Presenter TV & News Anchor Twinda Rarasati menjadi moderator webinar dengan nara sumber Hamid Slimi dan Iman Ali Aliaqat. ( Foto: IHLC)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Indonesia seharusnya dapat menangkap adanya kebangkitan halal industri di era pandemi global, karena dari sejumlah sektor di industri ini ada yang mengalami booming seperti halnya halal food, kata DR Hamid Slimi, Ketua Halal Expo Kanada.
Berbicara dalam webinar bertajuk Revival Halal Industry yang diselenggarakan Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC) dan Bank Indonesia, Rabu lalu, Hamid mengatakan Indonesia dengan daya saing biaya manufaktur yang lebih rendah dibandingkan negara lain seharusnya bisa tingkatkan ekspor produk makanan halal ( halal food).
” Kanada seperti Australia memang produsen produk makanan yang melayani kebutuhan dunia, kalau biaya manufaktur di Indonesia jauh lebih murah bisa saja negara-negara exportir merelokasi pabrik di sini,” ungkapnya dalam diskusi virtual itu yang diikuti peserta internasional dari berbagai negara.
Selain Hamid Slimi, hadir pula sebagai keynote speaker Prijono, Ketua Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia serta Iman Ali Liaqat, Research Analisyst DinarStandard.
Pembicara lainnya adalah Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik & Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) dan Amalia Sarah Santi, VP Marketing Investment & Digital Transformation PT Paragon.
Hal yang jadi pertanyaan Slimi Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, tetapi perusahaan produk olahan makanan halal justru memilih China dan Hongkong untuk food logistic, kata Hamid Slimi lagi.
Industri halal memang belum banyak dipahami oleh banyak negara. Kanada umat Islamnya hanya 1,2 juta orang tapi dikenal sebagai negara exportir halal food product disamping di kenal karena keunggulan bidang pharmasi, medical dan riset.
“Bagi negara yang paham bahwa Halal Food adalah bisnis besar untuk melayani 1,8 miliar umat Muslim di dunia maka saya sarankan Indonesia fokus pada industri manufaktur terutama Industri makanan dan minuman halal,” ungkapnya.
Meski mungkin butuh waktu 10 tahun untuk menyadarkan berbagai pihak,Indonesia harus bisa minimal menjadi halal food hub karena posisinya juga memungkinkan untuk itu, seperti Singapura yang juga menjadi hub dari berbagai produk dan jasa kebutuhan dunia.
Sementara Iman Ali Liaqat, Research Analisyst DinarStandard menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 di halal industry ada yang melonjak permintaannya atau sebaliknya jadi menurun sedikit atau malah anjlok.
Hal yang penting adalah pasar halal mana saja yang terdampak, negara mana saja yang terdampak dan apa akibatnya. Setelah itu dilihat dimana area peluangnya, ungkapnya.
” Akibat pandemi permintaan halal food naik, sebaliknya Muslim Friendly Travel ( Halal Tourism) terdampak parah. Dampak level medium ada di sektor kosmetik halal,”
Menurut dia, para pemimpin ekonomi halal akan ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di sepanjang tiga langkahnya dalam mengelola krisis atau disebutnya sebagai strategi jangka menengah 1-3 tahun.
” Pandemi menuntut kita melakukan Return ( Kembali) , Reform ( Pembaruan ) dan Reinvent,” ungkap Iman Ali Liaqat
Menurut dia belanja bahan makanan online sedang melonjak, 20% -30% di banyak pasar, permintaan makanan yang sehat ( halal food ) dan tidak terkontaminasi menciptakan peluang untuk pertumbuhan global makanan halal.
Keterlibatan digital yang tinggi di sebagian besar industri ke konsumen ( B to C) menyediakan banyak peluang bagi banyak orang.
Lonjakan besar dalam konsumsi dan penyerapan layanan secara online, mendorong peluang untuk media ‘gaya hidup halal’ digital, aplikasi digital, dan pendidikan bertema Islam juga naik.
Pembelajaran / pendidikan online adalah transisi jangka panjang ke pembelajaran online hybrid. Untuk
solusi fintech , proposisi keuangan asli dan tafakul digital mendapatkan momentum. Sedangkan pertumbuhan keuangan sosial Islam seperti sedekah, zakat, wakaf juga naik.
” Return maksudnya lakukanlah perencanaan kontingensi yang kuat untuk pandemi di masa depan. Reform termasuk reformasi fungsi pemerintah diperlukan untuk menemukan kembali, mengevaluasi kemitraan dan strategi pendanaan untuk memungkinkan menemukan kembali bidang prioritas,”
Sedangkan Reinvent dengan melakukan evaluasi rantai nilai dan bagaimana gangguan dapat dikurangi dan diminimalkan di kejadian-kejadian mendatang.
“Dorong adopsi dan inovasi teknologi untuk mendukung skenario “Normal Baru” dan jangan tinggalkan sektor UMKM karena merelah motor penggerak perekonomian,” kata Iman Ali Liaqat.