JAKARTA,bisniswisata.co.id: Hidup ini bagaikan air yang mengalir. Berjalan seiring dengan berputarnya waktu dan seorang Elva Septinawati yang puluhan tahun memilih kerja kantoran akhirnya dihadapkan pilihan pada keinginan kuat untuk mandiri, berwirausaha tanpa harus mengandalkan penghasilan bulanan dari perusahaan tempat dia bekerja.
“Apalagi di tahun 2016 itu Noval, anak sulung bersiap kuliah dan adiknya Sarah yang duduk di SMP ingin masuk boarding school untuk melanjutkan ke bangku Sekolah Menengah Atas. ( SMA) sehingga butuh dana besar untuk biaya sekolah anak-anak,” ujarnya mengawali.
Seperti ibu-ibu lainnya, dia selalu memprioritaskan untuk antar jemput anak sekolah. Di sekolah Sarah, dia kerap bertemu dengan sang kepala sekolah yang menjadi sosok panutan dan selalu menerima orangtua murid untuk berkonsultasi dengan sikap ramah dan selalu optimistis.
Akhirnya Elva melangkah ke kantor kepala sekolah dan langsung menanyakan bisnis apa yang ditekuni sehingga sehari-hari sang kepala sekolah bisa mengendarai mobil mewah seperti Alphard, Mercedes Benz maupun mobil orang tajir lainnya.
” Ibu bukan orang pertama yang mempertanyakan hal ini. Saya memang guru yang punya hobi otomotif sehingga akhirnya punya bisnis jual beli mobil. Kendaraan yang saya pakai itu kalau ada yang minat pasti saya lepas dan dijual lagi karena memang itulah bisnis saya,” kata sang kepala sekolah.
Dia menganjurkan pada Elva untuk memulai bisnis dengan passion ( gairah) yang disukai sehingga dapat menjalankan bisnisnya dengan nyaman apalagi dasarnya adalah hobby yang sudah dijalani sehari-hari.
Tiba di rumah, Elva merenung, di kantorpun dia berusaha berfikir keras apa jenis usaha yang ingin dijalaninya karena sejak masa kecil hingga SMA dia lebih suka hobby yang dijalani anak lelaki, penampilannya juga cendrung tomboy.
Pencarian menemukan hobby sejatinya akhirnya dibenturkan pada acara bazaar setiap kali dia tampil bersama grup kulintangnya manggung di berbagai tempat. Setelah menikah Elva kerap tertarik memakai perhiasan untuk hijab yang dikenakan ataupun kalung-kalung.
Dia juga aktif ikut grup kulintang yang sering tampil di berbagai acara indoor maupun outdoor seperti bazaar. Di situlah dia tertarik pada sebuah kalung dari Jogya yang bagus seharga Rp 1,5 juta. Elva mengaku menawar hingga harga Rp 1 juta tidak dilepas oleh penjualnya.
Tak bisa mendapatkan kalung itu justru membuat Elva terbuka pikirannya karena dia memiliki banyak koleksi kalung. Kenapa tidak buat sendiri ? dimana belajarnya ? seketika Elva dihadapkan pada dua pilihan yaitu memutuskan berdasarkan logika atau dengan perasaan.
Menggunakan suara hati, perasaan terdalam diri yang ingin didengar dan diekspresikan. Hari itu juga dia mengikuti suara hatinya sendiri, mangajak bujang dan gadisnya ke ITC Mangga Dua dan langsung mencari toko yang menjual batu-batu perhiasan untuk kalung.
Intuisinya seketika berjalan untuk memilih jenis batu yang ada tanpa memperdulikan bahwa dia belum tahu persis berapa jumlah maupun jenis batu sesuai kebutuhannya. Elva mengikuti intuisi, memahami sesuatu tanpa penalaran dahulu.
“Saya tanya sama penjual di toko itu bagaimana saya bisa belajar bikin kalung tapi mereka tidak menyelenggarakan kursus. Anehnya salah satu penjaga toko langsung mengajarkan bagaimana membuat kaitan kalung yang menjadi kunci atau inti setelah kita merangkai sebuah kalung,” ungkapnya.
Intuisi dalam bentuk suara hati yang terus diikutinya hari itu membantunya dalam mengambil keputusan untuk membuat aksesoris dan menjadi bisnis utamanya meskipun sempat bingung dan mempertanyakan diri sendiri, langkahnya ini mengikuti suara hati atau hati nurani ?
Soalnya astrolog Jennifer Racioppi menjelaskan bahwa suara hati adalah kecerdasan bawaan setiap orang. Membiarkan suara hati memandu dapat membantu kita tampil sebagai versi terbaik dari diri sendiri.
