KUPANG, bisniswisata.co.id: BALAI Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Festival Menipo akhir Oktober dan puncaknya jatuh pada 12 November 2019. Pulau Menipo merupakan taman wisata alam (TWA) di Desa Enoraen, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang.
Pulau berjarak 84 kilomter dari Kota Kupang ini memiliki luas 571 hektare, panjang 7.328 meter dan lebar 700 meter. Menipo juga dikenal sebagai miniatur ekosistem Pulau Timor karena hampir seluruh satwa endemik Timor ditemukan di sana. Mulai dari buaya, bangau putih, elang, burung laut, kakatua jambul kuning, rusa timor, buaya muara, penyu sisik, penyu hijau, raja udang, mangrove, savana, lontar, dan hutan tropika kering
Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara mengatakan Festival Menipo merupakan rangkaian kegiatan role model pengembangan ekowisata berbasis tiga pilar yakni adat, agama dan pemerintah. Role model Menipo meliputi pengembangan ekonomi kreatif, lomba fotografi, lomba melukis, lomba melukis dan mewarnai untuk siswa SD dan TK, pembentukan jalur hijau dengan penanaman pohon bebuahan di daerah penyangga, serta karnaval di lokasi car free day (CFD) Kupang.
“Role model Menipo untuk menggugah kesadaran sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat serta peran kelompok adat, agama dan pemerintah dalam peningkatan pengelolaan ekowisata dl TWA Menipo. Ekowisata tersebut dilengkapi sarana dan prasarana pendukung sehingga berdampak dengan adanya kunjungan wisata domestik maupun asing secara berkesinambungan,” papar Timbul dalam keterangan resminya, Sabtu (9/11/2019).
“Pengembangan ekowisata berbasis liga pilar. Artinya dalam peranan atau tindakan, SOP dan resourcesnya berasal dari tiga pilar. Kelompok adat berperan dengan mengeluarkan aturan adat mengenai pengelolaan ekowisata TWA Menipo,” sambungnya.
Menurutnya, aturan adat yang mendukung ekowisata seperti kewajiban melakukan ritual adat penyambutan tamu, dan denda adat berupa babi berukuran besar bagi pengunjung yang kedapatan merusak alam Menipo.
Pemerintah desa setempat telah memberikan dukungan pengembangan ekowisata dengan pembangunan pondok wisata yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Dukungan dari kelompok agama adalah dukungan secara keimanan yang akan terus mengingatkan untuk melestarikan TWA Menipo sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan.
“Akhir Oktober ini akan dibentuk keluarga ekologis sebagal wadah bagi kelompok agama di Menipo dalam berperan melestarikan TWA Menipo melalui berbagal aksi konservasi dalam rangkaian ibadah,” ujarnya.
Menurut Timbul, salah satu keunikan di Menipo ialah melihat burung kakatua jambul kuning dari jarak dekat.”Saya sudah ke Papua, untuk melihat burung Cendrawasih saja sulit. Di Menipo, kakatua nongkrong di depan mata,” ujarnya.
Tujuan festival iniuntuk menggugah kesadaran sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat, serta peran kelompok adat, agama dan pemerintah, dalam peningkatan pengelolaan ekowisata di TWA Menipo. Dengan melengkapi sarana dan prasarana pendukung diharapkan berdampak pada adanya kunjungan wisatawan domestik maupun asing yang berkunjung ke TWA Menipo secara berkesinambungan.
Dengan festival Menipo ini, diharapkan adanya peningkatan kesadaran sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat serta peran kelompok tiga pilar dalam pengembangan ekowisata di Menipo. Apalagi Festival Menipo ini menjadikan ekowisata berbasiskan alam di NTT. “Di Menipo itu sangat indah alamnya, adatnya, satwanya, topografinya. Ada Kaka Tua Jambul Kuning, Penyu, Buaya Muara dan Rusa Timor,” kata Timbul. (ndy)