JOGJAKARTA, bisniswisata.co.id: Tiba di desa wisata Pentingsari yang berada di wilayah Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Jogjakarta saat pagi hari membuat kami bisa puas menghirup udara segar apalagi desa ini rimbun dengan pepohonan.
Ning Doto, istri dari Ketua Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis) Pentingsari tengah menyapu halaman rumahnya ketika kami tiba pada 2 Januari 2018. Bersama Marta Uli Emilia, CEO PT Shali Riau Lestari,didampingi Sahala Sitompul, Zefanya Elisha dan Sachio Mazmur Wilbert.
Kereta api eksekutif yang kami tumpangi semalam tiba di Jogja jam 4.30 pagi. Meski di stasiun Tugu kami sudah menyeruput teh panas dan sarapan dengan nasi gudek, aroma teh panas yang disuguhkan tuan rumah dan kue-kue yang dihidangkan langsung menggugah selera.
Kami berkumpul di ruang tamu belakang rumah Doto Yogantoro dan langsung terlibat obrolan yang mengasyikan. Maklum kedatangan Marta bersama suami dan dua anaknya di desa ini bukan sekedar liburan akhir tahun tetapi melakukan studi banding dalam pengelolaan desa wisata.
Pentingsari yang mulai dikembangkan sebagai desa wisata tahun 2008. Kini namanya sudah dikenal baik secara nasional maupun internasional karena menjunjung tinggi kearifan lokal dan telah mendapat penghargaan dari World Tourism Organization ( WTO) sebagai desa terbaik yang menerapkan kode etik wisata di tingkat lokal.
Tak heran pokdarwis Pentingsari sehari-seharinya sibuk melayani beragam organisasi untuk studi banding, praktek kerja lapangan ( PKL) berbagai sekolah maupun universitas hingga kunjungan wisatawan mancanegara.

Desa wisata ini memang sudah terkenal baik secara nasional maupun internasional. Bahkan para pengelola desa wisata dari Bali sebagai destinasi utama di negri ini juga datang ke Pentingsari untuk belajar langsung beragam keberhasilan yang telah dicapai Pentingsari.
“Ibarat produk, Pentingsari adalah sebuah merek namun yang kami jual adalah mengemas beragam kegiatan menggunakan media apa yang dimiliki dan apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari atau disebut Live In,” kata Doto.
Mereka yang hidup dikota besar dan jenuh dengan kehidupan perkotaan maka berkunjung ke desa ini akan menemukan kedamaian dan udara bersih. Aneka tanaman buah dan beragam komoditi lainnya seperti coklat, lada, kopi disamping hasil pertanian lainnya juga tumbuh subur.
Saat kedatangan dan mobil mulai masuk desa maka kita bisa melihat halaman rumah penduduknya ditanami tanaman obat, pohon langka, aneka buah-buahan seperti manggis, jambu kristal, rambutan, mangga, pisang dan aneka buah lainnya. Sambil berjalan santai terbayang bisa menikmati dan memettik langsung buah-buah itu dari pohonnya.
Desa wisata Pentingsari sudah memasuki usia 10 tahun sejak dicanangkan sebagai desa wisata pada 15 Mei 2008. Karena terletak di lereng Gunung Merapi, berwisata ke Pentingsari juga bisa menikmati pesona Gunung Merapi sepanjang perjalanan.
“Dua tahun terakhir penghasilan desa wisata ini mencapai Rp 5 miliar dengan penduduk yang umumnya bertani tapi juga terlibat dalam beragam kegiatan tamu di Pentingsari. Sejak tiba, para tamu sudah di sambut dengan tarian dan yang menari warga desa sendiri,”jelasnya.
Menurut Doto dari penghasilan Rp 5 milyar per tahun itu hanya 10% yang masuk ke kas Pokdarwis dan menjadi dana sosial untuk membantu warga yang kematian, sakit, pembangunan fasilitas wisata.
“ Jika fokus menyediakan jasa untuk wisarawan, kerja 10 hari juga sudah mendapatkan penghasilan diatas UMR. Oleh karena itu pokdarwis giat memasarkan Desa Wisata Pentingsari yang disingkat Dewi Peri di berbagai media sosial,” jelasnya.
Coba simak bagaimana desa ini bisa menghidupkan warganya dari beragam aktivitas yang ditawarkan.
Menginap di home stay (3 x makan/1 x snack), Sewa arena outbound/campingground, Sewa Pendopo / Aula, Sewa Joglo, Sewa sound system,Tour guide lokal.
