TRANSPORTASI

2017, Garuda Rugi Rp 2,88 T

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Sepanjang tahun 2017, Garuda Indonesia mencatat total kerugian kinerja sebesar US$ 213,4 juta atau setara Rp2,88 triliun. Perhitungan catatan kerugian meliputi perhitungan biaya extra ordinary items terdiri tax amnesty (pengampunan pajak) dan denda sebesar US$ 145,8 juga.

Partisipasi pada program tax amnesty merupakan komitmen perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang tertunda sampai tahun 2015. “Jadi jika ditambahkan dengan biaya tax amnesty dan denda pengadilan, total kerugian (net loss) yang dibukukan Garuda Indonesia pada tahun kinerja 2017 sebesar USD 213.4 juta,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N, Mansury dalam keterangan tertulis, Selasa (27/2/2018).

Dilanjutkan, selama 2017, Garuda menekan catatan kerugian dari kuartal I-2017 dari US$ 99,1 juta berkurang menjadi US$ 38,9 pada kuartal II-2017. Perhitungan catatan kerugian di luar perhitungan biaya extra ordinary items, yang terdiri dari tax amnesty dan denda terkait kasus hukum di Australia sebesar US$ 145,8 juta.

Partisipasi pada program tax amnesty menjadi komitmen Garuda Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang tertunda sampai dengan 2015. Dengan demikian bila ditambahkan dengan biaya tax amnesty dan denda pengadilan, maka total kerugian pada 2017 sebesar US$ 213,4 juta. “Jika dihitung dengan asumsi kurs Rp 13.600 per dolar AS, maka nilai kerugiannya sekitar Rp 2,9 triliun,” jelasnya.

Meski demikian, lanjut Pahala, Garuda Indonesia membukukan pendapatan operasional sebesar US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 57,12 triliun selama 2017 (kurs Rp 13.600 per dolar AS). Realisasi ini naik 8,1 persen dibandingkan periode sebelumnya US$ 3,9 miliar.

Tren pertumbuhan pendapatan operasional, salah satunya ditopang dari lini layanan penerbangan tak berjadwal yang meningkat 56,9 persen menjadi US$ 301,5 juta di 2017. Juga pendapatan lainnya (pendapatan di luar bisnis penerbangan dan subsidiaries revenue) naik 20,9 persen dengan membukukan pendapatan sebesar US$ 473,8 juta, paparnya.

Bahkan mencetak laba bersih US$ 61,9 juta pada kuartal III yang naik 216,1 persen dibandingkan periode yang sama 2016. Penerbangan Plat Merah ini membukukan laba bersih US$ 70,4 juta pada semester II-2017. Terdiri dari laba bersih di kuartal III sebesar US$ 61,9 juta dan US$ 8,5 juta di kuartal terakhir tahun lalu. “Capaian positif tersebut sejalan dengan upaya perusahaan dalam menekan catatan kerugian hingga menjadi US$ 67,6 juta pada kinerja sepanjang tahun lalu,” tandasnya serius.

Dikatakan, grup Garuda Indonesia sudah mengangkut sebanyak 36,2 juta penumpang pada 2017. Terdiri dari 24 juta penumpang Garuda Indonesia dan 12,3 juta penumpang Citilink. Jumlah tersebut meningkat 3,5 persen dibanding realisasi 2016 sebanyak 35 juta penumpang.

“Selama 2017, Tren pertumbuhan trafik penumpang internasional di Garuda Indonesia sebesar 8,1 persen di 2017 dan Citilink mencatatkan pertumbuhan penumpang sebesar 10,8 persen,” pungkas mantan Direktur Keuangan PT Bank Mandiri Tbk itu.

Dalam rangka memperkuat kinerja keuangan dan operasional perusahaan secara berkelanjutan, Garuda Indonesia bersama jajaran anak perusahaan diawal tahun 2018 mencanangkan strategi bisnis jangka panjang bertajuk Garuda Indonesia Group (Sky Beyond 3.5) yang akan menjadi value-driven aviation groupdengan pencapaian target valuation group sebesar USD 3.5 Miliar pada tahun 2020.

Menyinggung kinerja selama 2018, Pahala mengungkapkan PT Garuda Indonesia Tbk menargetkan laba bersih perusahaan mencapai 8,7 juta dolar AS (setara Rp117,45 miliar, kurs Rp13.500). Juga pendapatan 4,9 miliar dolar AS dan aset mencapai 5,3 miliar dolar AS

Diharapkan kinerja pada tahun 2018 akan membaik meski di awal tahun diprediksi masih mengalami perlambatan karena masih “low season”.
“Kami berharap pada tahun 2018 kinerja membaik. Memang triwulan pertama mungkin masih ada kerugian karena masuk dalam ‘low season’, kami berharap ‘full year’ pada tahun ini kami sudah bisa bukukan laba,” katanya.

Untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan, Pahala akan melakukan sejumlah upaya, salah satunya adalah “hedging” atau lindung nilai terhadap avtur guna memitigasi fluktuasi harga. “Hedging kami kisarannya masih di bawah 50 persen. Akan tetapi, sudah meningkat dua kali lipat dari hedging tahun 2017,” pungkas Pahala. (NDHYK)

Endy Poerwanto