FASHION

Ulos, Bukan Cuma Simpan Tradisi Batak yang Sarat Makna

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ulos, salah satu busana khas juga kebanggan Indonesia. Ulos secara turun temurun dikembangkan masyarakat Batak, Sumatera utara. Ulos, bukan hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna. Namun juga disebut sebagai representasi dari semesta alam. Di masa lampau, perempuan-perempuan Batak bangga menenun, memakai, dan mewariskannya kepada keluarga sebagai suatu pusaka.

Dari bahasa asalnya, ulos berarti kain. Cara membuat ulos serupa dengan cara membuat songket, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin. Warna dominan ulos adalah merah, hitam, dan putih dihiasi ragam tenunan dari benang emas atau perak. Dominasi warna dinilai punya daya pikat. Warna merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, hitam melambangkan kekuatan.

Ulos merupakan salah satu peradaban tertua di Asia. Usianya diperkirakan sudah 4.000 tahun. Ulos bahkan disebut-sebut telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil. Ulos juga disebut sebagai representasi dari semesta alam. Pada masa lampau, perempuan-perempuan Batak bangga menenun, memakai, dan mewariskannya kepada keluarga sebagai suatu pusaka.

Mulanya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja, kerap digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak, atau keagamaan. Namun kini banyak memberi inspirasi para desainer untuk menciptakan busana berbahas Ulos dan sudah melalang dunia dalam berbagai event fashion show.

Bahkan, ulos mengalami inovasi baru karena banyak dijumpai dalam bentuk produk souvenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, hingga gorden. Sebuah inovasi yang mengikuti permintaan pasar, namun tak lepas dalam memegang teguh pakem ulosnya.

Ulos juga kadang-kadang diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung, supaya mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia dan untuk melindungi ibu dari segala mara bahaya yang mengancam saat proses persalinan.

Disisi lain, ulos tidak mudah lekang dengan panas, tidak lapuk dari hujan. Keistimewaan lainnya, ditemukan fakta ulos salah satu peradaban tertua di Asia. Sayangnya, sebagian besar ulos punah karena tidak diproduksi lagi, seperti Ulos Raja, Ulos Ragi Botik, Ulos Gobar, Ulos Saput (ulos yang digunakan sebagai pembungkus jenazah), dan Ulos Sibolang.

Dan dari sekian Ulos yang punah, masih ada Ulos Hangoluan & Tondi. Hangoluan berarti Kehidupan dan Tondi berarti Jiwa. Hal ini menggambarkan kain Ulos merupakan gambaran kehidupan dan jiwa masyarakat Batak. Ulos ini koleksi pribadi milik Devi Pandjaitan bersama Kerri Na Basaria.

Ulos koleksi pribadi dipamerkan dan dipertontonkan kepada publik. “Tujuannya untuk melestarikan budaya, menanamkan rasa cinta terhadap kain tenun ulos kepada generasi muda. Juga memperkenalkan Ulos kepada masyarakat luas dan mendorong masyarakat untuk menggunakan kain bermotif Ulos dalam berbagai acara, seperti layaknya batik,” papar Devi Pandjaitan, dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/9/2018).

Pameran ulos digelar di Museum Tekstil Jakarta pada 20 September hingga 7 Oktober 2018. Tema diusung adalah Ulos, Hangoluan & Tondi. Dalam pameran ini berkolaborasi dengan desain interior Mita Lukardi. Pameran menyajikan kain-kain ulos lengkap dengan instalasi dekor menceritakan secara detil mengenai tahapan kehidupan. “Salah satu instalasi modern adalah motif Ulos tertuang dianyaman rotan sepanjang 25 meter,” kata Devi.

Memang ulos bukan hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna, namun juga prestise dari modernisasi proses akulturasi. Tidak hanya Indonesia, sejumlah museum dan universitas di Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda ikut mengkaji ulos karena dianggap unik, menarik, artistik dan sangat tua.

Bahkan, saat IMF Meeting di Washington DC beberapa waktu lalu, ulos harungguan dipakai para pemimpin keuangan dari berbagai negara yang hadir. Sehingga menjadi kebanggaan tersendiri. Karya tangan-tangan terampil para penenun, bisa terekspos di perhelatan penting keuangan dunia.

Karena itu, Pameran ulos di Museum Tekstil ini, memiliki nilai strategis malah sangat penting karena akan mengetahui perjalanan panjang sejarah pertenunan ulos yang sudah berusia puluhan tahun. Apalagi, pameran juga menampilkan koleksi yang sudah berumur puluhan tahun. Tertarik? (redaksibisniswisata@gmail.com)

Endy Poerwanto