JAKARTA, bisniswisata.co.id: Danau Toba kini mengalami kerusakan sangat parah. Kerusakan ini berdasarkan hasil audit Bank Dunia. Penyebabnya beragam mulai banyaknya kerambah, penebangan pohon hingga berbagai persoalan lain menyelimuti. Kerusakan danau terbesar di Asia Tenggara, menjadi perhatian dunia. Jika perhatian ini tidak diantisipasi dengan cepat, masyarakat yang menderita dan pariwisata pun terancam.
“Jadi saya meminta Bank Dunia untuk mengaudit kondisi Danau Toba. Audit itu diperlukan untuk pengembangan Danau Toba sebagai tempat pariwisata. Hasil audit itu, Danau Toba mengalami kerusakan terlampau parah,” lontar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Luhut Binsar Pandjaitan usai menggelar rapat dengan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rodrigo A Chaves di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Senin, 19 November 2018.
Hasil audit penyebab rusaknya Danau Toba salah satunya adalah banyaknya keramba di Danau Toba yang mengganggu kualitas air. Selain itu, adanya peternakan babi yang membuang limbah di Danau Toba ditambah lagi limbah rumah tangga juga dibuang seenaknya di danau vulkanik juga menjadi faktor yang merusak ekosistem danau.
Juga Keramba itu harus dibuang, dibersihkan. Saat ini terlalu banyak keramba yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pembuangan limbah itu mmembuat kadar oksigen di danau Toba hanya mencapai kedalaman 50 meter dari permukaan airnya yang punya oksigen, ternyata di bawahnya itu sudah tidak ada oksigen.
“Selebihnya, sampai dasar danau tak ada oksigen, itu tidak sehat. Ini kan Tidak sehat, jadi itu harus dibersihkan demi keberlangsungan ekosistem di Danau Toba,” ungkapnya.
Menteri Luhut juga mengkritik banyak rumah hotel yang dibangun di sekitar Danau Toba. “Rumah-rumah hotel itu juga ndak bisa di situ. Karena kalau nggak, danau itu bisa habis dan tujuan wisata tidak tercapai,” lontarnya.
Selain itu, yang menjadi perhatian Luhut yaitu terkait perhutanan. Penebangan pohon di hutan-hutan harus segera ditanam kembali. Secara khusus, Presiden Jokowi minta agar dirinya mengambil langkah untuk mengurangi penebangan pohon di hutan. “Kan menjadi tujuan wisata, kalau tujuan wisata lingkungannya nggak bagus siapa yang mau datang,” tandasnya serius.
Merespons kondisi demikian, Luhut menegaskan pemerintah akan mengambil kebijakan dalam waktu dekat. Salah satu yang juga menjadi perhatian, yakni perihal perhutanan. Masalah hutan-hutan di danau Toba arus ditanami kembali. “Saya akan ambil langkah untuk mengurangi. Itu kan tujuan wisata, kalau tujuan wisata environment nggak bagus siapa yang mau datang,” pungkasnya.
Dilanjutkan, audit World Bank itu sebagai pijakan untuk pengembangan pariwisata agar pariwisata Danau Toba lebih maju dan berkembang. “Ingat ya audit tak menyangkut soal pinjaman. Nggak ada urusan itu, kita minta studi, karena World Bank itu yang punya kredibilitas itu. Dia studi. Studi itulah dasar kita kerja,” tutupnya.
Di tempat terpisah, Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Danau Toba (BPODT) sebelumnya menandatangani perjanjian kerja sama dengan tujuh investor untuk pengembangan industri pariwisata di Danau Toba senilai US$ 400 juta atau setara Rp 6,07 triliun. Perjanjian investasi itu diteken di sela-sela pertemuan IMF – World Bank 2018 di Bali hari ini.
Ketujuh investor yang siap membenamkan modal di Danau Toba yaitu PT Gaia Toba Mas, PT Agung Concern, PT Alas Rimbawan Lestari, PT Gamaland Toba Properti, PT Crystal Land Development, PT Asset Pacific, dan PT Arcs House – Jambuluwuk.
Arie Prasetyo, Direktur Utama BPODT, mengatakan pihaknya bakal memastikan pengembangan pariwisata di Danau Toba akan menggunakan pendekatan eco-tourism. Pendekatan yakni menjaga pengembangan dengan menjaga kelestarian lingkungan, melibatkan masyarakat, dan menjaga tradisi budaya setempat. (EP)