Untuk paket dan atraksi wisata ada
kunjungan obyek pertanian, perkebunan, atraksi bajak sawah/tanam padi, atraksi wiwitan/panen padi (jika musim), memancing/tangkap ikan, tracking/petualangan,
sepak bola lumpur, outbound/Field trip TK – SD, SMP, SMA, perguryan tinggi, gowes dan lainnya.
Kegiatan atraksi seni dan budaya yang ditawarkan seperti penyambutan/punokawan/Jathilan, Cokekan/Karawitan, belajar gamelan, belajar tari klasik, paket kenduri, paket atraksi kuliner, belajar membatik, kreasi janur, kreasi wayang suket dan atraksi ronda malam.
Untuk seluruh jasa yang ditawarkan maka yang melayani adalah warga desa sendiri. Sedikitnya 30 orang menjadi pengurus pokdarwis dan 125 warga terlibat langsung dalam beragam aktivitas yang ditawarkan.
Jumlah rumah penduduk yang menyisihkan sejumlah kamarnya untuk menginap tamu wisatawan mencapai 55 rumah sehingga bila ada rombongan sampai 200 an orangpun bisa tertampung di homestay milik penduduk.
“Alhamdulilah kehidupan masyarakat setelah menjadi desa wisata meningkat pesat. Kalau sebelumnya keuntungan menjadi petani sayur hanya Rp 500 ribu/bulan. Maka setelah terlibat dalam aktivitas desa penghasilannya jadi Rp 1.5 juta perbulan,” kata Doto.
Ilustrasi penghasilan sebuah keluarga di desanya misalnya seperti ini: sang ayah mengurus kedatangan tamu, si ibu menyiapkan jamuan bersama ibu PKK lainnya, sang anak jadi pemandu wisata maka seisi rumah sudah mendapatkan penghasilan sendiri.sendiri.

Rasa memiliki
Bagaimana caranya meyakinkan warga desa bahwa mereka tidak perlu eksodus ke luar desa untuk mencari matapencaharian ? bagaimana pula mengikat sarjana-sarjana dari desa untuk membangun desanya tidak perlu ke kota untuk mencari pekerjaan ?.
Doto mengungkapkan bahwa 15 tahun lalu sekitar 20% tanah di desa sudah jatuh ke investor dari kota. Maklum secara geografis, desa wisata Pentingsari berada di bawah kaki gunung Merapi, membuat desa ini selalu di selimuti hawa sejuk baik siang atau pun malam dan tanahnya subur.
Memang jika diperhatikan di Peta, bentuk geografi dari desa wisata Pentingsari terlihat unik, berbentuk seperti semenanjung, di sebelah selatannya terdapat lembah Ponteng dan Gondoran, di sebalah barat terdapat lembah yang curam yaitu kali Kuning.
Di timur juga terdapat lembah Kali Pawon, dan di sebelah utaranya merupakan pemukiman warga lokal dan hamparan luas dari pemandangan gunung Merapi.
Doto dan istri yang sama-sama lulusan sarjana Perikanan Institut Pertanian Bogor ( IPB) akhirnya kembali ke kampung halamannya, Pentingsari, jogjakarta. Mereka bahkan meninggalkan usaha yang sudah dirintis di ibukota Jakarta dan menyerahkan pada kerabatnya.
“Kita harus menggali potensi yang ada di desa sehingga bisa hidup lebih makmur dan tidak perlu menjual tanah ke orang-orang kota. Kalau bukan kita yang peduli dan punya rasa memliki siapa lagi yang mau mempertahankan desa dari intervensi asing ?,”
Pendirian Doto dan Mardi, sesepuh desa untuk menggali potensi desa menjadi desa wisata ternyata terbukti. Selain menjadi desa wisata utama di Jogjakarta dengan segudang prestasi dari dalam dan luar negri,.
Doto Yogantoro sendiri juga terus mengukir prestasi dan dua tahun berturut-turut menjadi juri Community-Based Tourism (CBT) dan homestay di Indonesia. Tahun lalu pak Doto berhasil meloloskan 5 homestay ke Manila, Filipina dan berhasil menyabet penghargaan Asean Homestay Award.
Dia juga menjadi ketua Forum Komunikasi desa wisata di Kabupaten Sleman dan menjadi trainer terbang yang membimbing desa-desa lainnya di seluruh Indonesia untuk membentuk desa wisata.
