UBUD, bisniswisata.co.id: Jeda di tahun 2020, Writers & Readers Festival (UWRF) ke-18 hadir kembali pada 8-17 Oktober 2021 dengan tema Mulat Sarira, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “refleksi diri”. Festival akan mengeksplorasi refleksi diri, introspeksi budaya, dan hak asasi manusia, menilik siapa diri kita, apa yang menyatukan dan memisahkan kita, dan apa yang mendorong setiap tindakan kita.
“Kita telah dibentuk oleh new normal dan, dengan itu, nilai-nilai kemanusiaan, kepedulian, kerja sama dan cinta kasih, menjadi yang utama. Sembari kita merenungkan bagian normal mana yang kita inginkan untuk kembali,” jelas Janet De Neefe, pendiri dan Direktur UWRF.
Tema ini mengundang diskusi yang menarik dari para tokoh sastra, penulis baru, aktivis, akademisi dan jurnalis, untuk membahas pentingnya refleksi diri dan bagaimana kekuatan bercerita dapat menghubungkan kita dalam lintas budaya.
Lebih lanjut dijelaskan, terinspirasi dari filosofi Hindu-Bali, Mulat Sarira adalah prinsip spiritual dalam menimbang perbuatan, pikiran, dan nilai seseorang, yang pada akhirnya membangun rasa pemahaman diri terdalam demi meraih dharma atau kebenaran. Saat ini, refleksi diri terasa lebih relevan dibandingkan sebelumnya. Pandemi global COVID-19 telah menciptakan krisis global yang memaksa orang untuk berkontemplasi kembali secara menyeluruh terhadap diri mereka dan komunitasnya.
Festival tahun ini akan mempersembahkan diskusi yang signifikan, pertunjukan yang sarat makna, dan bacaan yang menyentuh, mengikuti protokol kesehatan COVID-19 yang ketat dengan penerapan social-distancing sesuai anjuran pemerintah.
Bersamaan dengan pengumuman tema 2021, UWRF juga kembali dengan karya seni Bali, Teja Astawa. Seni gaya tradisional khas Kamasan, mewakili kisah-kisah manusia dalam cerita berlatar alam klasik dan berani.
Menurut Teja Astawa Mulat Sarira berarti kembali ke tradisi, karena hal tersebut adalah akar kita. “Ketika saya menerjemahkan tema Ubud Writers & Readers Festival ke karya seni saya, saya mengambil elemen-elemen berkaitan dengan tradisi yang mencerminkan makna dari tema itu sendiri,” jelasnya.
Di tahun ke-18, UWRF juga merayakan para penulis pemula (emerging) dan ternama (established), seniman, dan aktivis baik nasional mau pun internasional yang akan menggali tema ini dari berbagai sudut pandang.
“Masa yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti saat ini, kami menanyakan seperti apa rupa Mulat Sarira. Apakah perjalanan refleksi diri kita menciptakan budaya belajar baru, peningkatan diri, dan adaptasi baru? Melalui lintas budaya, perspektif beragam tentang prinsip Bali-Hindu dari Mulat Sarira, kami akan mengeksplorasi bagaimana refleksi diri dan introspeksi global telah memengaruhi kita semua dan pelajaran yang telah kita peroleh akan membawa kita ke masa depan,” jelas De Neefe. *