LAPORAN PERJALANAN

Wisata Arung Jeram Maseng River Camp 

Tiap perahu karet ditumpangi 4 – 5 orang wisatawan, plus drive-guide yang duduk mengatur dan mengolah gerak laju perahu. Aba-aba drive-guide wajib dipatuhi tiap peserta. ( Foto-foto: Heryus Saputra)

BOGOR, Bisniswisata.co.id:  Maseng River Camp @ Cisedane Bogor dibuka lagi. “Arung jeram lagi, nyoook…! Dengan menerapkan aturan protokol kesehatan. Bebas macet, cuma 30menit berkereta api dari pusat Kota Bogor,” ucap Lody Korua, pelopor operator wisata arung jeram Indonesia, pendiri dan pengelola Maseng River Camp (MRC), yang menggelar paket andalan: wisata arung jeram.

Seperti tempat atau operator jasa wisata lain di dunia, ragam outdoor activity yang biasa digelar MRC memang sempat ‘libur panjang’ gegara pandemi Covid-19. Larangan untuk tidak melakukan perjalanan atau berwisata berlaku dimana-mana, sampai baru-baru ini World Health Organization (WHO) mengeluarkan pernyataan sikap menilai ke depan, bahwa larangan perjalanan internasional akan tidak berlaku. 

“Negara-negara di dunia harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi penyebaran virus Corona di wilayah perbatasan mereka,” begitu antara lain ungkap Kepala Program Kedaruratan WHO Mike Ryan saat merilis larangan perjalanan tidak berkelanjutan.

Menurut dia, akan hampir mustahil bagi masing-masing negara untuk menutup perbatasan mereka untuk masa mendatang, karena sektor ekonomi harus terbuka, tambahnya.

Virus Covid-19 bisa jadi memang tak akan benar-benar musnah dari peradaban, bahkan mungkin saat vaksin anti virusnya kelak ditemukan. Setuju tidak setuju, kita sebagai manusia harus siap hidup berdampingan dengannya, sebagaimana virus-virus dan penyakit lainnya selama ini. 

Merujuk anjuran itu, ragam daerah tujuan wisata kembali membuka pintu. Para pelaku bisnis wisata kembali menggelar paket-paket wisata unggulannya, dan masyarakat bisa kembali berwisata di era normal baru. 

Demikian halnya Lody Korua, yang awal Agustus ini  kembali membuka gerbang MRC, bagi masyarakat dunia yang ingin menikmati white water rafting atau wisata arung jeram sungai. 

Bebas macet

Olahraga petualangan arung jeram, atau sebagian orang menyebutnya Olahraga Arus Deras (ORAD) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, sejak klub pendaki gunung dan penempuh rimba WANADRI menggelar Citarum Rally tahun 1975.

Masih di tahun yang sama klub pencinta alam MAPALA-UI melakukan ekspedisi Arung Sungai Barito dari hulunya di kaki Pegunungan Muller – Kalimantan Tengah. 

MRC memang dirancang sebagai one-stop-adventure-area’s

Betapapun penuh risiko, aktivitas arung jeram menarik minat masyarakat luas. Kegiatan “ekstrem” yang sebelumnya merupakan ranah para pecandu adrenalin ini berkembang dan bahkan kini telah sah menjadi domain publik. 

Siapa pun bisa melakukannya. Masyarakat awam cuma perlu menghubungi operator jasa wisata arung jeram dan menentukan jadwal pengarungan. 

Lody Korua, pemilik payung paralayang pertama yang terbang di langit Indonesia, juga merupakan orang Indonesia pertama yang tercatat mendirikan dan mengelola operator jasa wisata arung jeram Indonesia. 

Sejak tahun 1989, ia merintis arung jeram berbayar bagi ekspatriat di Jakarta yang ingin merasakan “asyiknya” mendayung perahu karet di antara tonjolan batu dan arus liar Cimandiri dan Citarik di Sukabumi, Jawa Barat.

Kini operator wisata arung jeram tumbuh dimana-mana. Nyaris tiap sungai di Indonesia tak luput dari aktivitas arung jeram yang diminati tak cuma diminati ekspatriat dan pelancong mancanegara, tapi juga masyarakat Indonesia.

Namun ibarat hewan liar, bahaya berarung jeram tak serta merta bisa dihilangkan. Risiko mengintai tiap saat. Operator dan pemandu  tak boleh lengah sedikit pun, atau nyawa taruhannya. 