Tetapi yang paling mungkin menuntun kita pada kebahagiaan sejati adalah dengan mendengarkan suara hati nurani yang berisi tentang kebaikan, moralitas dan hal-hal yang patut dilakukan manusia, sehingga tidak akan menyesatkan pada hal-hal yang buruk.
Apapun teorinya sepulang dari Mangga Dua, bersama Noval dan Sarah mereka bertiga langsung bahu membahu membuat kalung-kalung cantik ssmbil berlatih diri agar mampu mendengar suara hati yang murni dan bersih, yakni hati nurani sendiri.
” Waktu itu bulan Ramadhan, jadi dalam dua hari kami bisa memprosuksi 9 kalung. Kalau ingat jadi lucu karena sebelum finishing akhir kami jejerkan dulu. Terus dipandang satu persatu, kira-kira kurang apa. Anak-anak memberi komentar untuk memperbaiki penampilan kalung,”
Diborong habis
Bermodal sembilan kalung dengan box cantik yang dibelinya di Mangga Dua, sore itu Elva menghadiri acara buka puasa grup Pengajian Brawijaya yang terdiri dari para sosialita sesama timses Pilpres Jokowi-Jusuf Kalla lalu.
Selesai pengajian dan buka puasa bersama Elva mengeluarkan sembilan box kalung buatannya yang seketika langsung habis dibeli oleh teman-teman sendiri sampai dia langsung sujud syukur setelah sholat Isha.
Masya Allah, keputusannya untuk berdagang dan menetapkan harga sesuai syariat Islam dalam mengambil keuntungan ternyata tepat. Elva hanya menjual 50% dari harga kalung yang dilihatnya dibazaar dan tidak bisa dimiliki karena tidak ada kecocokan harga.
Dengan membuat kalung-kalung sejenis dan packaging yang baik, tidak ada satupun dari jemaah pengajian yang menawar ataupun membeli karena rasa kasihan seperti kebanyakan yang dilakukan orang ketika disodorkan barang dagangan oleh kerabat terdekat.
” Bahagia sekali lihat mereka berebut dan pulang dari hasil penjualan pertama mencapai Rp 6.750 000,” kata Elva terharu.
Sejak itu dia langsung menerapkan pangsa pasar premium dan aktif mengikuti berbagai bazaar. Elva juga kemudian bergabung dengan OK OCE yang punya misi mengembangkan potensi UMKM Indonesia.
“Setelah buka Elva Aksesoris dan terlibat dalam kegiatan pembinaan UMKM akhirnya saya menjadi asesor BNSP dan aktif berbagi pengetahuan sehingga rasanya bahagia sekali ketika mampu mencetak wirausahawan baru,” kata Elva.
Berbagai diklat, pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi BNSP, Metodologi Instruktur, Sertifikasi Kompetensi BNSP ASESOR, jadi tim penggerak Desa Emas, nara sumber beragam pelatihan UMKM dan aktif sebagai ketua Yayasan di kota asalnya di Bandar Lampung menjadi kesibukannya sehari-hari.
Dalam perkembangannya Elva juga dipercaya menjadi Ketua OK OCE Serikat Tani Islam Indonesia ( STII) dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar STII, sejak Februari 2020 hingga sekarang.
“Alhamdulilah saya mengikuti konsep air yang mengalir dan mengikuti suara hati yang mengajarkan pada saya agar senantiasa berusaha memberikan manfaat, melayani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Khairu an naas anfa’uhum li an naas,” kata Elva.
Beragam aksesoris dibuatnya seperti kalung, bros dan aneka bentuk lainnya. Di saat pandemi global COVID-19, dia hanya konsentrasi mengeluarkan tasbih-tasbih cantik termasuk gelang yang bisa berfungsi sebagai tasbih tetapi dalam ukuran gelang karena karetnya elastis.
” Saat umat manusia diseluruh dunia mendapat cobaan, harus lockdown dan lebih punya banyak waktu di rumah maka kedekatan pada sang Khalik lebih intens sehingga tasbih yang lebih cocok. Fungsinya bisa jadi gelang sekaligus tasbih untuk memuji Allah SWT,” kata Elva.
Setelah berwirausaha, banyak hal yang dipelajarinya dan utamanya adalah filsafat air dan mengoptimalkan bergerak dengan mengikuti dorongan hati nurani.
Aliran-aliran air yang kecil bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menjadi sungai besar; jika ingin berhasil, maka kita harus saling membantu dan bekerjasama untuk mencapai tujuan, tambahnya.