SEMARANG, bisniswisata.co.id: Melukis itu ada yang menganggap sebuah hobby, kesenangan bahkan ada yang ikut-ikutan. Memang melukis salah satu cara mengeksplorasi jiwa, kreatifitas sekaligus mengekspresikan diri. Bermacam teknik melukis dapat menciptakan sensasi tersendiri bagi sang pelukis. Apalagi melukis dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah wadah pelukis sehingga saling berbagi ilmu, pengalaman hingga cerita menarik.
Dan di Semarang, lahirlah Woman Painter Community (Wopanco). Komunitas pelukis perempuan, yang mayoritas Ibu Rumah Tangga yang belajar melukis secara otodidak. Berdirinya komunitas pada 3 November 2018, bukan sekedar melukis, namun sarana berbagi skill, pemberdayaan juga aksi sosial. Hal ini sesuai dengan jargonnya : Painting, Sharing, Empowering.
“Sejarah dibentuknya komunitas ini berawal dari inisiatif beberapa perempuan, yang memiliki kesamaan minat dan visi untuk membentuk wadah berkembang bersama. Kami semua nggak ada yang sekolah seni. Saya dari arsitektur. Tapi nggak murni. Mbak Irene dosen ekonomi, ada wartawan juga Mbak Intan Esti, ada Mbak Dina yang background sama sekali nggak nyambung tapi bisa juga dia menghasilkan karya,” kata Ketua Wopanco Ratri Cipto Hening, seperti dilansir lama Inibaru, Ahad (08/09/2019).
Semula anggotanya 19 orang. Saat ini tinggal 14 orang ibu rumah tangga yang aktif dan bisa bertambah lagi. Pengurangan ini dikarenakan beberapa alasan, seperti terganjal dengan pekerjaan hingga berbeda visi. Mereka antara lain Ratri, Irine, Marlita Sari, Intan Esty, Wiwik, Hesty, Erni, Dina, Nora, Phera, Nora, Aida, Indri, dan Tilam Sari Dewi.
Tujuan mengumpulkan para wanita pelukis untuk berkarya bersama. Ingin unjuk diri kepada masyarakat, juga perempuan memiliki sisi lain di luar kegiatan mengurus rumah tangga. Bahkan ingin melawan pandangan kebanyakan orang tentang sosok perempuan. Dimana perempuan belum sepenuhnya lepas dari stigma hanya sebagai pengurus rumah tangga.
Mereka juga menolak citra-citra yang mengeksploitasi tubuh perempuan. Dan menolak eksploitasi suara perempuan. Saat ini, hal itu masih terjadi. Perempuan hanya dilihat tubuhnya saja, bukan pemikiran dan pendapatnya. “Ide awal kami membentuk komunitas ini untuk mengumpulkan semua perempuan pelukis di Kota Semarang. Kami ingin pendapat kami didengar,” lontar Ratri.
Menambah wawasan tentang seni rupa menjadi salah satu misi perkumpulan ini. Caranya, dengan saling berbagi ilmu antar sesama anggota komunitas. Di dalam kelompok tersebut seni lukis diaplikasikan pada macam-macam media yang beragam jenis materialnya. Itulah yang membuat wawasan dalam dunia seni mereka lebih luas.
Dengan beragam latar belakang anggota Komunitas, membuat karakter dari Wopanco begitu kaya. Ada yang karakternya ilustratif, ada yang kartunis, ada yang doodle art, ada yang realis-feminin dengan motif bunga-bunga, hingga ada yang berkarakter spontan dengan ciri goresan yang nggak beraturan.
Komunitas pelukis ini, menggunakan media lukis yang juga beragam. Dari kanvas, kain, hingga bahan-bahan dari limbah. Hasilnya tas, cangkir, kerudung, payung, celengan dan beberapa perabotan yang menjadi media lukis.
Kanvas lukis bukanlah keharusan. Barang-barang siap pakai seperti peralatan dan perlengkapan keseharian dipakai para anggota Wopanco untuk mengeksplorasi kebisaan mereka. Barang-barang yang telah berhias lukisan itu elok pula dijadikan koleksi.
Hasilnya berhasil menggelar pameran pertama di Rumah Popo di Jalan Branjangan, Kawasan Kota Lama, Semarang, yang mendapat sambutan luar biasa. Sambutan ini memberi semangat untuk semakin maju, berkembang dan menghasilkan karya unik, menarik juga artistik. Dan pameran pun digelar lagi di Sentraland Semarang.
Selain pameran lukis, juga mengadakan workshop seputar lukisan dengan mengandeng pihak lain, seperti Tekodeko dan Maerokoco. Salah satu workshop mengangkat tema Exhibition and Water Colouring Workshop of Gagoek Hardiman di Cafe Tandhok, Papandayan Semarang,
“Kita ini semua biaya sendiri. Iuran atau kita cari dana sendiri. Bahkan belum memiliki sanggar atau semacam galerinya sendiri. Namun datang ke alamat Frangipaintnee Handpainted Fabric yang memajang karya komunitas pelukis perempuan,” sambung Ratri sambil menambahkan komunitasnya ini juga ingin mengajak pengunjung tak hanya menjadi penikmat seni, tetapi sekaligus sebagai pembuat karya seni.
Wakil Ketua Woman Painter Community, Irene Indriasari menambahkan dengan adanya Wopanco sebagai wadah interaksi antar pelukis perempuan, kedepannya Wopanco mampu memberikan sumbangsih pada perkembangan dunia seni di Indonesia melalui pemberdayaan pelukis-pelukis perempuan. “Semoga dengan adanya Wopanco, pameran serta workshop lukis akan memberikan wadah pelukis perempuan untuk saling berinteraksi dan berbagi ilmu,” pungkasnya.
Diakui dalam teknik melukis sendiri juga melibatkan rasa dan akal dari sang pelukis. Dari berbagai teknik melukis yang ada masing-masing pelukis memiliki ciri khas masing-masing. “Melukis dengan menggunakan cat air, cat minyak dan cat acrylic juga akan menciptakan sensasi tersendiri bagi sang pelukis. Anggota Wopanco sendiri mayoritas mampu melukis secara otodidak tanpa menggunakan jalur formal,” jelasnya. (ndy)