JAKARTA, bisniswisata.co.id: Kondisi pandemi global tidak menutup peluang traveler untuk melakukan perjalanan terutama ke berbagai daerah sepanjang menerapkan protokol kesehatan yang baik dan benar.
” Pandemi global COVID-19 itu sebenarnya trainer coach kehidupan yang diturunkan ke muka bumi oleh Allah SWT, sang pencipta untuk seluruh penduduk dunia bernama virus Corona,” kata Hilda
Menurut dia meski seluruh dunia merasakan dasyatnya wabah penyakit ini secara merata dan melumpuhkan industri pariwisata namun bukan berarti tidak ada celah untuk kembali melakukan perjalanan wisata terutama setelah obyek-obyek wisata dibuka kembali mulai Juli 2020.
Berbicara pada Talkshow Live Instagram Komunitas Asah Kebaikan dengan tema Pengalaman Berwisata di Masa Pandemi, 14 Januari jam 20.00, kepada Yeffi Rahmawati, sang host yang juga Founder Indonesia Trip.com dan founder Komunitas Indonesia Trip, Hilda Sabri Sulistyo mengatakan mulai melakukan trip 20 September 2020 ke Jogyakarta.
Setelah itu hingga November 2020 dia sudah menjelajah Semarang, Jawa Tengah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan Bali, pintu gerbang destinasi wisata utama di negri ini. Selama perjalanan dia selalu bawa handsanitizer, tisue basah, tisue kering di dalam tas serta tidak banyak melakukan sentuhan ke benda-benda disekitar.
Patuh mengikuti protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak dan sering menyemprotkan tangan setelah memegang benda-benda umum dan mencuci tangan saat di toilet dilakukan dengan teliti.
“Perjalanan pertama datang ke terminal 3 Soekarno-Hatta. Tangerang, datangnya terlalu awal 2, 5 jam sebelum keberangkatan. tapi saya mengkondisikan diri agar happy mengikuti prosedur yang berlaku mulai dari antri menyerahkan hasil Rapid test, lalu antri di counter maskapai, masuk ruang tunggu hingga akhirnya boarding,” kata Hilda Sabri Sulistyo.
Founder bisniswisata.co.id dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat ini mengatakan mengkondisikan diri untuk merasa senang, excited dan bahagia di dalam perjalanan sangat penting karena meningkatkan imunitas tubuh.
” Saya merasa yang paling berkesan justru di Bali karena setelah dapat undangan Rapat Kerja Nasional dari Kemenparekraf selama 3 hari di Nusa Dua, saya memperpanjang tinggal 4 hari lagi sehingga total 7 hari dan bisa berinteraksi dengan warga dan melihat langsung kondisi Kuta, Legian dan sekitarnya yang seperti kota hantu karena tidak ada aktivitas,” kata Hilda.
Rencana berkeliling obyek wisata di Bali dibatalkan karena waktunya habis untuk diskusi dan menyemangati kalangan ujung tombak pariwisata di Denpasar dan sekitarnya yang sudah kehilangan semangat akibat pandemi yang berkepanjangan.
” Para driver mobil sewaan yang jadi ujung tombak pariwisata bukan cuma mengeluh tapi benar-benar tidak tahan hingga menangis. Ada yang minta beras dari media sosial seperti Facebook,”
Pulang dari Bali, kata Hilda, dia putuskan menggalang dana dari sejumlah teman dan driver dapat bantuan per orang Rp 2 juta untuk modal istrinya usaha. Ada yang buat kue titip-titip di warung, ada yang jual sarapan pagi, lauk-pauk mateng dengan harga terjangkau dll.
” Perjalanan ke Bali sarat dengan pengalaman spiritual oleh karena itu saya mendorong komunitas Asah Kebaikan ini untuk mulai pelopori wisata domestik ke Bali. Komunitas ini kan dipelopori oleh 7 jurnalis senior, masing-masing bawa 5 orang sudah terkumpul 35 orang yang bisa berwisata ke Bali,” kata Hilda.
Bali sangat mengandalkan perekonomian dari berbagai jasa yang terkait dengan pariwisata sehingga kunjungan wisatawan domestik ini akan menggerakkan dampak berganda ekonomi setempat.
“Intinya saat berwisata, patuh pada 3 M, masker jangan buka-lepas dengan alasan mau foto cantik, mau makan dan alasan lain. Hanya waktu mengunyah makanan saja masker saya turunkan setelah itu di restoran, di dalam ruangan, di dalam cabin pesawat dimanapun di tempat umum tidak lepas masker,”
Dia juga memuji obyek wisata yang menerapkan protap keseharan dan petugasnya berkeliling seperti di Grand Maerakaca, Semarang, taitu Taman Mini Jateng yang luasnya 20 hektar, harga masuk murah dan petugasnya terus berkeliling mengawasi pengunjung untuk ikuti protap kesehatan.
Hilda mengatakan masyarakat butuh wisata, menyegarkan pikiran, menjauhi stress dari berita duka kematian dan korban keluarga yang terus berjatuhan setiap hari. Di sisi lain disiplin dan patuh dengan aturan di era New Normal juga menjadi solusi keseimbangan hidup.
Pihaknya berharap masyarakat terutama kalangan milenial mampu menjadi pelopor untuk kegiatan wisata domestik sambil melakukan kegiatan kepedulian sesama umat, berbagi ilmu pengetahuan atau sekedar mengedukasi warga desa dengan pelatihan digital atau aktivitas lainnya.
Yeffi Rahmawati yang juga pendiri Komunitas Indonesia Trip juga berharap pemerintah Indonesia segera membuat program-program menggerakkan wisata domestik seperti di Singapura, Thailand sehingga perekonomian dan aktivitas pariwisata bangkit.
” Kita tunggu saja gebrakan Bang Sandi (Menparekraf) untuk wujudkan wisata kemanusiaan dan jenis wisata lainnya agar para ujung tombak pariwisata juga kembali optimistis,” kata Yeffi.