Membangun desa wisata yang digerakan masyarakat, dirancang oleh masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya juga dinikmati oleh masyarakat membutuhkan proses yang panjang.
Mardi, mantan kepala desa dan sesepuh Pentingsari saat ditemui di rumahnya mengatakan tidak mudah meyakinkan masyarakat setempat untuk menjadi desa wisata. Namun sebagian besar warga tidak yakin tamu mau datang.
“Biasanya mereka yang sudah menjadi pegawai dan merasa punya pendidikan tinggi. Kelompok masyarakat inilah yang paling sulit diyakinkan dan cenderung menolak. Pada warga yang seperti itu biasanya saya dekati secara pribadi dan pelan-pelan dikasih tugas misalnya disuruh menelpon dan berkordinasi dengan organisasi yang mau datang sehingga akhirnya lama-lama mendukung juga,” kata Mardi.
Alhamdulilah, ujarnya, kini hanya 1-2 orang yang tidak mau mendukung aktivitas desa wisata. Pengurus Pokdarwis harus fokus pada semua warga yang mendukung dan meyakinkan bahwa mereka harus kompak, kerja keras dan mampu merancang kegiatan.
“Yang menjadi andalan utamanya bukan desanya tapi kemampuan merancang aktivitasnya. Oleh karena itu kegiatan Live In yang jadi primadona. Seminggu tidak ada tamu rumah rasanya sepi,” kata Mardi yang rumahnya menjadi homestay dan kerap dipilih mantan Menbudpar I Gde Ardika untuk menginap.

Andalkan Live In
Dengan menjual kehidupan keseharian, desa wisata Pentingsari tidak menjual fasilitas mewah. Standar dari homestay juga adalah rumah biasa dengan standar minimal tempat tinggal. Namun siapa sangka Menteri, pengusaha, pejabat, akademisi hingga beragam komunitas selalu mengunjungi desa wisata Pentingsari.
“Prinsipnya tamu datang lewat satu pintu dan harus reservasi. Kordinator homestay akan membagi dengan adil dan transparan sehingga 55 rumah yang menjadi homestay kamar-kamarnya terisi,” jelas Doto.
Pihaknya berprinsip tidak boleh di jajah oleh tamu dan pengunjung yang pulang hari. Tamu juga harus menghormati dengan tata krama desa sehingga tetap menjaga ketenangan dan ketentraman desa.
Para tamu yang membuat acara di desa tidak boleh menggunakab sound system lebih dari 3000 Watts. Pihaknya juga mempunyai tim sweeping jam ibadah. Saat waktu ibadah maghrib sampai dengan isya tidak boleh ada kegiatan di desa dan jam 10 malam tim juga sweeping tamu yang berkunjung.
“Sekitar 95% masyarakat desa wisata Pentingsari adalah muslim namun pengunjungnya terkadang 100% non-muslim tapi mereka bisa menghormati masyarakat yang menjadi tuan rumah.” kata Doto sambil mengajak kami berkeliling desa.
Kami mampir kerumah warga yang sedang melakukan persiapan hajatan pernikahan putrinya, salah satu pemandu wisata desa Pentingsari yang ayu. Ning Doto dan para ibu lainnya sudah 3 hari membantu pemilik hajat untuk menyiapkan konsumsi.
Kami Lalu berkunjung ke kelompok tani Tunggaksemi yang mengolah kopi robusta. Informasi cara mengolah kopi ini kita dapatkan di rumah kopi sebagai bagian dari atraksi andalan Desa Wisata Pentingsari.
Setiap pengunjung diberikkan arahan dan informasi mengenai pengolahan kopi robusta secara tradisional, lengkap dengan penjelasan nilai-nilai edukasi dan ekonomi yang bisa dipetik dari wisatawan.
Zefanya Elisha dan Sachio Mazmur Wilbert betah melihat cara pemanggangan kopi. Pengalaman ini memberi kenangan tersendiri. Dengan mengenalkan proses, terbukti wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Pentingsari akan merasakan nilai-nilai budaya dalam pertanian.
Setiap kali melewati rumah penduduk yang tengah beraktivitas di depan rumah, secara spontan wajahnya akan tersenyum dan mengajak mampir. Hari sudah menjelang magrib sehingga kami meneruskan perjalanan pulang ke homestay Doto.
Begitulah kehidupan di desa wisata Pentingsari, desa wisata alam dan budaya yang menjunjung tinggi kearifan lokal serta mengedepankan kepedulian sosial sebagai daya tarik utamanya.