HILDA'S NOTE

Dari Jendela “Becik Ketithik ala Ketara”

jendela hati

Apa pemandangan yang terlihat dari jendelaku sekarang?

Nah… kita hendak mulai memandang dari jendela yang mana nih?

Jendela beneran atau Jendela hati?

BAIK saya mulai melihat pemandangan dari jendela beneran, jendela rumah dimana saya bertempat tinggal. Ini sangat menarik! Di luar sana ada kehidupan. Sangat dinamis.

Ada sekelompok anak remaja pelajar SMP, tetangga seberang rumah, pada siang hari bolongpun dengan bahagianya menendang bola plastik kesana kemari. Lapangan sepak bolanya adalah jalan raya beraspal di gang. Ada ke-ria-an, ada kegaduhan, ada suara bola membentur pintu pagar besi, ada teriakan bolanya nyangkut di atas garasi tetangga. Riuh yang bahagia walau sering juga keluar kata-kata makian antar mereka. Pulang sekolah bukannya lelah, tetapi tetap bergerak. Aktif sesuai usia mereka dan saya cenderung melihat pemandangan ini, manusia yang berinteraksi, berbicara dan berbagi emosi dengan spontan. Berkata-kata melalui mulut-mulut ceria usia remaja.

Kehidupan lain yang saya lihat adalah tumbuh-tumbuhan di sekitar pekarangan rumah. Mereka adalah tanaman hias yang sengaja saya tata dan rawat. Tanaman hias inipun hasil hibah teman yang memutuskan pindah menetap di Jakarta, tetapi tidak mau meninggalkan tanaman yang selama ini dipeliharanya terbengkalai. Tanaman hias berdaun hijau segar dan sesekali keluar sedikit bunganya dan bermekaran, menyegarkan mata.

Ada berkah lain dari kebaikan alam, yaitu tanaman liar, yang bisa tumbuh subur dengan begitu saja. Tanaman yang sengaja saya biarkan tumbuh subur karena memberi manfaat, kebaikan dari alam untuk saya. Anda pernah makan tumis daun mengkudu, lalu sayur bening daun katuk? Ini sayuran yang dapat dipetik gratis dari halaman rumah saya.

Dari waktu ke waktu, kehidupan di luar jendela rumah saya sangat dinamis. Juga ada yang pola nya sama. Ada tugu persembahyangan Hindu yang disebut “tugu karang”, ada canang atau dikenal juga dengan nama sajen dengan nyala dupa yang aromanya semerbak wangi masuk ke dalam rumah. Canang yang sengaja diletakkan sebagai bagian dari ritual sembahyang pribadi harian tetangga.

Lalu apa pemandangan dari jendela Anda, teman-teman, bapak ibu sekalian?

Bagaimana pula dengan jendela hati?

Dari literatur yang saya pernah baca, banyak sekali makna dari jendela hati ini. Seperti – Kata-kata adalah jendela hati. Juga “mata” adalah “ jendel hat”i.

Kenyataannya, apa yang terlihat oleh saya, sering kali mengelola dan memicu emosi. Ilmunya adalah hati yang tenang berasal dari terjaganya pandangan.

Tapi…. “yakin lu bisa menjaga atau memagari pandangan, Jeff?”

Begitu salah satu pertanyaan sahabat saya.

Pastinya…. di luar sana, ketika saya bergerak beraktifitas, segala sesuatu akan tampak dengan sendirinya. Pemandangan liar bahkan masuk ke alam bawah sadar. Terkadang kita bisa fokus melihat sesuatu, entah itu bangunan, entah itu papan reklame. Tetapi… segala sesuatu yang ada dia area fokus kita, adalah background yang ikut terekam dalam alam bawah sadar. Memori alam bawah sadar ini hilang timbul dengan sendiri. Bisa saja liar. Maka, disinilah pentingnya memfungsikan jendela hati.

Secara manusia, saya di usia yang cukup matang sekarang, mempunyai sensitifitas yang lebih dibanding teman-teman saya. Bagi saya, mata benar-benar jendela hati. Dari memandang mata lawan bicara, saya bisa mengetahui sebagian isi hatinya. Apalagi kalau memang sosok tersebut punya hubungan erat dalam keseharian. Melalui mata, saya bisa mengetahui apakah seseorang sedang sedih atau gembira, bersimpati atau bahkan membenci saya, bermaksud baik atau jahat pada saya. Mata memang benar – benar tidak bisa berbohong.

Dari mata jugalah hati seseorang bisa merasa tenang, sebab hati yang tenang berasal dari terjaganya pandangan mata yang kita semua kelola dalam hati dan pikiran masing-masing. Hasil pandangan mata yang dikelola aksi dan reaksi di dalam dapur jendela hati.

Dalam wejangan Jawa mengenai jendela hati, dari saat saya piyek belum melethek, usia SD – Sekolah Dasar, ibu saya yang bertampang bule Indo-Belanda, sering melontarkan kalimat Becik Kethitik ala Ketara. (Baca: becik ketitik olo ketoro – “o” seperti kata oplosan)

Apa coba maknanya?

Wejangan atau nasihat dalam bahasa Jawa ini terjemahannya adalah: “yang baik akan kelihatan dan yang buruk akan tampak”

Pada saat itu saya diajarkan untuk selalu jujur dan berbuat baik juga kebaikan bahkan meningkat menjadi kebajikan. Walau sederhana nasehat bahasa Jawa tentang kehidupan ini, sarat dengan peringatan terhadap saya dan pastinya Anda semua. Pesannya agar kita terus berbuat baik, kebajikan, put values to others dalam bermasyarakat.

Kita selalu melihat menelaah dengan mata dan hati terhadap semua orang. Mata kita bisa dikibuli, oleh bungkusan sopan-santun, bungkus mewah kebyar-kebyar. Akan tetapi hati selalu melihat melalui values yang tertanam dipupuk dari pendidikan masa kanak-kanak. Identifikasinya bukan bungkus dan topping, tetapi nilai-nilai kehidupan yang tertanam dalam hati diri kita masing-masing.

Maka kita bisa merasa too good to be true. Bahkan ketika menunjukkan benar-salahnya tidak bisa-pun hati kita merasakannya apakah becik atau ala tergantung dari pengajaran value yang merasuk ke pemikiran juga hati sanubari kita. Pernah dengar kata brain-washed khan? Ya semacam itulah peristilahan bahasa sono-nya kalau menggunakan kata-kata mutiara Jawa.

Values yang tertanam dalam diri masing-masing yang akan tampak secara kasat mata dipandangan orang lain.  Bisa terjadi perbedaan sudut pandang, dan itulah pemandangan dari jendela mata kita.

Jadi sekarang apa pemandangan dari jendela Anda?

Malang, 27 Agustus 2021

Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Consultant untuk Hospitality Industry Indonesia

Jeffrey Wibisono V