Untuk menjawab tantangan ini, sejak awal hobinya ‘main air’ di sungai, Lody selalu menekankan pentingnya save and safety di tiap aktivitas arung jeram yang digelarnya. Bahkan lewat MRC, Lody menawarkan bagaimana kita bisa arung jeram dengan aman dan nyaman.

Masyarakat tidak harus pergi  jauh-jauh buat melakukannya, dengan risiko kendaraan roda empat yang kita tumpangi dihadang kemacetan panjang hingga berjam-jam.

Untuk itu di tahun 2017, bareng sahabatnya (Abeng Wanadri, Yudhi Palaksi, dan Yuyun Mapala UI), Lody membangun MRC di areal seluas 3000 m2 pinggir aliran Cisadane, beberapa puluh langkah dari stasiun kereta api peninggalan Belanda di Kampung Maseng, Desa Ciadeg, Kecamatan Cigombong, Bogor 0516. 

“Aman, nyaman dan bebas macet,” ucap Lody, anggota kehormatan MAPALA-UI sekaligus pendiri Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI).

Dia memang tidak sedang pamer tapi jalan menuju MRC sekarang ini memang mulus dan bebas macet, karena terhubung langsung dengan jaringan jalan tol Jakarta – Bogor – Sukabumi. Pengendara dari arah Bogor silahkan keluar di gerbang tol Cigombong, lanjut sekitar 5menit untuk tiba di MRC di dekat Stasiun Maseng. 

Seperti anjuran Lody, saya memilih naik Commuter-Line (CL) pagi rute Jakarta – Bogor. Tiba di Stasiun Bogor, jalan kaki 5 menit ke arah selatan, ke Stasiun Pledang Bogor. Ambil KA Pangrango pukul 07.55 wib rute Stasiun Pledang Bogor – Sukabumi, melewati Stasiun Batutulis.

Pukul 08:24 wib saya tiba dan turun di Stasiun Maseng, lanjut jalan kaki 5menit ke gerbang MRC. Nyaman,murah dan memang bebas macet. 

Ramah Lingkungan 

Abo, anak didik Lody, kini pemandu tangguh sekaligus atlet dan pelatih arung jeram bersertifikat IRF (International Rafting Federation). Abo yang kini Manager Lapangan MRC, menyambut saya di TKP. Sepagi itu, pukul 08.45 wib, perahu karet dan ragam perlengkapannya sudah disiapkan Abo dkk, berjajar rapi di rerumput bantaran sungai siap diturunkan ke air menemani Anda memacu adrenalin di arus liar sungai

Tapi tak perlu terburu-buru. Silahkan nikmati dulu bekal sarapan yang Anda bawa dari rumah, atau pesan camilan one-dish-meals yang disediakan Lani, istri Abo, yang bersama putri-putri mereka mengelola kafe MRC. 

Ragam kuliner ala kampung siap mengganjal perut Anda. Kue unti, dadar gulung, telor ceplok, omelet jamur, nasi goreng, sayur asem, ikan bakar, mi rebus brokoli, kopi tubruk, bandrek dan lainnya.

MRC memang dirancang sebagai one-stop-adventure-area’s, dimana wisatawan yang bertamu bisa menikmati banyak hal hanya dalam satu kunjungan. Pagi itu usai menikmati kopi tubruk daun sereh plus goreng singkong, saya nikmati suasana alam sekitar. 

Gemericik air, cericit burung mengejar serangga kecil, dan nyanyian gareng pung yang bersahut-sahutan di cabang pohon besar, pertanda hari akan terus cerah. 

Cungkup-cungkup tenda tegak di bagian yang agak lapang dinaungi daun-daun. Ada bangku-bangku dari potongan batang kayu terpasang di antaranya. Juga potongan drum wadah perapian, yang tampak masih menyisakan kepulan asap.

Ini pertanda semalam ada pekemah menggelar api unggun, kelompok keluarga yang (barangkali) barusan saya lihat tengah cross country, melangkah gembira di pematang sawah. 

Tiap perjalanan adalah pengalaman tak tergantikan. Tiap petualangan adalah refleksi atas hidup dan kehidupan. Tiap orang punya gelitik rasa. Juga saya pagi itu, saat menyelinap di laman luas MRC yang ramah lingkungan, dikelola dengan prinsip zero waste zero plastic

Usai beraktivitas jika tamu biasanya disuguhkan air mineral kemasan, maka di sini, pelepas dahaga para tamupun diganti air kelapa muda dengan pipet bambu untuk menyeruputnya.

