MANADO, bisniswisata.co.id: Pemberitaan palsu alias Hoax mengenai erupsi Gunung Soputan pada Oktober lalu terbukti menurunkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Sulawesi Utara (Sulut) hingga 34,4%. Memang Gunung Soputan sempat alami erupsi dengan menimbulkan kolom abu vulkanik ke udara setinggi 4.000 meter.
Saat itu media sosial marak beredar sejumlah hoax yang disebut sebagai erupsi Gunung Soputan. Hoax yang dimaksud antara lain foto erupsi Gunung Sinabung pada 2014, juga video erupsi dan larva gunung di Amerika Serikat bagian Selatan. Kabar hoax dibantah Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui akun resminya. Namun tak mampu menimbulkan kepercayaan wisatawan asing datang.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara Ateng Hartono memaparkan, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Sulawesi Utara melalui pintu masuk Bandara Sam Ratulangi pada Oktober 2018 sebanyak 8.342 orang, menurun 34,47% dibandingkan September 2018 sebanyak 12.730 orang.
“Tanggal 3 Oktober ada erupsi Soputan dan sempat beredar hoax. Dampaknya teman-teman wisman terutama asal China agak distop [kunjungannya] sebentar. Padahal meletusnya tidak sedahsyat hoax yang menyebar,” ujarnya, Senin (03/12).
Ateng melanjutkan, berdasarkan negara asal, wisman terbanyak masih berasal dari China sebanyak 6.763 orang, disusul Jerman sebanyak 302 orang, Amerika Serikat 139 orang, Inggris 107 orang, SIngapura 105 orang. Sementara wisman asal Perancis, Hongkong, Belanda, Australia dan Thailand menempati posisi lima terbawah dari 10 besar asal negara wisman yang mengunjungi Bumi Nyiur Melambai. “Negara yang lainnya [jumlah kunjungan wisman] flat, tidak langsung menerima hoax kecuali China,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mecatat jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Jawa Tengah pada pada Oktober 2018 tercatat sebanyak 1.895 kunjungan atau mengalami penurunan sebesar 10,49% dibandingkan bulan September 2018 yang tercatat sebanyak 2.117 kunjungan.
“Jumlah kunjungan wisman terbanyak berasal dari warga negara berkebangsaan Malaysia yaitu 878 kunjungan, disusul Singapura 320 kunjungan dan Thailand sebanyak 74 kunjungan,” ujar Sentot.
Sementara itu, lanjutnya Tingkat Penghunian Kemer (TPK) hotel berbintang di Jawa Tengah pada bulan Oktober 2018 tercatat sebesar 46,16%, mengalami kenaikan sebesar 1,70 poin dibanding TPK bulan September 2018 yang tercatat sebesar 44,46%. Bila dibanding periode yang sama di tahun 2017 maka TPK Oktober 2018 mengalami penurunan sebesar 1,85 poin.
“TPK bulan Oktober 2018 tertinggi terjadi pada hotel bintang 4 yaitu sebesar 51,81% dan terendah hotel bintang 1 sebesar 29.33%,”ucapnya.
Dia menambahkan, untuk Rata-rata Lama Menginap (RLM) tamu hotel bintang pada bulan Oktober 2018 tercatat sebesar 1,32 malam, turun 0,22 poin dibanding bulan September 2018 yang tercatat sebesar 1,54 malam.
“Pada bulan Oktober 2018, RLM mancanegara tercatat sebesar 1,98 malam, mengalami penurunan sebesar 0,76 poin dibandingkan bulan sebelumnya (September 2018) yang sebesar 2,74 malam. Sedangkan untuk RLM domestik tercatat 1,31 malam, mengalami penurunan 0,20 poin dibandingkan dengan periode September 2018 yang sebesar 1,51 malam,” jelasnya.
Sementara itu, pelaku wisata di Provinsi Jawa Tengah menilai, kurangnya branding untuk beberapa tempat wisata. Pasalnya, selama ini Jateng hanya menonjolkan empat wisata unggulan seperti Dieng, Borobudur, Karimunjawa dan Sangiran.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Jateng Joko Suratno mengatakan, selama ini kurangnya branding dan pengelolaan masih menjadi kendala utama untuk tumbuhnya pariwisata di Jawa Tengah. Selain itu, aksesibilitas menuju tempat wisata juga harus dipikirkan oleh pemerintah.
“Selama ini yang masih jadi kendala adalah branding dan pengelolaan. Sebetulnya Jateng mempunyai banyak potensi wisata yang sedang berkembang, sehingga bantuan dari pemerintah harus dimaksimalkan,” ujarnya. (EP)