JAKARTA, bisniswisata.co.id: Aktivitas pariwisata tengah disorot dunia. Sorotan itu bukan terkait dengan lonjakan jumlah wisatawan, namun dampak negatif yang ditimbulkan berupa pencemaran lingkungan. Ternyata traveling menyumbang lebih banyak jejak karbon dioksida atau komponen karbon lainnya yang dihasilkan karena konsumsi bahan bakar fosil. Karbon merupakan komponen yang sangat tidak ramah lingkungan. Semakin banyak jejak karbon, semakin besar pula kontribusi pelancong dalam merusak bumi.
New York Times mencatat, data perjalanan pulang-pergi dari New York ke San Francisco, misalnya. Ternyata memancarkan sekitar 0,9 ton metrik karbondioksida per orang. Artinya para traveler ikut menyumbang dalam kemunduran kualitas lingkungan.
Selain mobilisasi penerbangan, plastik menjadi isu yang ramai dibicarakan saat ini. Sampah plastik yang dibawa wisatawan kemudian dibuang di pantai, laut, gunung, danau dan destinasi wisata lainnya telah merusak lingkungan. Bahkan sampah plastik sangat berbahaya.
Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia. Sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton pertahun dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik. Sedangkan kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milyar lembar per tahun = 85.000 ton kantong plastik (sumber BPS & INAPLAS).
Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut microplastics dengan ukuran 0,3 – 5 milimeter. Microplastics ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut. Seperti ikan hiu mati karena di dalam perutnya ditemukan sampah plastik. Begitu juga penyu hingga terumbu karang tak berkembang karena tertutup sampah plastik.
National Geographic menyebut sampah plastik benar-benar mengancam ekosistem laut. Setiap tahun, 1.000 penyu mati akibat plastik yang tak sengaja mereka konsumsi di habitatnya. Aktivitas pariwisata menjadi salah satu faktor penyumbang polusi plastik. Traveler dan turis yang tidak sadar lingkungan akan terus-menerus menggunakan plastik untuk kepentingan jalan-jalannya.
The Pacific Institute memperkirakan, satu botol air plastik 500-mililiter yang terus-menerus dibuang pelancong saat jalan-jalan—memiliki jejak karbon yang sama dengan sekitar 3 ons karbondioksida. Selain itu, hanya sekitar sembilan persen plastik dunia yang didaur ulang.
Karena itu, dunia kini tengah menggalakkan traveling dengan cara bertanggung jawab, sadar lingkungan, peduli dan ramah lingkungan. Gerakan paling masif ialah mengurangi sampah plastik. Ada beberapa cara di antaranya seperti dilansir laman Travelandleisure.com, Jumat (24/08/2018), antara lain:
#. Botol air yang disaring
Meminimalisasi pembelian air minum kemasan cukup berdampak bagi pengurangan sampah plastik. Traveler bisa membawa botol air minum ke mana pun ia pergi supaya tak lagi membeli minuman kemasan. Ini adalah cara umum yang paling tepat dan diklaim paling berdampak. Sebab, diperkirakan, dunia membeli 1 juta botol plastik setiap menit. Untuk menggantikannya, para traveler bisa menggunakan botol air minum yang memiliki filter untuk menyeduh teh atau kopi selama perjalanan.
#. Peralatan makan dan sedotan stainless
Sedotan plastik mendominasi mencuatnya pemberitaan isu lingkungan belakangan ini. Sebab, satu item alat untuk minum ini membutuhkan waktu hingga 2 abad supaya bisa terurai. Salah satu langkah praktis saat jalan-jalan adalah mengganti sedotan plastik dengan sedotan stainless. Sedotan stainless bisa dibeli secara daring. Selain itu, traveler bisa mengurangi penggunaan alat makan plastik dengan alat makan yang dibawa sendiri.
#. Senantiasa membawa kantung travel
Kantung travel atau travel pouch bisa dibawa untuk menaruh pakaian-pakaian kotor. Saat ini, banyak toko outdoor yang telah menyediakan travel pouch tersebut. Sebaiknya hindarilah membungkus pakaian dengan plastik.
#. Perlengkapan mandi
Sejumlah juru bicara lingkungan menyarankan traveler menggunakan sisir bambu dibanding membawa sisir plastik. Begitu juga dengan sikat gigi, sebaiknya mereka memilih yang ramah lingkungan. Sedangkan sampo, kondisioner, dan sabun disarankan memilih yang tidak dibungkus plastik, melainkan yang bisa diisi ulang berkali-kali.
#. Wadah makanan untuk mengurangi food waste
Food waste atau pembuangan makanan secara masif juga menjadi salah satu yang disoroti bergandengan dengan isu sampah plastik. Sejumlah pegiat lingkungan juga menyarankan traveler membawa wadah makanan untuk menbungkus makanannya yang sisa saat jalan-jalan. Makanan itu bisa diberikan kepada kucing atau anjing yang ditemui di sepanjang jalan agar tidak menjadi sampah. (end)