NEWS

Kemenparekraf Tingkatkan Kompetensi Pelaku Parekraf dalam Menyusun Narasi Publik

BANDUNG, bisniswisata.co.id: – Semenjak pandemi COVID-19, penyusunan narasi menjadi satu hal yang sangat penting, bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk bisa memberikan informasi kepada publik terkait program dan kebijakan yang telah dibuat.

Dalam membuat narasi publik diperlukan kemampuan dalam merangkai kalimat secara sederhana, namun bisa dipahami dan dimengerti oleh seluruh masyarakat. Untuk itu, Kemenparekraf/Baparekraf menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pembuatan Narasi Publik, di Hotel Padma, Bandung, Senin lalu.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di lingkungan internal Kemenparekraf dan stakeholders terkait dalam memproduksi narasi publik yang berkualitas, agar informasi mengenai kebijakan atau program-program pemerintah yang ingin disampaikan, dapat diterima oleh masyarakat dengan baik.

Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf/Baparekraf, Agustini Rahayu, dalam sambutannya, mengatakan penyusunan narasi kebijakan publik merupakan bagian terpenting dari awal pekerjaan fungsi kehumasan Biro Komunikasi Kemenparekraf.

“Karena di Biro Komunikasi Kemenparekraf, membuat narasi publik sudah menjadi pekerjaan harian dan sudah seperti automatic pilot, maka ke depan dibutuhkan peningkatan kompetensi untuk mempertajam kemampuan dalam menulis narasi,” kata Agustini.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, pembicara dari Tempo Institute Susandijani secara daring, serta CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication Firsan Nova, Staf Biro Komunikasi Kemenparekraf/Baparekraf, dan Perwakilan dari Sekolah Pariwisata dan Badan Otorita Pariwisata secara luring.

Selain itu, Agustini juga mengatakan perlu adanya peningkatan kemampuan manajemen dan strategi komunikasi menghadapi krisis di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif melalui narasi publik yang baik dan informatif.

“Saya harap, melalui kegiatan ini, para produsen narası publik yang bekerja di internal Kemenparekraf serta perwakilan dari sekolah pariwisata dan badan otorita pariwisata bisa mendapatkan insight dan pengetahuan baru dalam menyampaikan informasi dengan sederhana. Karena orang yang cerdas dalam berkomunikasi adalah orang dapat menerjemahkan kalimat yang sulit ke dalam bahasa yang sederhana dan bisa dipahami oleh seluruh kalangan,” kata Agustini.

Pembicara dari Tempo Institute, Susandijani mengatakan hal yang paling penting dalam pembuatan narasi publik atau siaran pers adalah penyusunan lead yang menarik. Sebab hal ini bisa menjadi alat pemancing bagi audience untuk membaca tulisan.

“Begitu juga dalam menentukkan judul. Judul sendiri maksimal terdiri dari tujuh hingga sembilan kata, karena judul harus mampu menggaet perhatian dan memenuhi keinginan audience,” kata Susan.

Susan juga menuturkan bahwa perlu atau tidaknya pembuatan narasi, tergantung dari nilai beritanya, memiliki impact yang besar atau tidak, kebaruan, keunikkan, tokoh atau pejabat publiknya, human interest, atau sedang menjadi perbincangan publik.

“Hal tersebut perlu diperhatikan agar siaran pers yang akan kita sampaikan memiliki daya tarik bagi para pembaca,” kata Susan.

Sementara itu, CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Firsan Nova membahas narasi dari sudut pandang krisis. Firsan mengatakan narasi yang baik sangat diperlukan dalam mengelola isu maupun menghadapi krisis.

Dia menjelaskan terdapat tiga hal yang perlu di perhatikan dalam menghadapi krisis, yaitu citra, stakeholders, dan potensi penyebaran isu melalui media massa.

“Citra perlu dijaga pada saat menghadapi krisis, hal ini untuk mencegah krisis tersebut berdampak pada reputasi instansi maupun pejabat publik. Sedangkan dalam hal stakeholders, instansi perlu melakukan stakeholders mapping, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi apa yang akan digunakan untuk setiap stakeholdernya,” jelas Firsan.

Terkait penyebaran isu melalui media massa, instansi atau lembaga terkait perlu memberikan klarifikasi atau pernyataan resmi sesegera mungkin melalui media sebagai langkah preventif bagi menyebarnya isu secara tidak terkendali.

“Karena semakin lama instansi mengeluarkan pernyataan resmi, maka semakin besar kemungkinan media maupun publik membuat asumsi secara sepihak, serta jangan sampai isu yang terdapat di media lokal menyebar hingga ke media nasional,” kata Firsan.

Oleh karena itu, penting untuk menyusun narasi publik dengan sebaik mungkin. Karena, sebuah narasi memiliki ruh atau nyawa, ketika narasi diucapkan, maka tidak mungkin bisa ditarik kembali.

“Mungkin kita bisa meminta maaf, tapi tidak bisa menghapus dari ingatan audience. Untuk itu, sebagai penulis harus berhati-hati dalam menyampaikan informasi terkait program atau kebijakan pemerintah,” kata Firsan.

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)