Coba bayangkan. Saat Anda makan, makanan terasa hambar, kurang asin, gurihnya garam. Kemudian Anda mencari kesana–sini tidak juga mendapatkan si garam. Lalu ada seseorang menyodorkan garam meja satu sachet kecil. Uyah dikit, tapi pelengkap.
Katanya “embuh le ngejawantah, yang penting saya sudah ikut urun uyah.”
Maksudnya?
SEJAK 31 Desember 2022, Indonesia masuk pada masa transisi menuju endemi COVID-19 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomer 53 tahun 2022. —Pandemi ditetapkan pada bulan Maret 2020, saat ini hampir mencapai hitungan tiga (3) tahun.— Status yang menumbuhkan kondisi pergerakan masyarakat seperti kembali hidup normal, akan tetapi di dalam surat edaran, masyarakat diharuskan mematuhi peraturan ketat penanganan COVID-19, terutama di moda transportasi public – salah satunya KAI.
Merunut ulang semester pertama pandemi, kita mendapat panduan standar operasional (basic requirement) Panduan Pelaksanaan Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE), selanjutnya disebut Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan di Hotel atau hospitality industry pada umumnya.
Pertanyaan saya adalah … “What we can do more?” untuk meningkatkan kenyamanan tamu — yang pola kebiasaan mereka selama berada di lingkungan hotel perlu kita kondisikan?— Standar disesuaikan dengan prosedur baru yang harus diberlakukan.
Tetap kompetitif pada masa permintaan “sangat rendah” —terkait pembatasan mobilitas masa pandemic—, perlu scenario best practice berupa temuan praktik layanan di atas rata-rata untuk kenyamanan tamu.
Kontradiktif? Ya, karena harus meningkatkan layanan disaat permintaan rendah dan kondisi pemasukan hotel terdampak.—Rerata menejemen melakukan efisiensi.— Jawabannya adalah bagaimana menciptakan best practises – memberikan pengalaman terbaik kepada tamu secara efisien.
Management hotel pasti sudah menetapkan harga sewa kamar per malam.
Berapa room cost pada saat kamar kosong dan kamar occupied?
Berapa incremental/ variable cost nya?
Berapa burdened/ fixed cost nya?
Jika menjual dengan harga terlalu rendah, berpeluang munculnya sentimen negatif —seperti merencanakan bisnis ini gulung tikar—.
Solusinya?
Memperhitungkan tarif pada ceruk strategi yang efektif untuk memenangkan pangsa pasar — di mana kita bersaing. Dan memperkuat kemampuan menganalisa market price.
Lalu best practise apa sajakah yang bisa direview dan korelasikan terkait beberapa item list incremental cost berikut ini?
- Listrik, memperhitungkan penggunaan penerangan, TV, charging ponsel dan AC.
- Air, perhitungan untuk cuci tangan, gosok gigi, mandi dan flushing toilets.
- Wear & Tear termasuk perhitungan orang yang jalan di atas lantai tegel berbagai bahan seperti marmer atau keramik atau parquet mau pun berkarpet, tidur di kasur, memutar hendel pintu, menggunakan lightbulbs
- Breakfast
- Housekeeping memperhitungkan biaya membersihkan kamar termasuk penggunaan cleaning supplies.
- Laundry memperhitungkan biaya cuci linen (sprei, sarung bantal dll) dan handuk.
Kemudian dari list burdened costs berikut ini:
- Staff (maintenance, front desk, management, breakfast attendant)
- Mortgage (penyususutan nilai aset)
- Pajak negara
- Asuransi
- Koneksi internet dan wi-fi
- Perawatan area parkir
- Penambahan handuk baru (OS&E)
- Biaya langganan cable TV
- Marketing
- Trade shows
- Membership asosiasi
Proses berhitung incremental dan burdened costs dilakukan dengan tetap mengacu pada CHSE. Gunakan referensi angka-angka yang muncul untuk memulai service journey menuju pengelolaan best practise yang sukses, serta meningkatkan confidence menejemen dan staf.
Di bagian “hajatan ini” saya hendak urun uyah melibatkan pemikiran dalam best practises di hotel. Kata urun uyah dalam budaya Jawa dapat diartikan “ turut memberi bantuan” untuk suatu kegiatan besar.
Sedikit pengetahuan dari pengalaman kerja yang bisa saya deliver, dapat diimplementasikan di beberapa hotel atau hospitality industry in general. Sekaligus memberi manfaat dari spektrum yang berbeda.
Pedoman saya adalah “Please, IMPRESS me! I am a boutique.”
Pertama, —-dari semua aturan— esensi dari tindakan preventif COVID-19 adalah “menjaga jarak aman”. Tindakan ini memberi pengaruh pada semua SOP (Standard Operating Procedure) yang nyaman, tetap beretika dan mempunyai nilai estetika.
Lalu, bagaimana dengan layanan room service atau in-room dining?
Mengapa harga makanan dan minuman di room service menu lebih tinggi daripada di restaurant hotel?
Secara logika, kualitas makanan dan minuman sudah menurun ketika sampai di kamar tamu. Plating, condiment, cutleries ditata menyesuaikan ukuran nampan untuk sekali antar, harus detail dan sekomplit mungkin termasuk sudah meletakkan tusuk gigi, dan disposal napkins. Dan satu lagi – tidak dilayani oleh waiter/waitress yang in-charge.
Di layanan room service ini yang harus unggul adalah kenyamanan dan privacy tamu.
Lalu bagaimanakan pelaksanaannya?
- Menu: Sediakan disposal Room Service dan Mini Bar Menu untuk menanggulangi resiko penularan berantai. Menjadi bagian dari tambahan standard set-up housekeeping. Banyak hotel sudah alih teknologi Menu on TV dan Scan QR Code apabila koneksi jaringan internetnya cukup kuat.
- Delivery/Retrieval: Sesuai regulasi pemerintah, waiter/waitress wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) = Provision of Personal Protective Equipment (PPE).
Semua menu yang diorder dalam kondisi tertutup rapi dan sedap dipandang. Karena penampakan ini yang akan diterima dan dilihat oleh tamu, pemesan.
Hotel harus meminimalkan penampakan staff di kamar tamu. Maka waiter/waitress setelah menekal bel pintu –sembari memberitahukan kehadiran departemennya— melangkah mundur untuk mengatur jarak aman sampai tamu membuka pintu. Hotel menawarkan pengiriman tanpa kontak. Waiter/waitress tetap harus menunggu tamu membawa masuk trolley/ nampan dan tamu menutup pintu. Best practise ini perlu dilakukan untuk antisipasi apabila tamu memerlukan bantuan lebih lanjut.
- Good Hygiene Practices (GHP): Salt & Pepper cruets, Vas Bunga, Hot Boxes, nampan dan perlengkapan lainnya tetap bisa disertakan setelah dilakukan antisipasi higinitasnya. Maka best practise-nya adalah menggunakan disposable (sekali pakai) paper napkins/tray liners sebagai pengganti yang berbahan linen.
- Apakah kita perlu juga menyajikan sebotol kecil handsanitizer berlogo hotel kita sebagai giveaway?
- Apakah teman-teman punya SOP lain untuk ditingkatkan menjadi best practise?
Welcome drink, gelasnya dan cara menyajikannya, mungkin?
Bahkan di Customer Relations Management?
Saya tunggu feedback dan ide-ide cemerlang teman-teman dari segala penjuru hospitality industry Indonesia.
Salam sehat sejahtera senantiasa untuk semua. Please stay in-touch, stay healthy dan keep yourselves beautiful!
Jember, 14 February 2023
Jeffrey Wibisono V.,