TANGERANG, bisniswisata.co.id: Tahun 2020, PT Garuda Indonesia (Pesero) menambah lagi empat armada baru. Penambahan pesawat baru untuk memperkuat maskapai plat merah setelah beberapa waktu lalu telah menambah 3 pesawat wide body bertipe A330-900 NEO.
“Sekarang ini new normal yang harusnya terjadi di industri airline. Jumlah pesawat akan bertambah. Akan ada 4 lagi pesawat baru,” kata Plt. Dirut Garuda Fuad Rizal dalam keterangan resminya di Komplek Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (27/12/2019).
Penambahan empat pesawat baru pada 2020 nanti, lanjut Fuad, merupakan pesawat bertipe wide body. Pemesanannya sendiri merupakan bagian dari order yang telah dilakukan sebelum tahun 2015. “Saya klarifikasi tidak ada pemesanan pesawat baru sejak 2015. Itu ke depannya merupakan order yang telah dipesan pada periode sebelumnya,” imbuhnya.
Selain menambah pesawat baru, perseroan juga melakukan perpanjangan kontrak untuk sewa pesawat yang akan jatuh tempo. Hal itu guna meningkatkan efisiensi keuangan ketimbang harus melakukan kontrak baru setelah jatuh tempo. “Ke depan kita akan perpanjang program sewa pesawat. Yang kita lakukan setiap tahunnya ada pesawat atau lesor yang jatuh tempo lebih besar lagi,” kata dia.
Tahun 2020, sambung dia, juga memperbaiki rute penerbangan internasional. Pasalnya, hingga kini rute internasional masih menderita kerugian. “Jadi in general untuk memperbaiki rute internasional masih mengalami kerugian lumayan besar. Kita akan membuka network seluas-luasnya sehingga kita bisa membawa penumpang dari lain-lain,” lontarnya.
Berdasarkan catatannya, hingga kuartal III 2019, penumpang internasional turun 4 % atau menjadi 3,2 juta dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 3,5 juta penumpang. Sementara penumpang domestik turun 20,6 % menjadi 11,2 juta dibanding periode yang sama 2018 mencapai 14,3 juta penumpang. “Kita akan memperbaiki rute internasional yang harus back bone (itu) kargo dan logistik,” sambungnya.
Menurutnya, penurunan penumpang dipengaruhi adanya peralihan (shifting) pengguna pesawat sejak diberlakukannya penyesuaian tarif pesawat. Dengan kata lain terjadi kenaikan harga tiket pada level Tarif Batas Atas (TBA). Begitu juga dengan adanya peningkatan infrastruktur transpirtasi darat dan laut yang kemudian memberi opsi lain bagi masyarakat.
Meski terjadi penurunan penumpang, lanjut dia, manajemen Garuda mengklaim tetap memeperoleh profit dengan memperlebar margin sales cost juga efisiensi flight-nya. “Jadi tak terjadi penurunan pendapatan karena meski jumlah penumpang turun sebab penyesuaian harga tiket pesawat dilakukan sejak beberapa waktu lalu dengan memaksimalkan tarif batas atas (TBA) yang diberikan pemerintah,” paparnya.
Dijelaskan, sejak 2018, Garuda Indonesia melakukan penyesuaian tarif sebesar 25% dari TBA. Sedangkan untuk maskapai Citilink, yang merupakan anak usaha GIAA, terjadi penyesuaian tarif sebesar 40% dari tarif sebelumnya. Jika sebelumnya tarif Garuda Indonesia sebesar 60% dari TBA, saat ini tarif mencapai 85% dari TBA. Untuk Citilink, sebelumnya tarif yang dikenakan kepada penumpang sebesar 30% dari TBA, ketika dilakukan penyesuaian menjadi 70% dari TBA.
“Sejak beberapa bulan lalu kita sudah memberikan fleksibilitas untuk rute tidak sibuk dan jam yang tidak sibuk diberikan diskon TBA sampai 40%. Menurut kita itu penting diketahui, jadi kita tidak gelap mata semuanya ditetapkan TBA,” jelas Fuad yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan Garuda ini.
Untuk mencapai target 2020, kata Fuad, ada beberapa tantangan dalam mengembangkan rute internasional khususnya untuk kargo adalah kompetitor yang lebih besar. “Sayangnya kargo ini pemain besar seperti Amazon, ebay sudah punya armada sendiri,” jelasnya sambil menambahkan dari sisi kargo Garuda Indonesia juga mengalami penurunan 43,6 persen menjadi sekitar 256 ribu ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sekitar 453 ribu ton. (end)