JAKARTA, bisniswisata.co.id: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didesak agar menginvestigasi masalah keuangan Maskapai Garuda Indonesia. Mengingat, OJK punya kemampuan dan kewenangan untuk melihat pihak-pihak yang melakukan praktek penggunaan pemberitaan dalam mempengaruhi harga atau pergerakan saham emiten dengan tujuan penguasaan ataupun sebaliknya.
“Biasanya selalu saja investor publik yang dirugikan, mereka menelan mentah-mentah informasi yang masuk, yang dikuti dengan keputusan jual/beli akibat adanya inisiator (semu), Bahkan, terjadi secara masif membuat sentimennya semakin kuat sehingga menjadi overeaction” lontar Senior analyst Anugerah Sekuritas Bertoni Rio di Jakarta, Ahad (28/07/2019).
Dijelaskan, maskapai plat merah ini merupakan salah satu emiten BUMN yang dipresepsikan bermasalah, apalagi melihat pemberitaan negatif yang masif saat ini, yang menutup seluruh pencapaiaan positif perseroan sepanjang tahun 2019. Jika kondisi ini diikuti aksi jual investor ritel namun di ikuti kenaikan signifikan porsi pemegang saham tertentu.
Wajar jika muncul hipotesis adanya upaya cornering dari pihak tertentu untuk mengumpulkan sahamnya diharga murah dengan tujuan hostile take over atau penguasaan atas perusahaan. “Logikanya kan saham perusahaan yang bermasalah akan ditinggalkan oleh pemegang saham, seperti yang dilakukan investor ritel Garuda Indonesia, tapi ternyata diserap oleh pemegang saham lainnya” jelasnya.
Menurutnya, selain langkah edukasi dari sisi investor ritel yang sudah dijalankan, pihak otoritas juga perlu memberikan shock terapi agar praktek-praktek “nakal” untuk tujuan penguasaan atau sebaliknya terhadap BUMN tidak terjadi lagi.
“Kalau perlu OJK bisa lakukan investigasi terhadap Garuda Indonesia untuk melihat apakah ada upaya cornering atau hostile take over , karena banyak kepemilikan pemegang saham secara the facto punya porsi yang lebih besar dari yang apa tercatat di publik, artinya ada motif disembunyikan, hal seperti ini kan kurang pas ada di BUMN dan perlu diantisipasi,” sarannya.
Hal yang senada diungkapkan Tasril Djamal sebagai masyarakat investor yang sudah lebih dari 20 tahun sebagai investor saham di pasar modal Indonesia, meminta pihak otoritas dalam hal ini OJK melakukan investigasi terhadap saham GIAA untuk mengetahui apakah ada upaya cornering dari pihak tertentu untuk mengumpulkan saham garuda diharga murah dengan tujuan hostile take over.
Cara-cara yang tidak etis dan melanggar hukum, lanjut dia seperti dilansir laman Industry, bisa merugikan negara sebagai pemegang saham terbesar dan juga sangat merugikan pemegang saham publik dan investor kecil. “Gambarannya sekarang itu Garuda Indonesia diobok-obok terus, pada sudah ada progres positif di tahun ini,” lontarnya.
Dalam penutupan perdagangan Jumat (26/07/2019), saham perusahaan yang terdaftar dengan emiten GIAA (Garuda Indonesia Tbk)itu melorot 6 poin atau sekitar 1,52 persen. Saham GIAA berada di zona merah dengan penjualan Rp 396 per lembar saham setelah sempat dibuka dengan zona hijau di level Rp 398. Saham Garuda sempat berada di level terendah di Rp 388. Adapun total frekuensi perdagangan 1.032 kali dengan volume Rp 7,68 miliar.
Garuda sebelumnya merilis restatement atau penyajian laporan keuangan sesuai dengan rekomendasi Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Restatement ini sebagai buntut aksi Garuda membedaki laporan keuangannya untuk tahun 2018.
Dalam laporan restatement-nya, perseroan mencatatkan rugi mencapai US$ 175,02 triliun. Padahal sebelumnya, Garuda Indonesia menyatakan untung US$ 5,01 juta. Garuda Indonesia juga mengalami sejumlah penyesuaian pada indikator aset menjadi sebesar US$ 4.328 juta dari sebelumnya US$ 4.532 juta. (NDY)