JEDDAH, bisniswisata.co.id: Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengukuhkan kerajinan tenun suku kuno Al Sadu dari Arab Saudi dan Kuwait sebagai warisan budaya tak benda UNESCO.
Keputusan ini diumumkan pada Rabu (16/12) dalam pertemuan tahunan komite yang berlangsung secara jarak jauh karena masih pandemi COVID-19.
Menteri Kebudayaan Arab Saudi Pangeran Badr Bin Abdullah seperti dinukil Saudi Gazette menyatakan kegembiraannya atas keputusan tersebut. Ia juga berterimakasih kepada Raja Salman, sang penjaga dua masjid suci, dan Putra Mahkota Muhammad Bin Salman atas peran pentingnya menjadikan tenun tradisional Arab Saudi Al Sadu masuk dalam daftar UNESCO, bersama dengan Kuwait.
Sang menteri juga memuji upaya keras komunitas budaya yang ikut mengotentikasi warisan budaya Saudi dan mendaftarkannya sebagai warisan dunia.
Pangeran Badr menggambarkan seni tenun Al Sadu sebagai warisan budaya asli masyarakat kuno di Jazirah Arab. Itu pula alasan Kerajaan Arab Saudi menjadikannya sebagai logo resmi KTT G20 yang baru saja rampung digelar.
“Dimasukkannya tenun Al Sadu ke dalam daftar warisan budaya tak benda UNESCO merupakan langkah penting; menggiring orang untuk kembali memerhatikan seni yang mengakar dalam pada rakyat kami,” imbuh Pangeran Badr.
Ia menambahkan pada tahun-tahun mendatang akan ada lagi tambahan warisan budaya tak benda yang bakal muncul.
Sementara itu UNESCO dalam pernyataannya menjelaskan bahwa tenun tradisional Al Sadu merujuk pada kain tenun konvensional yang dibuat para perampuan Badui atau Badawi atau Bedouin, suku pengembara yang ada di Jazirah Arab.
Dalam bahasa Arab, Al Sadu artinya menenun dengan tangan bergaya horizontal. Hasil tenunannya lebih mirip bordir tradisional yang biasanya terlihat pada kain untuk tenda atau majlis lantai bantal, karpet, dan tikar.
Tenunan Al Sadu dikenal sangat rapat dan tahan lama. Bahan yang digunakan pun berasal dari serat alami. Benang wol dari bulu kambing dan unta akan dipintal untuk kemudian diwarnai dengan menggunakan ekstrak tumbuhan lokal seperti henna atau saffron.
Adapun warna yang menonjol pada pola tenunan tradisional Al Sadu adalah hitam, putih, coklat, krem dan merah, dengan corak khas berupa pita sempit berdesain geometris.
Sedangkan corak yang ada pada tenunan perempuan Badui ini mencerminkan lingkungan gurun dalam bentuk sederhana dan orisinal. Desain gemoteris yang cantik mengikuti ritme pengulangan yang sepadan.
Para penenun senang menonjolkan warna-warna cerah sepeti merah dan jingga untuk menghidupkan suasana.
“Keindahan hasil tenunan amat bergantung pada kualitas pemintalan serta keahlian penenun. Semakin halus benangnya maka akan semakin jelas dan indah struktur dan pola desainnya,” tulis UNESCO.
Dalam sebuah referensi disebutkan bahwa pola yang ada pada tenunan Al Sadu mencerminkan gaya hidup suku tradisional, lingkungan gurun, dan ekspresi diri kreatif para penenunnya.
Al Sadu juga sering digambarkan sebagai warisan budaya yang amat kaya yang diwariskan oleh orang-orang nomaden Arab. Tenunan Al Sadu mencerminkan ekspresi naluriah pembuatnya tentang keindahan alam.
Pola dan simbol geometris dan figuratif yang ada pada tenunan Al Sadu juga menggambarkan gaya hidup suku tradisional, lingkungan gurun, ekspresi diri para penenunnya.