Meluncur jatuh ke dasar sungai

Arung jeram merupakan aktivitas aktivitas luar ruang yang butuh fisik sehat. Jauh sebelum virus COVID-19 dikenal dan jadi pandemi dunia, faktor kesehatan peserta jadi syarat penting bagi siapapun yang hendak arung jeram bareng Lody. 

Pemandangan sungai yang menantang dari drone

Tim resque dan tim medis (beranggotakan dokter dan tenaga andal bidang kesehatan) selalu dilibatkan dalam setiap trip arung jeram, jauh sebelum Lody membangun MRC

Prosedur kesehatan dan keselamatan diberlakukan tanpa pandang bulu. Tiap peserta mengenakan pakaian dan alas kaki yang nyaman dan pas untuk berarung jeram. Mengenakan helm dan rompi apung yang disiapkan operator.

Barang pribadi yang mudah rusak bila basah atau terbentur (kamera atau dompet misalnya), disimpan dalam drybag yang dibawa drive-guide, pemandu sekaligus komandan di tiap perahu.

Tiap perahu karet ditumpangi 4 – 5 orang wisatawan, plus drive-guide yang duduk mendayung di buritan, mengatur dan mengolah gerak laju perahu. Aba-aba drive-guide wajib dipatuhi tiap peserta.

Apa dan bagaimana dasar-dasar berarung jeram? Mengapa peserta (yang sudah bayar) tetap harus mendayung? Apa yang harus dilakukan bila perahu terbalik dan kita terseret arus? Drive-guide menjelaskan sebelum pengarungan.

Pada sesi paling pagi itu, di luar perahu-perahu berisi tim resque dan petugas medis, ada 14 buah perahu berisi tamu MRC yang sama hendak berarung jeram. 

Pengarungan dilakukan beriringan diawali perahu pelopor berisi tim resque dan dokter, yang bertugas membuka jalan, sekaligus sekaligus mengawasi dan menjaga tiap perahu, khususnya saat-saat hendak masuk dan menerobos jeram.

Lody ikut dalam pengarungan itu sebagai pimpinan perjalanan, membawahi semua drive-guide di tiap perahu. Ia mendayung sendiri, menggunakan perahu kayak tunggal dengan menggenggam dayung bilah ganda.

Lincah geraknya. Melaju diantara perahu-perahu kami. Kadang ia berhenti di sebuah ceruk tenang, lalu mendayung lagi, ‘membimbing’ pengarungan. Lody memang satu dari sedikit pekayak andal Indonesia. 

“Boom…!” teriak drive-guide. Itu tanda perahu yang kami tumpangi akan membentur cadas batu sungai, dan berarti semua penumpang harus merundukkan tubuh ke bagian depan dalam perahu.

Sambil berpegang pada tali yang melengkapi perahu, tujuannya agar tubuh kami tak terlempar keluar perahu atau ikut terbentur batu cadas. Pada setiap kejadian, kami harus tetap menjaga dayung yang jadi tanggungjawab kami.

Seru, menegangkan dan amat memacu adrenalin. Terlebih saat harus menerobos jeram curam. Beberapa kali perahu kami tersangkut di celah batu, dan baru lepas setelah diupayakan lepas, hingga bisa kami seperahu sama mendayung lagi. 

Ada juga perahu peserta yang terbalik dan semua penumpang masuk air. Tapi tak perlu panic. Tubuh kami dilengkapi pelampung. Ada cara untuk selalu save & safety.

Wisata arung jeram yang aman dan terukur.. Dari saat start, ada sekitar 120 menit kami berarung jeram.  Menyusuri 12 Km batang tubuh bagian hulu Cisadane yang bermuara di Teluk Naga di pantai utara Tangerang, Banten. 

Menerobos bahkan ‘melompati’ 16 buah jeram dengan tingkat kesulitannya masing-masing. Syukurlah perahu karet saya dan Resti tak sampai terbalik, walau tak ada yang tak basah kuyup. 

Puncaknya adalah ketika perahu kami yang sedang mengapung tenang, dan beberapa di antara kami asyik memandangi seekor biyawak di atas batu, mendadak perahu meluncur jatuh dari ketinggian sekitar 3 meter ke bagian dasar sungai.

Itulah dam kolam sistem instalasi pengairan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) milik Pemda Kota Bogor, yang sekaligus merupakan titik finish trip wisata arung jeram pagi itu. 

