Biasanya ketika berselancar mengenakan pakaian renang itu juga sudah sulit. Sekarang saya mengenakan pakaian kebaya panjang dan bawahannya. Ini sulit tapi sangat membuat saya terkesan,” katanya.
Salah satu peserta asal Australia, Joyce mengaku bahwa dirinya tertantang ketika ditawari ikut Kartini Goes Surf. Perempuan 27 tahun itu pun mengatakan tak ada kendala dalam berselancar menggenakan kebaya. “Aku bisa berselancar. Tapi kunjunganku di Bali yang kali pertama ini tidak membawa papan selancar, apalagi harus pakai busana kayak Kartini, ini pengalaman luar biasa,” tandas Joyce.
Piping Irawan, panitia pelaksana Kartini Go Surf menjelaskan total, ada 12 peselancar perempuan yang ikut dan berkumpul di Pantai Indopurejoy, Kuta. Menariknya, 7 di antaranya berasal dari luar negeri, seperti Rusia, Inggris, Australia, Jepang, dan Korea Selatan.
“Kami ingin memberikan inspirasi bagi perempuan Indonesia untuk tak gentar menjadi peselancar profesional. Di Indonesia tidak banyak wanita yang menggeluti olahraga ini. Jadi saya harap aksi ini dapat menjadi daya tarik olahraga selancar bagi perempuan di Indonesia,” lontar Piping.
Hari Kartini diperingati bangsa Indonesia saban 21 April. Tanggal itu merupakan hari lahir perempuan pendobrak kesetaraan pada zaman penjajahan Belanda. Kartini yang telah disematkan sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia itu disebut sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Kartini, yang terkenal dengan naskah “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu menjadi inspirasi bagi para perempuan Indonesia untuk memperjuangkan hak dan kesetaraan yang sama. Baik dalam bidang pendidikan, olahraga, pekerjaan, dan hal-hal lainnya. (NDY)