NEWS

Belum Jadi Pijakan, Wisata MICE Jakarta Terperosok

YOGYAKARTA, bisniswisata.co.id: Bank Indonesia (BI) menilai pariwisata dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi DKI Jakarta. Sayangnya belum digarap serius dan ditangani secara profesional. Mengingat, Jakarta masih menjadi pusat perekonomian selain pusat pemerintahan. Salah satu langkah yang dapat dikembangkan adalah wisata bisnis atau dikenal meetings, inventive, convention, and exibhition (MICE).

Dari sisi pengeluaran, perekonomian Jakarta didominasi domestic demand, terutama konsumsi rumah tangga. Sementara mesin pertumbuhan ekonomi yang bersifat produktif dan dapat menopang pertumbuhan berkesinambungan adalah investasi dan ekspor. “Dari sisi ekspor, penopang utama ekspor Jakarta adalah jasa. Di dalamnya didominasi pariwisata,” lontar Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta, Hamid Ponco Wibowo dalam keterangan resminya di Yogyakarta, Selasa (16/07/2019).

Dilanjutkan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di Jakarta, paling besar dengan tujuan berbisnis. Jumlahnya mencapai 53 persen. Sisanya 47 persen, bertujuan wisata leisure (meluangkan waktu untuk berwisata). “Pengembangan MICE dapat menjadi pijakan awal untuk mendongrak industri pariwisata Jakarta,” paparnya.

Bberapa faktor yang bisa mendorong potensi wisata MICE di DKI, sambung dia, di antaranya memiliki empat lokasi utama MICE. Pertama, Jakarta Convention Center seluas 15.615 meter persegi dengan kapasitas 16.650 orang. Kedua, Jakarta International Expo seluas 35.487 meter persegi kapasitas 67.000 orang.

Selain itu, Grand Sahid Jaya 5.380 meter kapasitas 6.580 orang dan Bidakara seluas 2.800 meter dan kapasitas 4.440 orang. Potensi besar lain untuk meningkatkan MICE, Jakarta memiliki infrastuktur yang cukup memadai dan akses yang mudah, tandasnya.

Sebagai gambaran, jumlah kegiatan MICE di Jakarta mencapai 652 kegiatan pada 2017, dan naik menjadi 892 kegiatan pada tahun 2018.
Sayangnya, peringkat MICE di Jakarta selama lima tahun terakhir menunjukkan tren penurunan.

Bila pada tahun 2013, peringkat MICE di Jakarta di posisi 94, tahun 2014 menurun menjadi peringkat 130. Anjlok lagi ke peringkat 168 pada 2015, dan peringkat 178 pada 2016 serta terperosok ke peringkat 216 di tahun 2017.

Salah satu kendala yang dihadapi Jakarta meningkatkan wisata MICE adalah kurangnya insentif yang ditawarkan. Kendala ini merupakan pekerjaan besar banyak pihak. “Kurangnya daya tarik yang ditawarkan menjadikan peringkat Kota Jakarta rendah di antara kota-kota penyelenggara MICE lainnya,” sambungnya.

Padahal, jumlah kunjungan wisman ke Jakarta pada 2018 lalu sebanyak 2,8 juta, atau naik 5,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI 2017-2022, pertumbuhan kunjungan wisatawan setiap tahunnya ditargetkan sebanyak 5 persen.

Kepala Tim Advisory dan Keuangan BI DKI Jalarta, M Cahyaningtyas mengatakan sektor pertumbuhan ekonomi Jakarta banyak ditopang oleh jasa. Pemprov DKI telah memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan pariwisata. Terlihat dari anggaran pariwsata tahun 2019 mencapai Rp 800 miliar atau meningkat dibandingkan tahun 2018 sekitar Rp 400 miliar.

Bahkan, RPJMD DKI mendukung pengembangan pariwisata. Hanya saja, dukungan itu lebih cenderung ke wisata leisure saja, tidak menitikberatkan pada wisata MICE. “Kami ingin dukungan itu lebih mengembangkan wisata MICE. Kenapa? Karena wisman MICE tingkat belanjanya lebih tinggi. Mereka lebih lama tinggalnya dan belanjanya bisa 5-10 kali belanja wisman leisure,” ungkapnya serius. (redaksibisniswisata@gmail.com)

Endy Poerwanto