Lody dan drive-guide serta dan para anggota tim resque/medis menyalami peserta. Semua perahu dikumpulkan, sebagian dikempiskan, dan diangkut ke tepi atas sungai.

Tapi helm, rompi apung dan dayung tetap harus kami bawa, untuk kelak kami serahkan kepada petugas perlengkapan. Beberapa peserta tampak masih asyik main air di sekitar situ. Beberapa menikmati camilan dan air mineral. Sampahnya? Bawa pulang!

Ada minibus dan truk bak terbuka milik warga sekitar yang disewa operator untuk membawa kami, plus segenap perlengkapan (dayung, perahu karet dan lain-lain), balik pulang ke tempat start.

Pukul 11:15 wib kami sudah kembali berada di area MRC untuk bersih-bersih diri, mandi, beberes, ngopi lagi bagi yang ingin ngopi, sebelum balik ngejar kereta untuk pulang ke rumah masing-masing.

Bagi yang hendak balik pulang siang ke arah Bogor, ada baiknya segera bergegas dan jalan ke Stasiun Maseng. Sebab ‘teng’ pukul 11:45 wib, terjadwal bahwa KA Pangrango dari arah Sukabumi akan menepi di Maseng, dan dalam hitungan menit akan kembali melanjutkan perjalanan dan terjadwal tiba di Stasiun Pledang Bogor pada pukul 12:08 wib.

Silahkan kembali jalan kaki 5 menit ke Stasiun Bogor dan pilih sendiri KA Commuter-Line arah Jakarta, yang juga terhubung bila ingin lanjut menuju Bekasi dan Karawang atau ke arah Serpong dan Rangkasbitung, bahkan ke Merak Banten.

Beberapa teman juga biasa memarkir kendaraan pribadi (roda dua atau roda empat) di sekitar Stasiun Pledang, hingga dari situ bisa langsung balik pulang.

Bersama Komar ( kiri), Kepala Desa Citarik, Sukabumi usai menyelesaikan etape terakhir

Berayun di hammock

Saya dan Resti tak ingin cepat pulang ke rumah. Kami masih kangen sama Lody, ingin ngobrol lebih in-depth ihwal ‘jeram-jeram kehidupannya, sembari menikmati nuansa alam terbuka di pekarangan MRC. 

Kebetulan kami hafal, tiap hari ada 3 (tiga) perjalanan KA Pangrango antara Bogor – Sukabumi, dan 3 (tiga) perjalanan kereta api yang sama antara Sukabumi – Bogor, dan semua sama berhenti di Stasiun Maseng 

Sebelum berangkat kemari, kami sudah membeli tiket kereta api, pp., secara on-line di toko swalayan dekat rumah. Kepulangan kami sore ini dengan KA Pangrango dari arah Sukabumi yang dijadwalkan singgah di Stasiun Paseng pada pukul 17: 20 wib, dan tiba kembali di Stasiun Pledang Bogor pada pukul 17:48 Wib. Jadi masih ada waktu sekitar 5 Jam sebelum kami benar-benar balik pulang.

Anak-anak dan para orang tua yang pagi tadi tampak berjalan di pematang sawah, cross country sambil melihat-lihat kehidupan masyarakat sekitar, kini tampak ngumpul di bawah tenda besar tanpa dinding, asyik menggelar outdoor fun games

Rupanya mereka satu keluarga yang datang berkemah sembari menggelar family fun outing, bagian program yang ditawarkan Lody dan sahabat-sahabatnya.

Memang banyak yang bisa dilakukan di MRC. Selain perlengkapan arung jeram misalnya, Lody juga menyiapkan beberapa buah perahu kayak tunggal berbahan fiberglass. 

Beberapa anak muda tampak berlatih menunggangnya. Saya jadi ingat tahun 2012, Lody membuka Sekolah Kayak di Citarik – Sukabumi diikuti 100 orang peserta dari sekujur Nusantara, dan saya tercatat sebagai murid paling tua, hahaha…!

Menikmati suasana sekitar sambil bergayut di hammock yang terikat kuat di antara dua ketinggian dahan pohon besar, bikin mata jadi ngantuk. Lody menawarkan kami untuk bermalam, sembunyi bagai kepompong dalam sleeping bag, di dalam tenda kedap hujan kedap serangga, sambil menikmati busur langit dan nyanyian burung malam. Tapi mohon maaf, kami sungguh rindu rumah.

 

Hana Fahila