PADANG, bisniswisata.co.id: Destinasi wisata batu Malin Kundang yang selama ini menjadi ikonik pariwisata di Pantai Air Manis, Padang, Sumatra Barat (Sumbar) bakal direvitalisasi. Rencananya revitalisasi dimulai bulan depan, dengan anggaran sekitar Rp 15 Miliar.
“Benar, tahun ini akan dilakukan revitalisasi batu Malin Kundang tanpa mengubah bentuk awal dan keasliannya,” kata Kepala Dinas Pariwisata Padang Arfiandi di Padang, Sabtu (20/7).
Pengerjaan proyek, sambung dia, rencananya akan dimulai Agustus 2019. Diharapkan revitalisasi ini bisa menguatkan kembali keberadaan batu Malin Kundang yang merupakan perlambangan cerita legenda yang dikenal secara luas.
Pasalnya, batu Malin Kundang yang sekarang, beberapa bagiannya tertimbun sehingga direvitalisasi untuk memunculkannya ke permukaan. Ia mengatakan anggaran untuk revitalisasi bersumber dari pemerintah pusat sebesar Rp 15 miliar. “Saat ini proses lelangnya sudah selesai dan sudah ada pemenang tender, direncanakan pada Agustus sudah mulai dikerjakan,” katanya seperti dilansir laman Republika.
Pengerjaan itu juga meliputi kawasan pedestrian yang akan dibuat di sepanjang pantai hingga ke batu Malin Kundang. Pedestrian tersebut diharapkan menambah daya tarik pengunjung untuk datang ke pantai Air Manis Padang.
Pantai Air Manis merupakan salah satu primadona pariwisata yang banyak dikunjungi pengunjung, terutama pada hari libur. Terakhir pada masa libur lebaran 2019 jumlah pengunjung mencapai 5.000 lebih dalam satu hari. Salah satu hal yang membuat pantai ini menarik adalah batu Malin Kundang, sebagai perlambangan dari cerita legenda Malin Kundang yang dikenal luas masyarakat di Indonesia.
Memang sebuah cerita rakyat biasanya menceritakan legenda yang ada di suatu daerah tertentu. Malin Kundang, yaitu cerita rakyat dari Minangkabau, Sumatera Barat, tepatnya Pantai Aia Manih, yang dipercaya merupakan tempat terjadinya legenda Malin Kundang.
Banyak orang mempercayai hal itu karena ada sebuah batu yang dianggap sebagai bukti terjadinya cerita rakyat ini. Batu yang dipercaya sebagai bukti terjadinya cerita rakyat Malin Kundang adalah batu yang berbentuk seperti orang yang sedang bersujud.
Uniknya, di sekitar batu yang terlihat seperti sedang bersujud ini juga terdapat bebatuan lain yang dipercaya sebagai benda-benda milik Malin Kundang. Misalnya saja ada tong kayu, tambang, jangkar kapal, sampai puing-puing kapal.
Konon, di perkampungan nelayan Pantai Air Manis atau Aia Manih di Padang hidup seorang perempuan bernama Mande Rubayah bersama anak laki-lakinya, yaitu Malin Kundang. Malin adalah anak yang sangat disayang oleh ibunya, begitu juga dengan Malin Kundang sangat sayang dengan ibunya.
Suatu hari, ada kapal besar merapat ke Pantai Aia Manih. Malin Kundang memutuskan untuk ikut kapal tadi untuk merantau atau pergi ke kota lain, nih. Tujuan Malin Kundang merantau adalah untuk mendapatkan pekerjaan agar bisa membuat kehidupan mereka lebih baik. Saat akan berangkat merantau, Malin Kundang berjanji kepada ibunya untuk segera kembali.
Mande Rubayah pun membekali Malin dengan nasi yang dibungkus daun pisang sebanyak tujuh lapis. Mande Rubayah yang hidup sendirian selalu menunggu anaknya kembali dan menanyakan kepada setiap kapal, yang merapat apakah mereka melihat atau mendengar kabar dari Malin Kundang. Sayangnya, semua orang yang ditanyai oleh Mande Rubayah mengatakan mereka tidak pernah bertemu Malin Kundang.
Suatu hari, Mande Rubayah mendapat kabar dari nahkoda kapal yang dulu membawa Malin bahwa Malin Kundang sudah menikah dengan seorang putri dari bangsawan kaya raya. Mendengar hal ini, Mande Rubayah semakin berharap agar anaknya segera pulang dan ternyata beberapa hari kemudian ada sebuah kapal besar dan megah yang merapat ke Pantai Aia Manih.
Setelah melihat sepasang suami istri yang keluar dari kapal itu, Mande Rubayah yang yakin bahwa laki-laki yang keluar dari kapal adalah Malin Kundang, langsung memeluknya. Namun, Malin Kundang yang melihat wanita tua dan berpakaian lusuh langsung mendorongnya, terlebih istri Malin Kundang tidak percaya kalau wanita tadi adalah ibu Malin Kundang.
Mande Rubayah pun menangis dan memohon kepada Malin untuk mengakui ibunya tapi Malin dan istrinya segera pergi menggunakan kapalnya yang megah. Karena merasa sakit hati, Mande Rubayah berdoa sambil mengangkat tangannya, yaitu kalau laki-laki tadi memang bukan anaknya, maka ia meminta maaf atas perbuatannya. Namun, kalau laki-laki tadi adalah Malin Kundang, maka ia meminta keadilan atas apa yang sudah diperbuat oleh Malin Kundang.
Setelah Mande Rubayah selesai berdoa, langit yang tadinya cerah berubah menjadi gelap dan hujan turun dengan sangat lebat. Badai besar menghantam kapal Malin Kundang hingga hancur berkeping-keping dan terbawa ombak sampai ke pantai.
Setelah badai reda dan Matahari kembali bersinar keesokan paginya, ditemukan kepingan kapal yang sudah menjadi batu dan sebongkah batu yang terlihat seperti tubuh manusia yang sedang bersujud. Batu ini kemudian dipercaya sebagai tubuh Malin Kundang yang terkena kutukan ibunya karena apa yang dilakukannya terhadap Mande Rubayah. (NDY)