FASHION

Tragis, Motif Tenun Sumba Dijiplak

KUPANG, bisniswisata.co.id: Kain merupakan warisan budaya Indonesia yang tak ternilai harganya. Mulai batik, lurik, songket, hingga tenun, seluruhnya mampu menuturkan kisah yang membekas di hati. Lewat kain, manusia mampu mewariskan cerita budaya yang bisa dikenang oleh anak cucu mereka, alias abadi sepanjang masa.

Salah satu kain tradisional yang menarik perhatian tenun Sumba. Layaknya kain tradisional Indonesia lainnya, tenun Sumba punya sejuta motif unik, menarik dan artistik. Bagi warga Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT), tenun Sumba tak hanya sekedar berfungsi sebagai pakaian. Namun berperan sebagai media terciptanya komunikasi dengan orang lain.

Seluruh motif tenun Sumba terdiri dari hewan. Seperti kuda, ayam, rusa, lobster, burung, dan sebagainya. Ini menunjukkan masyarakat Sumba percaya sekali dengan reinkarnasi, percaya ada kehidupan baru setelah mati sehinga menjadi alasan mengapa tenun Sumba bermotifkan hewan.

Bagi kalangan masyarakat Sumba, kuda merupakan simbol kepemimpinan. Kuda selalu berjalan gerombolan. Ayam juga dikatakan memiliki makna yang sama bagi masyarakat Sumba. Semua karena melihat perilaku ayam yang selalu berjalan di depan, diikuti oleh anak-anaknya.

Motif Kakatua pada tenun Sumba menyimbolkan persatuan. Masyarakat Sumba melihat kebiasaan burung Kakaktua yang selalu terbang bersama-sama sebagai hal yang patut ditiru.

Masyarakat Sumba juga menetapkan motif buaya dan kura-kura untuk raja. Motif untuk raja punya itu buaya dan kura-kura. Buaya itu simbol dari seorang raja, kemudian kura-kura itu simbol dari istri seorang raja. Kalau ratu dia pakai motif Patola saja, motif kainnya berbunga-bunga.

Juga ada tenun Sumba yang bermotifkan manusia yang sedang menari. Itu motif manusia yang sedang telanjang. Di hadapan Tuhan itu tidak ada yang tersembunyi. Itu simbol dari Marapu sebenarnya, namanya Anatau.

Hingga tahun 90-an, masyarakat Sumba masih menetapkan aturan ketat bagi pemakai tenun. Tak ada yang boleh menggunakan motif tenun sesuka hati, semua harus sesuai status sosial masing-masing.

Sayangnya, seiring tingginya permintaan terhadap tenun Sumba, aturan ini tak lagi seketat dulu. Kini yang tersisa hanyalah aturan motif buaya dan kura-kura. Sisanya bebas. Tenun Sumba asli hanya terdiri dari dua warna saja, yaitu biru tua dan merah. Sisanya merupakan hasil dari modernisasi. Mempelajari kekayaan makna kain tradisional Indonesia memang tak ada habisnya.

Namun kini muncul penjiplakan motif tenun Sumba oleh desainer muda dari Jepara. Penjiplakan ini mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT. Kasus plagiat motif tenun ikat ini saat acara fashion show di Paris belum lama ini.

“Penjiplakan motif tenun ikat NTT dapat berdampak pada kepercayaan wisatawan. Bisa dibilang dampaknya cukup besar,” kata Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Wayan Darmawan kepada Antara di Kupang, Selasa (2/7/2019).

Dilanjutkan, wisatawan yang peduli dengan kain tenun pasti akan bertanya-tanya mengapa ada motif yang sama di dua daerah yang berbeda. “Hal ini akan berpengaruh pada pariwisata kita sebagai daerah yang memang menjadi awal mula munculnya motif itu,” ujar dia.

Menurut dia motif tenun Sumba sendiri memang sudah dikenal sampai ke dunia internasional. Oleh karena itu kata dia, kasus itu akan berdampak sekali pada NTT. Wisatawan sendiri terkadang melihat budaya NTT sebagai hal yang bernilai pariwisata. Tak hanya di NTT tetapi memang hampir di seluruh Indonesia.

“Kami berharap wisatawan tak terpengaruh dengan penjiplakan tersebut, jika ingin melihat motif asli NTT bisa langsung berkunjung ke NTT,” sarannya.

Wakil gubernur NTT Josef Nae Soi juga mengatakan dirinya menyayangkan kasus plagiat motif tenun Sumba itu. Pihaknya akan segera mematenkan seluruh kain tenun yang ada di NTT, namun sebelumnya kata dia membutuhkan proses yang lama. (NDY)

Endy Poerwanto